Mohon tunggu...
Aulia Luqman Aziz
Aulia Luqman Aziz Mohon Tunggu... -

Dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB); Direktur Luqman & Partners Professional Translators

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Caleg yang Satu Ini Patut Jadi Teladan bagi Sesama Caleg dan Kita Semua

27 Februari 2014   02:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sore itu saya ngobrol santai dengan seorang rekan bisnis yang juga kader setia salah satu parpol peserta pemilu. Sebagai orang yang berusaha menjadi pemilih cerdas (Hehe!), saya bertanya kepadanya apa yang belakangan ini ia lakukan dalam upaya mempromosikan partainya kepada publik. Hal ini saya tanyakan karena kok saya melihat dia jarang sekali berkampanye terang-terangan untuk partainya, padahal dia bukan kader biasa dan ini sudah dekat pemilu. Di jejaring sosial pun ia tak pernah sekalipun menulis tentang partainya.

Untuk menjawab pertanyaan itu, ia menceritakan beberapa hal mendasar terlebih dahulu tentang partainya. Bahwa intinya, partainya itu memandang kursi kekuasaan eksekutif maupun parlemen hanyalah salah satu di antara cara mewujudkan visi dan misi yang diemban partainya.

Efek dari pandangan seperti itu, menurutnya, adalah para kader maupun caleg di lapangan tidak terlalu menggebu-gebu menebarkan aura partainya menjelang pemilu karena selain dengan cara ini, mereka juga memiliki cara lain untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang dicita-citakan setiap anak bangsa.

Kemudian, ia memberi contoh apa yang dilakukan salah seorang caleg partainya untuk DPR RI. Si caleg ini, katakanlah Pak A, di hari-hari jelang pemilu ini, belum sekalipun memajang foto dirinya dengan berlatar belakang partainya. Dan tidak ada seorang pun (kecuali orang terdekat) yang mengetahui bahwa Pak A ini adalah seorang caleg.

Jadi, yang Pak A ini lakukan sehari-hari adalah pekerjaannya seperti biasa, yakni sebagai penulis buku sekaligus trainer seminar-seminar dan konsultan parenting. Bahkan ketika sedang mengisi seminar atau training, tak pernah ada kata-kata yang menyerempet soal pencalegan dirinya itu, lebih-lebih memunculkan logo partainya.

Dalam seminar-seminarnya, Pak A banyak membagi-bagikan buku yang juga sama sekali tidak terkait dengan pencalegan dirinya. Buku-buku itu hanya berisi bidang yang ia jalani sekarang sebagai trainer dan konsultan.

Pak A, menurut rekan saya tadi, pernah bercerita bahwa sebagai caleg, ia tentu meminta untuk dipilih masyarakat. Tetapi, ia ingin memberi dulu seluas-luasnya kepada masyarakat. Ia ingin membaktikan dulu semua ilmu yang dimilikinya semaksimal mungkin kepada masyarakat lewat acara-acara seminar ini. Barulah kemudian, saat-saat terdekat menjelang pemilu, ia akan menyosialisasikan dirinya sebagai caleg.

Jadi, di sini Pak A ingin memosisikan diri sebagai seorang ‘pemberi’ dulu, yang nanti pada saatnya akan ‘diberi’ oleh masyarakat yang rela menyerahkan suaranya kepadanya. Ini berbeda dengan caleg lain dari partai lain yang sepertinya lebih ingin ‘diberi’ dulu sembari menjanjikan bahwa kelak ketika mereka jadi, mereka akan ‘memberi’ kepada masyarakat.

Bagi saya, cerita seperti ini tentu luar biasa, menjadi semacam oase di tengah gempuran foto caleg di pohon, tiang listrik, dan tembok-tembok perumahan di kota kita. Saya pikir semua caleg dari partai apapun harusnya melakukan hal yang sama dengan Pak A ini. Prinsip ‘memberi’ dulu baru ‘diberi’ sangat sesuai dengan ajaran Islam. Memberi manfaat, baru kemudian Allah SWT yang membalas kebaikan kita. Mudah-mudahan caleg-caleg dan para pemilih kita makin cerdas menyikapi hak dipilih dan memilih yang mereka miliki.

Lalu Pak A ini dari partai mana? Saya tidak berani menjawab di sini karena nanti kata orang Jawa “ndhisik’i kerso”, yang bersangkutan sendiri juga belum pernah menyebarluaskan perihal pencalegannya. Nanti pada saatnya ia akan muncul, dan pada saat itulah kita sebagai pemilih cerdas perlu mempertimbangkan ia sebagai satu pilihan terbaik.

http://bukan99ustad.lecture.ub.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun