Mohon tunggu...
Aulia Damayanti
Aulia Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Univesitas Sebelas Maret

Saya hobi menulis, membaca, dan memasak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quarter Life Crisis, Mengubah Ketidakpastian Menjadi Kesempatan

14 November 2024   11:14 Diperbarui: 14 November 2024   16:42 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

         Apakah Anda merasa mulai kehilangan arah dan mempertanyakan tujuan hidup? Di era modern ini, istilah Quarter Life Crisis (QLC) sudah umum digunakan terutama pada generasi milenial dan generasi Z. Quarter Life Crisis atau krisis seperempat abad dapat dikatakan sebagai suatu fenomena ketika seseorang mencapai tahap dewasa. Menurut Fischer (2008), Quarter Life Crisis merupakan perasaan khawatir yang hadir atas ketidakpastian kehidupan di masa depan, seputar relasi, karir, dan kehidupan sosial yang terjadi sekitar usia 20-an. Fenomena Quarter Life Crisis mencerminkan gejolak perasaan dan jiwa seseorang dalam mencari arti jati diri di tengah perubahan yang signifikan. Perubahan yang signifikan mencerminkan suatu tahap transformasi dari tahap remaja ke dewasa. Quarter Life Crisis sering ditandai dengan perasaan cemas dan ragu yang menjadikan ketidakstabilan emosi individu. Ketidakstabilan tersebut biasanya muncul ketika individu merasa kehidupannya cenderung statis dengan berbagai dorongan untuk mengeksplorasi dan menata hidup agar lebih produktif.

       Berdasarkan studi yang dilakukan oleh The Guardian tahun 2019, sebanyak 86% dari generasi milenial mengalami Quarter Life Crisis. Selain itu, sebuah penelitian oleh platform LinkedIn pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa individu berumur 23-33 tahun pernah mengalami Quarter Life Crisis. Hal ini dibuktikan dengan maraknya fenomena Quarter Life Crisis yang termanifestasi lewat media sosial. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Agustina tahun 2022 di Indonesia menemukan bahwa 98% dari 125 partisipan mengalami Quarter Life Crisis. Sebanyak 82% mengaitkannya dengan tekanan keuangan yang tidak stabil, 79% merasa tidak layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan 65,6% merasa tertekan oleh tuntutan hidup orang dewasa. Di Indonesia, fenomena Quarter Life Crisis juga sering menjadikan individu melakukan tindakan yang nekat seperti kasus bunuh diri, narkoba, dan pelanggaran terhadap berbagai macam norma. Hal ini dikarenakan fenomena Quarter Life Crisis disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut di antaranya yaitu kurangnya tingkat dukungan sosial, tekanan hidup, harapan yang tidak terpenuhi, ketidakpastian masa depan, masalah finansial atau pekerjaan, masalah percintaan, fenomena Fear Of Missing Out (FOMO), dan intensitas penggunaan media sosial. Seseorang yang kekurangan dukungan sosial tentu berdampak terhadap tingkat emosional yang kurang stabil dan memunculkan krisis identitas. Faktor tekanan hidup, harapan yang tidak terpenuhi, dan ketidakpastian masa depan sering terjadi karena pada tahap dewasa seseorang lebih merasa dituntut untuk sukses dan kurang menormalisasikan kegagalan. Selain itu, masalah finansial atau pekerjaan dan percintaan dapat menghambat individu untuk berani beradaptasi dengan realitas kehidupan yang sebenarnya. Fenomena Fear Of Missing Out (FOMO) adalah sebuah rasa takut tertinggal terhadap peristiwa, pengalaman, dan informasi tertentu. Hal ini berakibat pada perasaan yang khawatir, cemas, dan kecewa apabila sesuatu tidak terpenuhi. Intensitas penggunaan teknologi yang masif dalam media sosial menjadikan seseorang lebih sering membandingkan hidup sendiri dengan hidup orang lain. Hal ini berpengaruh negatif terhadap emosional individu. Quarter Life Crisis juga dapat memberikan dampak yang signifikan seperti depresi, terganggunya aktivitas, penundaan pencapaian tujuan hidup, kurangnya motivasi dalam hidup, pelanggaran norma, dan keraguan terhadap diri sendiri.

       Ketidakpastian dalam hidup sering kali dijadikan sebagai hal yang negatif tanpa dilakukannya solusi yang berkelanjutan. Di dalam kehidupan, ketika seseorang mengalami Quarter Life Crisis hal yang harus dilakukan adalah memahami diri sendiri dan refleksi. Dengan demikian, individu dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang masa depan. Individu juga harus mencari dukungan dari orang-orang terdekat yang mampu memberikan perspektif dan saran yang berharga. Selain itu, hindari membandingkan diri dengan hidup orang lain secara berlebihan dan fokus pada tujuan hidup. Jadikanlah sebuah keraguan dan kekhawatiran sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri.

Referensi:

Fischer, K. (2008). Ramen noodles, rent and resumes: An after-college guide to life. California: SuperCollege LLC.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun