Mohon tunggu...
Aulia Gurdi
Aulia Gurdi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

spread wisdom through writing...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Bungsuku Terseret Derasnya Arus Ciliwung

4 Oktober 2011   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:21 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali itu beraliran deras. Kali Ciliwung demikian orang mengenalnya. Di sekelilingnya dipenuhi hutan-hutan bambu. Suasananya mencekam. Sunyi. Sepi. Bantaran kirinya sangat curam dan terjal, nyaris tak bisa dilalui manusia. Ada sampai ketinggian kurang lebih 20m. Bantaran kanan masih bisa dilalui meski tak kurang terjalnya. Bayangan peristiwa itu, kembali hadir dibenakku. Tak mungkin bisa kulupa. Berbagai perasaan berkecamuk jadi satu. Tragis. Sedih. Pilu. Perasan bersalah. Semua memenuhi pikiranku saat itu.

Aku masih ingat betul, saat itu malam natal,  24 Desember 2010. Kejadian berawal pada saat aku menghadiri pengajian, disalah satu rumah sahabatku di Lenteng Agung. Saat itu aku membawa serta anak bungsuku. Faiz namanya, usianya genap 6 tahun. Dia penyandang autis. Masih non verbal.

Ketika kakiku baru menginjak rumah temanku, aku yang terbiasa dengan pengamanan berlapis menjaga anakku, segera menutup semua akses berbahaya baginya. Hal ini dimungkinkan, mengingat semua teman sudah mafhum dengan kondisi anakku. Gerbangpun dikunci. Akses menuju tangga di tutup. Mengingat dia pernah beberapa kali kerap nyaris jatuh, dengan cara memanjat pembatas lantai atas rumah seorang temanku yang lain. Beberapa kali juga menyelinap keluar rumah saat aku lengah, nyaris belum paham sama sekali akan bahaya. Sesuatu yang selalu membuatku jantungan dibuatnya.

Singkat cerita semua akses berbahaya sudah kujaga. Sepanjang acarapun tak henti aku bolak balik melihatnya bermain di teras bersama beberapa anak dari temanku. Itupun belum bisa membuatku tenang dan duduk manis. Otak dan fikiranku terus tertuju pada anakku. Seperti radar yang terprogram. Aku mengingatnya bahkan hampir setiap waktu.

Acara dimulai bada ashar sampai jelang magrib. Tibalah sampai azan maghrib berkumandang. Semua bersiap untuk sholat maghrib. Seketika semua anak diteras masuk ke dalam rumah, tiba-tiba seorang anak temanku bicara pada ibunya, memberitahu kalau dia tidak melihat faiz lagi, dia berkata sempat melihat anakku memanjat tembok pagar depan. Pagar yang sesungguhnya sangat tinggi untuk ukuran anakku,  bahkan tanpa ada pijakan untuk naik sedikitpun. Benar-benar diluar dugaanku.

Seketika kami semua berlarian keluar rumah mencarinya. Cemas, takut, mengingat hari sudah gelap, dan akupun tak tahu kemana harus mencari, mengingat lingkungan yang masih asing buatku. Cuma satu yang terbayang, ada kali beraliran deras dibelakang rumah temanku, ditambah lagi anakku sangat interest dengan air. Bayangan burukpun menguasaiku, membuat seluruh badanku lemas seketika. Karena ini bukan kali pertama aku kehilangannya. Belum lama berselang akupun kehilangannya, nyaris 1 jam untuk menemukannya.  Saat itu, ia ditemukan didalam got dekat dengan galian gorong-gorong. Disamping kuburan yang sepi. Kurang lebih 1 km dr rumahku. Ya Allah..mengapa aku harus mengalaminya lagi...

Melihat aku yang lemas  terjatuh, warga sekitar yang tengah bubaran sholat maghrib dimasjid terdekatpun berhamburan, mereka bertanya apa yang terjadi. Seketika berlarianlah mereka membantu mencari anakku, menuju kali tentunya, daerah yang sangat berbahaya untuk anak sekecil anakku.

Serasa tak bernyawa...kurasakan  begitu lama waktu berjalan, menanti kabar anakku ditemukan. Bukan waktu yang sebentar. Begitu sulit menemukannya, mengingat hari sudah beranjak senja. Hanya doa yang terus terucap di sela derai airmata, berharap Allah menyelamatkan anakku. Tubuhku tak lagi mampu berpijak untuk ikut mencarinya. Aku benar-benar tersungkur dalam kepasrahan.

Alkisah...berceritalah orang yang menemukan dan menolong anakku. Ia bertutur, sebenarnya pertama kali anakku terlihat oleh warga berlari menuju bantaran kali. Orang yang melihat hanya menghalau anakku sambil lalu saja, menyuruh anakku pulang karena hari itu sudah maghrib. Ini terjadi, karena secara fisik anakku tak tampak seperti anak berkebutuhan khusus yang belum bisa bicara dan mengerti bahaya. Hingga ia luput diselamatkan lebih awal. Hingga 1 jam lebih setelahnya,  anakku ditemukan ada diseberang kali 400m dari tempat pertama ia dilihat warga.  Saat itu dikegelapan hutan bambu, ada yang mendengar jeritan suaranya. Mereka menduga dari arah kali. Hingga mereka berkesimpulan,  anakku sempat terseret dan terbawa derasnya arus kali sejauh 400m.

Perkiraan ia terseret arus dimungkinkan mengingat ketika ditemukan ia ada di sebrang kali. Berpegangan dan menumpu pada batang-batang bambu yang terserak di kali, yang kebetulan pada pagi harinya memang ditebangi oleh warga  sekitar. Ia berdiri dipotongan-potongan bambu terkurung diderasnya arus kali yang saat itu pasang. Mungkin jeritannya adalah jeritan minta tolong karena ia kebingungan. Atau mungkin juga karena kedinginan. Entahlah, tak ada yang tahu bagaimana ia bisa sampai  berdiri disana. Tak ada yang tahu bagaimana hal menakjubkan itu bisa terjadi. Dari mulut mungilnya pun jelas takkan bisa kuperoleh keterangan apapun. Satu yang pasti jeritan adalah satu-satunya cara ia berkomunikasi.

Semua upaya pertolongan dikerahkan. Diperlukan ekstra keberanian untuk mengevakuasinya dari seberang, mengingat medan  yang sulit, air kali yang pasang dan sangat deras. Semua alat dikerahkan warga sekitar, mulai dari bambu, tambang, senter, ban dalam, apapun yang bisa dipakai digunakan. Karena malam itu sangat gelap. Nyaris tak ada cahaya sedikitpun, menggunakan senter pun harus dari jarak yang dekat. Kalau anakku tak berteriak mungkin belum tentu terlihat oleh mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun