Banyak orang tua dan kakak-kakak kita yang masih dipeluk oleh nalar konvensional dan mencekik perasaan anak-anak serta adik-adiknya yang merupakan generasi masa kini.Â
Utamanya dalam memilih pasangan hidup. Ada banyak hal tentunya yang harus dipertimbangkan dengan serius. Seperti agama/keyakinan, asal suku/negara, latar belakang keluarga, pandangan tentang pernikahan, profesi, hingga kesiapan finansial.Â
Hal-hal yang telah disebutkan diatas seringkali menjadi pertimbangan utama oleh keluarga masing-masing pasangan umumnya dalam budaya Asia dan Afrika. Namun, yang sering menjadi persoalan adalah perbedaan agama/keyakinan dan asal suku/negara antar pasangan.Â
Seperti halnya cinta beda agama/keyakinan yang tentunya harus menjadi suatu hal yang mestinya dipertimbangkan dan diputuskan keputusannya dengan sangat matang. Dalam memutuskan agama/keyakinan yang akan dianut atau tetap teguh pada agama/keyakinan masing-masing dengan serius, semuanya adalah keputusan penting dan itulah yang menjadi fondasi utama dalam penentuan arah kehidupan keluarga dan rumah tangga yang akan dibangun.Â
Lalu, bagaimana dengan perbedaan suku atau negara? memiliki pasangan yang berbeda suku saja selalu menjelma menjadi perbincangan yang tidak ada habisnya karena masih adanya stigma-stigma yang telah melekat pada masing-masing suku. Serta, antar keluarga pasangan kebanyakan masih ingin menjadi yang paling dominan dalam menggunakan adat/upacara pernikahan hingga nantinya akan mempengaruhi  kehidupan setelah pernikahan. Salah satu hal yang menyebabkan mengapa semua itu dapat terjadi adalah dikarenakan mereka menganggap sukunya adalah yang terbaik dari yang lainnya.
Bagaimana dengan perbedaan negara? Negara-negara yang berada di kawasan benua Asia dan Afrika kebanyakan masih dalam kategori negara berkembang dan seringkali tidak lepas dari label negatif yang diberikan oleh negara-negara maju dan yang terlucunya hingga antar negara berkembang sendiri. Â
Memang, setiap orang tua maupun keluarga ingin anak mereka menikah dan hidup bahagia di lingkungan yang aman, damai, dan sejahtera. Namun, jangan sampai perbedaan suku maupun negara ini menjadi hal yang patut dijadikan dasar untuk melontarkan perkataan atau perilaku rasis kepada orang dari suku maupun negara berbeda. Hal seharusnya yang menjadi modal dasar adalah bagaimana mereka menjalani agamanya, perilaku mereka terhadap orang sekitar, pergaulannya, dan bagaimana mereka dapat bertanggungjawab atas keluarga atau rumah tangga yang telah dibentuk.
Contohnya, kita pasti telah banyak menemukan bahwa orang dari negara maju belum tentu dapat membina rumah tangga atau keluarga dengan baik. Seperti maraknya kasus perselingkuhan, melepas tanggungjawab begitu saja, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pembunuhan atau salah satu pasangan beserta anaknya diasingkan.Â
Maka dari itu, tidak relevan jika hanya melihat asal suku atau negara saja sebagai faktor utama dalam menentukan calon yang pas untuk  membentuk dan membina rumah tangga. Perasaan dan logika harus beriringan dalam menentukan. Tidak boleh buta akan hal itu. Dan tetaplah berdoa agar diberikan pasangan terbaik oleh Tuhan Yang Maha Esa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H