Wacana pembentukan RUU Migas sudah disuarakan sejak lama dan kini mencapai puncaknya. Kementrian ESDM maupun DPR sedang “ngebut” membahas hal ini demi meningkatkan kepastian hukum industri migas Indonesia. HMTM “PATRA” ITB melakukan kajian mengenai hal ini untuk turut ikut berkontribusi dalam penyusunan RUU Migas yang ideal. Berikut adalah hasil kajian HMTM "PATRA" ITB yang sudah disampaikan kepada kementrian ESDM.
Pada tahun 2004 terdapat tiga pasal dari UU No. 22 Tahun 2001 yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Isu ini semakin hangat ketika pada tahun 2012, MK kembali menganulir 14 pasal pada UU No. 22 Tahun 2001 yang diikuti oleh pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).Secara umum, terdapat dua poin besar yang di anulir oleh Mahkaman Konstitusi, yaitu:
1.Pasal – pasal yang mengatur Kehadiran BP Migas yang dirasa melanggar frasa dikuasai oleh Negara pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
2.Pasal 28 ayat 2 dan 3 yang menyatakan bahwa penentuan harga BBM dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanime persaingan usaha yang sehat dan wajar. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu. Kedua ayat ini dirasa melanggar frasa dikuasai oleh Negara pada pasal 33 ayat 2 UUD 1945
Secara terperinci berikut daftar pasal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi:
NO.
PASAL
PUTUSAN
MAHKAMAH
KONSTITUSI
AMAR PUTUSAN
1
Pasal 1 angka 23
Putusan MK No. 36/PUUX/2012 tanggal 13
November 2013
Pasal 1 angka 23 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
2
Pasal 4 ayat
(3)