Dalam era yang dipenuhi oleh ancaman perubahan iklim, isu integrasi kebijakan moneter dengan revolusi hijau menjadi semakin mendesak. Para pengambil kebijakan di seluruh dunia dihadapkan pada tugas sulit untuk mencari keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan.
Melihat pada dampak serius perubahan iklim dan krisis lingkungan, sebuah rencana aksi kebijakan moneter yang berfokus pada revolusi hijau menjadi suatu keharusan. Paris Agreement melatarbelakangi upaya internasional dalam penanggulangan permasalahan iklim global. Perjanjian ini diadopsi oleh hampir 200 negara di dunia, termasuk Indonesia. Tujuannya adalah untuk menekan laju pemanasan global yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Kebijakan moneter yang diarahkan sesuai dengan prinsip-prinsip Paris Agreement 2015 menjadi landasan strategis untuk mengatasi perubahan iklim global. Dalam konteks ini, langkah-langkah kebijakan moneter yang disesuaikan dengan kesepakatan tersebut dapat memainkan peran krusial dalam mendukung transisi ekonomi menuju energi terbarukan dan keberlanjutan lingkungan.
Ketika kebijakan moneter disesuaikan dengan tujuan berkelanjutan, bank sentral dapat memprioritaskan pembiayaan proyek-proyek yang berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Langkah ini tidak hanya memberikan insentif kepada sektor-sektor yang ramah lingkungan, tetapi juga membentuk landasan keuangan yang lebih stabil di tengah ketidakpastian iklim.
Selain itu, kebijakan suku bunga yang mendukung proyek-proyek berkelanjutan dapat menjadi katalisator bagi investasi dalam teknologi hijau dan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang rendah emisi karbon. Dengan demikian, kesesuaian kebijakan moneter dengan Kesepakatan Paris bukan hanya tanggung jawab terhadap lingkungan, tetapi juga strategi yang cerdas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pertama-tama, penting untuk memahami hubungan kompleks antara kebijakan moneter dan perubahan iklim. Seringkali, kebijakan moneter tradisional cenderung mengabaikan dampak lingkungan dan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun, dalam menghadapi perubahan iklim, paradigma ini perlu diubah. Kebijakan moneter harus menjadi katalis untuk mendorong investasi hijau, mengarah pada transisi ke ekonomi berkelanjutan.
Agar revolusi hijau dapat terwujud, keterlibatan sektor finansial menjadi kunci. Bank sentral perlu mengembangkan insentif yang mendorong lembaga keuangan untuk memprioritaskan investasi yang berkelanjutan. Langkah-langkah seperti pengembangan pasar keuangan berbasis lingkungan, dan penyediaan sumber daya finansial yang ramah lingkungan harus menjadi fokus utama dalam rencana aksi kebijakan moneter.
Sebagai otoritas moneter negara, Bank Indonesia (BI) berupaya menciptakan produk pasar keuangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan guna mendorong pembiayaan perekonomian di Indonesia. Melalui peningkatan kapasitas yang relevan, BI juga terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang keuangan berkelanjutan1. Dengan menerbitkan ketentuan rasio Green Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV), Green Macroprudential Inclusive Financing Ratio (RPIM), dan pengembangan instrumen pasar uang yang ramah lingkungan, BI telah mendorong terciptanya pembiayaan berwawasan lingkungan. atau "pembiayaan ramah lingkungan".
Salah satu tantangan terbesar dalam merancang rencana aksi kebijakan moneter untuk revolusi hijau adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Langkah-langkah yang terlalu cepat atau drastis dapat memiliki dampak negatif pada perekonomian, sementara langkah yang terlalu lambat dapat membahayakan planet kita. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yang cermat untuk menemukan cara terbaik untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Transparansi dan edukasi juga memainkan peran kunci dalam mengimplementasikan rencana aksi kebijakan moneter untuk revolusi hijau.
Publik perlu memahami pentingnya perubahan tersebut dan bagaimana kebijakan moneter dapat menjadi alat untuk mencapainya. Lembaga keuangan juga harus lebih transparan dalam melaporkan dampak lingkungan dari keputusan investasi mereka. Semakin banyak informasi yang tersedia, semakin besar peluang untuk mendapatkan dukungan publik dan mendorong perubahan positif.