[caption id="attachment_171294" align="aligncenter" width="680" caption="salah satu pose manis Fera, saat tulisannya tentang batik menjadi HL"][/caption]
.
Fera Nuraini. Bagi anda yang sering wara wiri di kompasiana mungkin sudah sangat mengenal sosok kompasianer yang satu ini. Ia bukan orang baru di kompasiana. Karena pada hari ini tepat 19 Februari 2012, dirinya memasuki ulang tahun ke 2 keberadaannya di jagat kompasiana.
Awalnya tak banyak yang saya tahu dari sosok gadis manis satu ini. Saya hanya mengenalnya lewat bio sederhana yang ditulisnya pada profil kompasiana seperti berikut ini;
Seorang hawa yang lahir di kota Ponorogo. Mencoba mengungkapkan isi hati lewat tulisan meski kadang sulit di baca dan di pahami. mampir juga ke sini ya, kita berbagi tentang BMI
Dan  kini terhitung 10 bulan keberadaan saya di kompasiana ini,  saya  senang  karena saat ini saya bisa mengenalnya lebih dekat. Tak hanya melalui berinteraksi melalui kolom komentar tapi juga lewat private message. Hingga saya ingin sekali terbang ke Hongkong, untuk menemuinya dalam acara kopdar dan bisa berbincang untuk menjalin komunikasi yang lebih dekat.
Dan kini dua tahun sudah, seorang Fera berbagi pengalaman pada kita semua di kompasiana ini. Banyak hal yang ditulisnya. Dari mulai tulisan curhat tentang suka dukanya selama menjadi BMI (Buruh Migran Indonesia), tulisan berbau politik sampai tulisan-tulisan fiksi. Yang mengagumkan Fera sangat konsisten menyuarakan nasib para BMI. Ia peduli pada hak-hak kaumnya yang kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari aparat-aparat yang ada di Indonesia atau juga di luar negeri. Belum lagi nasib BMI yang kerap mendapatkan siksaan fisik dari majikannya.
Tulisan-tulisan Fera membukakan mata kita betapa ketidakadilan sering menghampiri para BMI di luar negeri. Para BMI yang sering dilabeli sebagai pahlawan devisa. Betapa nasib mereka tak selalu beruntung. Orang-orangpun masih memandang sebelah mata pada keberadaan mereka. Tak heran tulisan Fera sering diganjar headline (HL) serta terekomendasi oleh admin. Dibaca ribuan orang. Tentu saja karena konten tulisannya ini sangat informatif untuk disimak. Mereportase langsung segala hal tentang BMI dari negara tempatnya bekerja. Mengungkap kegeramannya pada aparat Indonesia yang sering mengintimidasi hak-hak para BMI kala berada di tanah air.
Saya sendiri selama ini saya hanya menjadi silent reader atau sesekali komen ditulisannya. Dulu, saat pertama masuk kompasiana ini, saya kagum dengan tulisan-tulisannya. Saya memandangnya sangat cerdas. Sungguh bukan BMI biasa. Selain itu dari interaksinya dengan sesama kompasianer di kolom komentar dilapaknya, saya melihat Fera adalah sosok yang supel karena punya begitu banyak teman yang setia menjadi pembaca dan berkomentar di lapaknya.
Makin membuncah kekaguman setelah saya membaca beberapa tulisan catatan panjang perjalanan hidupnya. Bagaimana kisah pilu menghampiri. Meski tak kurang cerita manispun pernah singgah. Dan ia juga pernah bercerita betapa hidupnya sungguh penuh perjuangan sejak kecil. Anda bisa melihat kisahnya berjuang untuk bisa sekolah dengan menjadi seorang anak asuh.
Satu hari, Fera pernah berujar, "Duh...kenapa ya, masih banyak sekali orang memandang manusia berdasarkan kasta? Emang kenapa sih kalo BMI, salah gitu?" Pertanyaan yang sering diajukan pada saat dia menjumpai orang memandang sebelah mata akan profesi BMI. Saya yang menjadi sahabatnya hanya bisa membesarkan hatinya, untuk tak terlalu mempedulikan hal tersebut. Hanya menghabiskan energi membahas hal serupa itu.
Satu kabar yang menggembirakan, Fera menemukan tambatan hatinya di rumah sehat ini. Cintanya bertaut dari sini. Semoga segera menyusul ke pelaminan seperti pasangan-pasangan lain yang sudah menikah karena berjodoh di kompasiana ini. Happy for you sist...