Kegiatan penambangan menyebabkan perubahan alam dan mengakibatkan kerusakan hutan. Konsekuensinya, lahan hutan yang telah selesai ditambang harus diupayakan untuk dikembalikan fungsinya agar mempunyai manfaat yang lestari dan berkelanjutan.
Kerusakan hutan yang semula sangat kaya dengan jenis flora dan fauna, akhirnya menjadi lahan kritis atau hanya ditanami dengan jenis monokultur. Hal tersebut perlu mendapat perhatian serius bagi perusahaan pertambangan untuk menjadikan lahan pasca tambang menjadi lahan produktif dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, upaya peningkatan pengetahuan tentang teknik-teknik reklamasi dan rehabilitasi hutan pada lahan bekas tambang (RHLBT) menjadi suatu kebutuhan bagi para pihak yang terkait dengan hal tersebut. Peningkatan pengetahuan staf departemen lingkungan (Environment) dan departemen lain terkait, diharapkan membuka jalan dalam peningkatan kualitas rehabilitasi dan pencapaian target sustainability pada lahan bekas tambang tersebut.
Untuk mengatasi berbagai dampak dari proses penambangan, maka salah satu tahapan penting dari suatu operasi penambangan adalah melakukan reklamasi lahan tambang. Reklamasi lahan tambang meliputi proses penutupan tambang yang disertai dengan kegiatan pengaturan kembali kontur lahan agar diperoleh kondisi stabil dan revegetasi pada lahan yang telah distabilisasi. Reklamasi lahan tambang menjadi bagian penting dari suatu siklus hidup tambang karena kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang lebih bersih dan berdayaguna. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dibuat aturan hukum yang lebih ketat untuk dipenuhi. Keseluruhan proses pembangunan tambang dan rencana penggunaan lahan pada masa depan setelah kegiatan penambangan selesai merupakan bagian dari pembanguan berkelanjutan. Waktu yang paling tepat untuk memulai proses reklamasi lahan bekas tambang adalah pada saat sebelum ekskavasi pertama dimulai. Dengan kata lain, kegiatan reklamasi ini sudah diperhitungkan sejak awal sehingga keseluruhan biaya penambangan dan reklamasi bisa ditekan. Sejak awal biaya reklamasi sudah menjadi bagian dari biaya penambangan
Rehabilitasi pada tanah bekas tambang di kawasan reklamasi biasanya menggunakan top soil yang berasal dari area yang subur dan selanjutnya dilakukan revegetasi. Program rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan bekas tambang yang melibatkan masyarakat adat dan masyarakat setempat sangat penting dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Inisiatif ini berkontribusi pada pemulihan habitat alami, pemulihan keanekaragaman hayati, dan peningkatan layanan ekosistem.
Teknik rehabilitasi lahan merupakan salah satu peran penting dalam mempercepat kolonisasi dan pemulihan lahan yang rusak. Upaya untuk merehabilitasi hutan dan mereklamasi lahan bekas tambang dalam pemindahan masyarakat setempat sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan ketahanan ekosistem dalam jangka panjang.
Dukungan ini berasal dari pengakuan atas peran berharga yang diperankan oleh masyarakat dalam melestarikan hutan dan ekosistem terkait. Peran mereka dalam membatasi degradasi lingkungan, termasuk kebakaran. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran ke arah pengakuan akan pentingnya masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam kegiatan restorasi (Brondizio et al., 2021). Masyarakat adat, bersama dengan masyarakat lokal, semakin banyak mengambil peran dalam upaya restorasi.
Mereka telah membentuk kemitraan dengan pengelola kawasan lindung, ilmuwan, dan petani sekitar untuk secara kolaboratif terlibat dalam kegiatan restorasi. Pendekatan kolaboratif ini memungkinkan integrasi pengetahuan masyarakat adat dan lokal dengan praktik restorasi berbasis ilmu pengetahuan, sehingga menghasilkan program restorasi yang lebih efektif dan holistik. Pengakuan terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam kegiatan restorasi dan konservasi ekosistem telah diakui oleh Laporan Khusus IPCC tentang Perubahan Iklim dan Lahan.
Sumber :Â
Ardiyanto WN, Ishak Y. 2017. Kebijakan penilaian keberhasilan reklamasi lahan pasca tambang batubara di Indonesia.
Analisis kebijakan kehutanan 14 (2): 121-136. Arsyad S, 2006. Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor. Datar A, Audet P, Mulligan D. 2011. Post - mined land rehabilitation in India. University of Queensland, Brisbane, 4072 QLD, Australia. 8 pp.