Tak pernah saya sangka curhat kegalauan hidup yang dulu pertama kali saya tuliskan di note akun facebook saya, membuka jalan saya untuk menulis dan berbagi. Note itu berkisah bagaimana saya hampir kehilangan nyawa bungsu saya akibat ia hanyut terbawa arus kali ciliwung. Note yang saat itu hanya saya bagikan ke beberapa orang terdekat ternyata dishare banyak teman dan menjadi inspirasi banyak ibu-ibu untuk lebih aware menjaga buah hati mereka.
Saat berkenalan dengan Kompasiana, saya migrasikan beberapa note di facebook ke akun baru saya. Disini, pembaca tulisan saya bertambah, tulisan juga dirating teman sesuai kategori yang mereka anggap pantas. Senang tentu saja. Semua membangkitkan kesadaran saya akan arti penting berbagi. Kisah pengalaman saya mengenai apa dan bagaimana dunia autisme membawa saya berkenalan pada banyak orang tua hebat, khususnya orang tua dari anak-anak berkebutuhan khusus dibelahan dunia lain. Era digital saat ini sangat memungkinkan hal itu. Salah satunya, saya bersahabat dengan seorang ibu anak berkebutuhan khusus bernama Alea yang bermukim di Belgia. Kami terus keep in touch hingga saat ini. Saling berbagi juga saling menguatkan.
Saya juga tak pernah menyangka, bila apa yang saya bagi dalam tulisan saya kemudian mengundang banyak inbox yang sebagian besar berisi support, curhat dan sharing banyak teman mengenai autisme yang dialami keluarga dan teman-teman mereka. Perasaan tergugah untuk lebih bercermin dari pengalaman saya, mereka ungkapkan pada saya. Tentu itu mengharukan.
Sejujurnya bukan simpati yang ingin saya tuai dari apa yang saya tuliskan. Namun, pelajaran dari setiap kisah itulah yang ingin saya bagi. Begitu banyak cerita tragis penuh hikmah yang saya alami dalam mengawal bungsu saya. Sebagai manusia biasa, selalu ada masa-masa saya lengah menjaganya, hingga ia kerap celaka dan terluka. Betapa kelalaian itu membuat saya ada di posisi yang disalahkan. Saya memaklumi itu. Bahkan saya tak juga ingin membela diri walau pasti tak pernah anda dengar ada ibu yang ingin anaknya celaka. Jadi saya telan saja semuanya. Saya percaya Tuhan lebih tahu segalanya.
Untuk semua itulah saya menulis. Saya ingin menunjukkan bahwa bersabar menghadapi buah hati adalah hal niscaya. Bahwa memiliki anak yang sangat aktif adalah anugerah Tuhan, meski prilaku dan ulah mereka kerap menguras emosi dan membuat kepala serasa ingin pecah. Yakinlah, Tuhan mengirimkan mereka bukan kebetulan. Dari kehadiran mereka kita bisa belajar banyak hal untuk bisa naik kelas menjadi manusia yang lebih baik.
Saya berterimakasih kepada Kompasiana dan Manulife, untuk kesempatan sharing titik balik kehidupan saya di acara Nangkring Kompasiana kemarin. Dipilihnya saya tentu bukan karena saya lebih istimewa dari anda. Saya, anda, sama belajarnya pada sekolah kehidupan ini. Saya percaya setiap kita adalah master piece yang dicipta Tuhan begitu istimewa, lengkap dengan daya lentur menghadapi kerasnya tempaan hidup.
Untuk itu, sudah pasti setiap kita punya momen titik balik yang membuat hidup kita lebih bermakna. Anda takkan tahu betapa bermaknanya inspirasi hidup anda bagi orang lain, bila anda hanya menyimpannya sendiri. Mengutip kata penutup narasumber mas Abdul Cholik kemarin, "kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Ayo bagi ceritamu. Warnai dunia dengan kisah inspiratifmu ^^
[caption id="attachment_291438" align="aligncenter" width="480" caption="Nankring Kompasiana (dok. Harja Saputra)"][/caption] . Salam Kompasiana ^^ .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H