Mohon tunggu...
Aulia Evawani Larissa
Aulia Evawani Larissa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

hadir untuk menebar kebermanfaatan bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gen Z VS Politik, Kacamata Politik pada Gen Z

16 Desember 2023   06:51 Diperbarui: 16 Desember 2023   07:00 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAF3FzedDnA/mgx3YEugVcioFpdQDfTNQw/edit?

Generasi Z atau gen Z disebut-sebut sebagai pilar dari generasi emas di tahun 2045 mendatang. Pasalnya kini gen Z mewakili sekitar 22% dari total populasi Indonesia. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh Badan Pusat Statistika (BPS) 2023, jumlah penduduk gen Z adalah sekitar 60 juta orang. Data ini tertuang dalam publikasi BPS bertajuk Statistik Indonesia 2023 yang diterbitkan pada Februari 2023 lalu. Melihat populasi gen Z yang makin mendominasi Indonesia menjadikan gen Z sebagai penentu suara terbanyak dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang. Peran gen Z ini dianggap sangat diperhitungkan sebagai penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi. Namun dalam praktiknya sudah sejauh mana ketertarikan generasi Z soal politik?

Setidaknya terdapat tiga perspektif gen Z dalam menyikapi politik. Pertama, apatis dan bersikap pasif terhadap politik. Survei dari UMN Consulting pada Pemilu 2019 mengungkap sebanyak 4,86% gen Z memutuskan untuk golput dan 46,88% belum memiliki hak pilih pada tahun berjalan. Alasan mereka untuk golput karena merasa suaranya tidak akan didengar ketika membela kebenaran atau keadilan serta banyak yang masih bingung mencari informasi yang tepat dan terpercaya tentang calon penguasa baik presiden atau lainnya pada masa pendatang. Mereka beranggapan bahwa politik itu sangat kotor karena tidak lepas dari banyaknya kasus-kasus negatif yang banyak dilakukan oleh pejabat di Indonesia seperti kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Peran media sosial menjadi faktor yang memengaruhi perspektif negatif gen Z terhadap politik karena lebih banyak mengungkap sisi negatif politik daripada sisi positif aktivitas politik yang kurang diberitakan secara meluas. Kebanyakan dari mereka mendapatkan akses informasi politik secara otodidak melalui konten-konten di media sosial yang bentuknya lebih kepada pertarungan politik praktis antar kubu-kubu politik sehingga membuat gen Z jengah dengan suasana pengap media sosial.

Kedua, cukup memperhatikan politik. Golongan ini mengikuti trend berita politik yang sedang hangat namun hanya sebatas preferensi personal yang pragmatis agar mendapat pengikut dan menjadi viral karena tidak semua gen Z golongan ini benar-benar mengikuti isu politik. Mereka melakukan aksi nyata yang diinisiasi oleh individu bukan komunitas ataupun organisasi yang terikat. Aksinya banyak dilakukan melalui media sosial seperti gerakan petisi online, menulis gagasan di thread Twitter maupun ikut menyebarkan konten meme yang menggambarkan situasi politik.

Ketiga, yang melek politik dan berpartisipasi aktif dalam politik. Kemajuan teknologi dan informasi seperti sekarang ini sering dijadikan peluang gen Z dalam menyuarakan isu dan opininya terkait politik bahkan gen Z dinilai mampu memengaruhi opini publik di ruang digital dalam dunia politik dan kebijakan. Misalnya, video seorang gen Z yang berhasil viral belakangan ini mengenai permasalahan prasarana publik di daerah Lampung yang tak kunjung mendapat respon dari pemerintah daerah setempat. BYS mempresentasikan dan mengkritik tentang jalanan Lampung yang rusak karena infrastruktur yang tidak dipelihara secara maksimal. Selain itu, kini banyak anak muda khusunya gen Z yang sudah berpartisipasi aktif dalam program Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti menjadi duta pemilu atau relawan demokrasi, FGD, maupun menjadi duta muda partai politik.

Merangkul gen Z dalam dunia politik memang tidak mudah dan tidak bisa disepelekan. Perlu contoh dan praktik baik dari para elite politik agar menarik gen Z terjun di dunia politik. Sebenarnya, gen Z peduli terhadap isu-isu seperti lapangan kerja, kesehatan mental, pendidikan dan isu jangka panjang lainnya hanya saja para pemangku kebijakan yang kurang paham dengan minat dan kecemasan gen Z ini. Mereka lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan yang kolaboratif pada dialog dan partisipasi nyata dalam masyarakat. Gen Z membutuhkan metode pendekatan yang inovatif dan kreatif bukan malah dengan paksaan dari generasi senior. Terlebih suara gen Z yang dominan pada tahun 2024 mendatang seharusnya menjadikan gen Z tidak hanya sebagai objek politik tapi juga subjek politik. Lantas bagaimana seharusnya peran gen Z di momentum kontestasi Pemilu 2024?

Sebelum memilih nantinya, gen Z mestinya mengikuti berita mengenai calon penguasa yang menjadi daftar pilihannya. Pahami latar belakang yang menjadi perhatiannya sehingga bisa sesuai dengan harapan atau permintaan para gen Z di masa mendatang. Selain itu, tetap menyuarakan pendapat dan ikut dalam forum-forum diskusi. Memanfaatkan media sosial untuk tempat mengkritisi, berkolaborasi dan ikut menyebarkan informasi faktual terhadap hal-hal yang menjadi fokus Pemilu 2024 mendatang.

Politik adalah serangkaian kebijakan publik yang memengaruhi setiap sendi dari kehidupan. Maka, gunakan hak pilihmu dengan bijak dan hindari golput karena satu suaramu akan memberikan dampak perubahan bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun