Mohon tunggu...
Aulia Kusumaningrum Cahya M
Aulia Kusumaningrum Cahya M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai saya Aulia Kusumaningrum Cahya Mulya, mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta jurusan bimbingan dan konseling islam.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pembelian Impulsif (Impulsive Buying) pada E-commerce Apakah Perlu Dikontrol?

12 Juni 2024   21:30 Diperbarui: 12 Juni 2024   21:56 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

            Saat ini dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat, memudahkan manusia untuk melakukan aktivitasnya. Termasuk didalamnya terdapat perkembangan teknologi dalam bidang ekonomi. Manusia yang memiliki beragam kebutuhan dan keinginannya masing-masing, merasa terbantu akan adanya perkembangan tersebut. Melalui berbelanja yang dilakukan secara online, berbagai kebutuhan dan keinginan dapat terpenuhi hanya dengan mengeklik layar handphone kita. Kemudahan yang ada ini dapat menimbulkan seseorang menjadi pembelian impulsif. Lalu pembelian impulsif itu seperti apa sih?.


            Pembelian impulsif atau impulsive buying merupakan perilaku untuk memutuskan membeli secara tiba-tiba, spontan, terburu-buru, dan tidak terencana. Hal ini dapat terjadi pada semua kalangan usia. Dengan didukung adanya perkembangan teknologi, melahirkan platform e-commerce untuk berbelanja. Pembayaran digital yang dilakukan melalui handphonepun juga semakin mempermudah adanya impulsive buying. Kita dengan mudah membeli tanpa harus ribet akan pembayaran yang dilakukan dan tidak berpikir panjang terlebih dahulu.


            Nah, impulsive buying ini mungkin pernah kita alami atau sering kita temui. Seperti ketika sedang membuka market place di handphone lalu melihat ada sesuatu yang menarik, lucu, dan keren akan langsung membelinya. Atau menjumpai barang yang sudah diinginkannya sejak lama dan sayang jika dibiarkan begitu saja. Sebenarnya barang tersebut tidak dibutuhkan, namun semata-mata hanya ingin membelinya saja. Sering kali juga berpikir bahwa lebih baik menyesal membeli dari pada menyesal tidak membelinya sama sekali.


            Biasanya impulsive buying disebabkan karena dorongan emosional, seperti stres, bosan, dan bahagia yang kemudian di lampiaskan untuk membeli barang sehingga mendapatkan kepuasan serta bersenang-senang dari hal tersebut. Selain itu strategi pemasaran yang menarik juga menyebabkan impulsive buying, seperti adanya pengaruh media sosial melalui review dari orang lain atau influencer, promo, dan diskon tertentu. Ditambah lagi promo dan diskon tersebut terdapat jangka waktu tertentu atau yang biasa kita kenal dengan flash sale sehingga menimbulkan hasrat ingin segera membelinya. Selanjutnya, gaya hidup dan pertemanan hanya demi status sosial juga menyebabkan impulsive buying.


            Seseorang yang berperilaku impulsive buying akan muncul rasa menyesal dan kesulitan keuangan setelah melakukannya. Perilaku ini dapat merugikan diri dan orang lain. Apalagi jika sering dilakukan tanpa melihat kemampuan finansial dan mengesampingkan pembelian pada hal-hal yang seharusnya dibutuhkan. Apabila diteruskan bisa berujung pada keuangan yang membengkak, hutang, dan barang yang tidak terpakai akan menumpuk. Nah, dari dampak negatif ini perlu diperhatikan agar tidak semakin terjerumus didalam nya.

             Maka hal yang dapat kita lakukan untuk mengelola impulsif buying adalah kontrol diri dengan mengatur mood atau emosional diri sendiri, mengatur penggunaan media sosial sehingga tidak mudah tergiur oleh orang lain, dan membatasi waktu mencari barang di e-commerce. Selain itu juga membuat daftar belanja terlebih dahulu, memeberikan anggaran keuangan yang sesuai, memberi waktu untuk berpikir kembali dalam memutuskan membeli barang apakah benar-benar dibutuhkan atau hanya sekedar keinginan semata saja, dan menyaring pengaruh dari lingkungan pertemanan.

            Dengan kita mengontrol perilaku impulsive buying akan meminimalisir pengeluaran kita kepada hal-hal yang tidak perlu. Disamping itu juga merasa tentram karena tidak merasakan penyesalan kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun