Selain ancaman tradisional atau ancaman militer, yang lebih sering terjadi saat ini adalah ancaman non-tradisional atau ancaman non-militer. Seperti namanya, ancaman militer merupakan ancaman yang terjadi hanya dalam aspek militer atau bersifat militer saja. Sementara, ancaman non-militer maknanya jauh lebih luas dari itu.Sederhananya, ancaman non-militer merupakan ancaman yang terjadi di luar aspek-aspek militer. Ancaman ini memanfaatkan faktor-faktor non-militer yang dipandang dapat mengakibatkan kedaulatan negara maupun keselamatan segenap bangsa terancam. Ancaman non-militer dapat meliputi berbagai dimensi, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, serta teknologi dan informasi.
Salah satu contoh dari ancaman non-militer adalah human trafficking; perdagangan manusia; atau perdagangan orang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 Ayat (1), “Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.
Human trafficking adalah salah satu masalah nasional dan internasional yang telah lama terjadi. Ancaman ini seringkali terjadi pada korban yang sedang berada di kondisi finansial atau kondisi ekonomi yang sulit. Keinginan untuk memiliki kehidupan yang layak bahkan mapan, membuat banyak orang beresiko terkena ancaman perdagangan orang.
Perdagangan orang biasanya diawali dengan modus pelaku yang mendekati calon korbannya melalui cara pemenuhan emosional agar terjalin hubungan baik antara keduanya, baru setelah itu dengan ‘embel-embel’ ingin membantu, pelaku menawarkan pekerjaan pada korban untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Sejauh ini, mayoritas korban dari perdagangan orang adalah anak-anak dan perempuan. Meskipun pria dewasa juga dapat menjadi korban, namun anak-anak dan perempuan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menjadi korban perdagangan orang.
Di masa sekarang ini, sudah banyak sekali orang yang menggunakan media sosial. Media sosial biasanya digunakan untuk kebutuhan komunikasi, mencari informasi, hingga untuk presentasi diri. Dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan di media sosial, penting pula bagi masyarakat untuk mengetahui tentang literasi digital. Karena tanpa adanya pengetahuan atau pemahaman untuk menggunakan media sosial dengan bijak maka akan semakin besar potensi bagi seseorang untuk masuk ke lingkaran perdagangan orang melalui media sosial, terutama bagi remaja.
Salah satu contoh kasusnya, seperti yang terjadi pada tahun 2007, ketika dua warga Surabaya ditangkap karena menawarkan anak-anak dibawah umur drata-rata usia 14-17 tahun melalui media sosial Facebook. Korban yang ditawarkan dikenakan tarif rata-rata 1 juta. Penangkapan tersebut menambah daftar kasus perdagangan orang yang telah terungkap di Surabaya.
Modus-modus perdagangan orang melalui media sosial, meliputi perdagangan dengan modus prostitusi, modus tenaga kerja ilegal, dan modus adopsi ilegal. Modus-modus tersebut dapat berupa penawaran langsung pada calon korban, melalui iklan-iklan di media sosial, dan sebagainya.
Dalam mengatasi kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang semakin lama semakin besar, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU itu juga didukung dengan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ditetapkannya Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2008.
Di Indonesia juga telah ada International Organization of Migration (IOM) yang telah beroperasi sejak tahun 1979. IOM merupakan organisasi antar-pemerintah yang berdedikasi untuk mempromosikan migrasi yang berperikemanusiaan dan teratur yang bermanfaat bagi semua. IOM juga bekerja untuk mempromosikan tentang isu-isu migrasi dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada migran yang membutuhkannya.
Selain upaya yang diberikan dari pemerintah dan organisasi antar-pemerintah tersebut, kita juga dapat membantu mengatasi atau menanggulangi terjadi perdagangan orang, terutama yang terjadi melalui media sosial. Upaya-upaya yang dapat dilakukan diantaranya seperti:
- Mempelajari atau mencari tahu mengenai modus kejahatan yang terjadi di media sosial
- Usahakan untuk mengunggah hal-hal yang benar, positif, serta berguna di media sosial
- Mengingatkan kepada pengguna lain agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial
- Selalu mencari tahu kebenaran dari informasi yang diterima
- Bagi orang tua, agar selalu mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan media sosial/teknologi
Beberapa upaya tersebut dapat dilakukan untuk membantu mengatasi maraknya perdagangan orang melalui media sosial. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut pun diharapkan masyarakat akan lebih sadar bagaimana bahaya dari perdagangan orang melalui media sosial dan membuat masyarakat lebih waspada dalam menggunakan media sosial.