Mohon tunggu...
Aulia Nabigha
Aulia Nabigha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

High curiosity at energy and economics Petroleum Department Bandung Institute of Technology

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Indonesia Kembali Masuk OPEC? Tidak Masuk Akal!

30 September 2015   10:31 Diperbarui: 30 September 2015   12:12 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan ketertarikan dan tujuannya, justru jauh lebih pas jika Indonesia bergabung dengan kubu oposisi, yaitu International Energy Agency (IEA). IEA adalah organisasi yang bertujuan untuk memastikan ketersediaan, keekonomisan, dan energi bersih bagi anggotanya. IEA didirikan pada tahun 1973/1974 sebagai response terhadap oil crisis pada saat itu. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi anggota IEA, antaralain: satu, harus menjadi anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Dua, Negara net importer minyak yang memiliki cadangan siap pakai minyak mentah dan/atau product yang setara selama 90 hari. Tiga, berkomitmen untuk mengurangi konsumsi minyaknya sebesar 10 persen. Setidaknya, ketiga syarat diatas jauh lebih masuk akal dan baik secara jangka panjang untuk Indonesia. Indonesia memang belum menjadi anggota OECD, tetapi sudah menjalin kerjasama yang baik. Jika memungkinkan dan menguntungkan, bisa saja kita bergabung dengan OECD menyusul Negara tetangga kita, Malaysia. Indonesia sudah menjadi Negara net-importer, tetapi cadangan siap pakai crude oil dan/atau product setaranya hanya untuk 18 hari. Namun, jauh lebih memungkinkan untuk menambah reserves tersebut menjadi 90 hari dibandingkan mengusahakan Indonesia kembali menjadi Negara net-exporter minyak. Memiliki reserves sebesar itu juga sangat baik untuk ketahanan energy Negara ini. Komitmen pengurangan konsumsi minyak sebesar 10 persen pun sangat baik. Kita butuh diversifikasi! Tidak tergantung pada satu sumber energi saja! Sedangkan OPEC cenderung tidak senang dengan diversifikasi. Hal tersebut akan mengurangi ketergantungan Negara lain terhadap minyak, yang mengakibatkan turunnya permintaan, dan berakhir dengan penurunan harga minyak dunia.

“Based on the initial agreement, we are due to increase oil exports to Indonesia and build a refinery and a power plant in Indonesia,” Nobakht told reporters in a press conference in Tehran on May 5, 2015.

Lalu, keputusan apa yang seharusnya diambil pemerintah? Jika alasan Indonesia mengaktifkan kembali keanggotannya di OPEC adalah untuk mendapatkan minyak secara langsung dari produsen, hubungan bilateral antarnegara saja sudah cukup. Memangnya kita mau beli minyak ke seluruh Negara yang bergabung di OPEC? Tentu saja tidak, jadi hubungan bilateral antarnegara sudah sangat cukup! Saat ini pun Indonesia sudah bisa membeli langsung minyak ke Negara produsen, seperti Arab dan Iran. Apalagi yang kita cari? Terlebih lagi kita perlu mengeluarkan fee membership yang tidak sedikit jika bergabung, 3.1 juta USD pertahun! Maka, jalan yang harus diambil pemerintah saat ini adalah: Satu, meningkatkan hubungan bilateral dengan Negara-negara produsen minyak. Dua, mengurangi ketergantungan kita terhadap minyak bumi dengan program-program diversifikasi dan konversi energi. Tiga, meningkatkan cadangan siap pakai minyak dan/atau produk setaranya.

Ketiga rekomendasi diatas jauh lebih pas untuk bangsa ini. Jangan sampai keputusan aktifnya kembali Indonesia di OPEC menjadi boomerang di masa mendatang, khususnya ketika harga minyak kembali tinggi. Kita akan berada di kondisi serba salah. Ya, seperti domba berbulu serigala di kandang singa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun