Mengungkap Kesenjangan Gender di Indonesia: Laporan Statistik 2023Â
Ketimpangan gender telah menjadi salah satu isu sosial yang krusial di banyak negara, termasuk Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, telah terlihat berbagai upaya dan kemajuan signifikan dalam menurunkan ketimpangan tersebut. Penurunan ini dapat diukur melalui Indeks Ketimpangan Gender  yang mencerminkan sejauh mana akses perempuan terhadap berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dibandingkan laki-laki. Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam mengurangi ketimpangan ini, meskipun tantangan masih tetap ada.Â
Kesenjangan gender di Indonesia terus menjadi perhatian utama dalam berbagai sektor, mulai dari Kesehatan, Pemberdayaan , hingga Partisipasi Tenaga Kerja. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan beberapa perkembangan signifikan dalam indeks ketimpangan gender (IKG). Pada tahun 2018, IKG tercatat sebesar 0,499, dan angka ini terus mengalami penurunan hingga mencapai 0,447 pada tahun 2023. Penurunan ini mencerminkan berkurangnya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.Â
Ketimpangan Pada bidang Kesehatan Reproduksi
Menurut Badan Pusat Statistik  (2023) , nilai MTF adalah 0,126, menunjukkan bahwa 12,6% perempuan melahirkan di luar fasilitas kesehatan. Ini adalah penurunan signifikan dari 0,214 pada tahun 2018, yang berarti semakin banyak perempuan mengakses fasilitas kesehatan saat melahirkan. Penurunan MTF ini sangat penting karena melahirkan di fasilitas kesehatan berkaitan dengan keselamatan ibu dan bayi, serta akses ke layanan kesehatan yang lebih baik. Seiring dengan penurunan angka ini, bisa diartikan bahwa semakin banyak perempuan yang memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan reproduksi, yang berkontribusi pada penurunan ketimpangan gender dalam aspek kesehatan.Â
MHPK20 mengukur proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan anak pertama sebelum usia 20 tahun. Pada tahun 2023, nilai MHPK20 adalah 0,258, Â Terjadi penurunan dari 0,271 pada tahun 2019. Meski ada sedikit penurunan, angkanya masih cukup tinggi, dengan sekitar 25,8% perempuan melahirkan anak pertama di bawah usia 20 tahun. Penurunan MHPK20 ini penting karena melahirkan di usia sangat muda sering kali terkait dengan risiko kesehatan yang lebih tinggi baik bagi ibu maupun anak, serta dampak sosial dan ekonomi, seperti putus sekolah dan keterbatasan peluang ekonomi bagi perempuan muda. Penurunan angka ini menandakan adanya kemajuan dalam menunda usia pernikahan dan melahirkan, yang secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan pendidikan dan peluang kerja perempuan.
Ketimpangan Pada bidang Pemberdayaan
Persentase Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas dengan Pendidikan Minimal SMAÂ
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (2023), Terlihat adanya peningkatan persentase penduduk laki-laki dan perempuan yang memiliki pendidikan minimal SMA dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, persentase penduduk laki-laki dengan pendidikan minimal SMA adalah 38,27%, dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 42,62% pada tahun 2023. Di sisi lain, persentase perempuan dengan pendidikan minimal SMA juga meningkat signifikan, dari 30,99% pada tahun 2018 menjadi 37,60% pada tahun 2023. Peningkatan ini menunjukkan adanya perbaikan akses pendidikan bagi perempuan, meskipun angka perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Hal ini menandakan bahwa upaya untuk mengurangi kesenjangan gender dalam pendidikan mulai membuahkan hasil, namun masih perlu peningkatan lebih lanjut untuk mencapai kesetaraan yang penuh.
Persentase Anggota Legislatif