Mohon tunggu...
Aulia Gurdi
Aulia Gurdi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

spread wisdom through writing...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Sosial, Perempuan, dan Gerakan Kemanusiaan

6 Desember 2011   03:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan media sosial yang makin pesat belakangan ini, membuat siapapun bisa ikut ambil bagian menjadi penikmatnya. Tua muda, besar kecil. Datang dari berbagai profesi. Pelajar dari jenjang SD sampai perguruan tinggi.  Dari kalangan berpunya sampai kaum marjinal. Pejabat, direktur, supir, tukang sayur, tak terkecuali ibu rumah tangga. Semakin hari pengguna media sosial semakin masif berkembang. Hingga menginspirasi banyak orang melahirkan gerakan-gerakan kepedulian bagi sesama. Jejaring yang luas memungkinkan sebuah misi sosial kemanusiaan cepat direspon dan mencapai tujuannya. Bukan tanpa alasan bila artikel ini menyorot perempuan dan kemanusiaan. Tentu tanpa menggeneralisir bahwa hanya perempuan yang mempunyai empati. Meski tak bisa dipungkiri juga bahwa pada kenyataannya rasa empati perempuan terhadap sebuah ketidakberdayaan memang sangat menonjol. Perasaan mereka konon juga lebih peka. Tak heran, bila saya perhatikan broadcast-broadcast tentang  gerakan kemanusiaan banyak di share oleh teman perempuan saya. Kadang tanpa melihat dan merecheck kembali kebenaran berita itu. Dan memang pemicu sebuah gerakan kemanusiaan adalah empati. Dari empatilah semua berawal. . [caption id="attachment_154057" align="alignleft" width="220" caption="http://ishwara.us/blood-for-life/"][/caption] Adalah Valencia Mieke Randa atau yang lebih dikenal orang sebagai seorang blogger anonimus dengan nama Just Silly menginisiasi gerakan Blood For Life (BFL). Dimana misi utamanya adalah menyalurkan sumbangan bantuan darah bagi orang yang membutuhkan. Gerakan ini lahir ketika Mieke begitu nelangsa melihat seorang ibu yang harus meregang nyawa akibat tak tertolong karena tak ada orang yang mendonorkan darah untuknya saat ia begitu membutuhkannya. Lalu lahirlah gerakan BFL ini dengan tujuan memberi kemudahan akses bagi siapapun yang membutuhkan pertolongan darah tanpa perlu terlibat birokrasi rumit. Awalnya info tentang BFL hanya menyebar di milis. Hingga akhirnya pada perkembangannya merambah media sosial tweeter. Hal ini mengingat jejaring media sosial ini memungkinkan sebuah informasi direspon sangat cepat meluas bahkan dalam hitungan detik. Tak heran anggota penyumbang donor tetap BFL yang sejak awal hanya berjumlah 44 orang, kini membengkak menjadi ribuan orang. Fantastis. Misipun mencapai tujuannya, menolong banyak orang yang berarti menyelamatkan ribuan jiwa. Anda yang ingin berpartisipasi sebagai pendonor atau yang membutuhkan donor, bisa ikuti lini masa @justsilly di tweeter dengan tagar #BFL. . [caption id="attachment_154059" align="alignleft" width="218" caption="http://cacmakassar.blogspot.com/"][/caption] Perempuan lain yang menyuarakan kepedulian dengan memanfaatkan media sosial adalah sosok Hanny Kusumawati dan Nia Sadjarwo. Serupa Mieke, Hanny dan Nia memulai gerakan kemanusiaannya sebagai blooger. Sejak tahun 2008, mereka memprakarsai gerakan Coin a chance yang bermisi mengumpulkan koin untuk membantu anak-anak putus sekolah. Meski sejak awal banyak orang pesimis dan menganggap gerakan ini sebagai mission impossible, namun seiring waktu berjalan misi ini berkembang dan memberi sumbangsih tak sedikit bagi anak-anak putus sekolah. Sedikitnya semangat mereka tetap menggebu menjalankan gerakan sosial ini karena didukung sifat dasar perempuan yang memang mengasuh dan mendidik. Menurut mereka apa yang harus diperjuangkan dari perempuan Indonesia adalah isu membesarkan anak-anak ditangan ibu mereka sendiri, terutama pada pendidikan moral sebagai fondasi yang tak di dapatkan di sekolah. Mereka juga percaya, suatu hal besar tentu di mulai dari yang kecil. Seperti yang sudah banyak kita lihat pada gerakan koin yang bisa merebut simpati dan perhatian banyak orang contohnya dalam kasus Prita. . Semua bisa menjadi pahlawan dengan cara apapun. Dan ketiga perempuan inspiratif itu telah membuktikan dedikasi mereka memprakarsai gerakan kemanusiaan yang menggugah banyak orang untuk bisa menjadi pahlawan meski itu hanya sebuah sumbangsih kecil. Dan semua kesuksesan ini menggurita karena peran media sosial. . . sumber disini .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun