Memakai sarung merupakan potret keseharian banyak orang di Indonesia. Memakai sarung di Indonesia memang didominasi oleh orang Islam tetapi mereka yang non muslim pun tidak jarang memakainya.
Pada zaman kemerdekaan banyak para pemimpin pergerakan perlawanan mengenakan sarung sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah Belanda. Kebiasaan ini diikuti oleh para pejuang lainnya.
Bagi seorang muslim sarung sudah menjadi identik dengan pakaian salat. Tetapi bagi non muslim sarung seperti pakaian harian yang bisa kita temukan di berbagai daerah seperti di Bali.
Mengembangkan industri batik sebagai pendukung utama sarung dengan lebih efisien adalah langkah strategis yang sangat diperlukan. Adopsi motif tradisional dan motif kekinian menjadi topik menarik untuk menjaga agar sarung dengan motif khasnya bisa bertahan di pasar nasional dan global.
Hal ini perlu dilakukan untuk tetap memahami dan menghargai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap motif batik.
Melestarikan batik tradisional adalah tanggung jawab bersama untuk menjaga identitas dan kekayaan budaya Indonesia.
Sarung, sebagai salah satu jenis pakaian tradisional di Nusantara, memiliki kekayaan budaya yang membedakannya dari budaya lain di dunia.
Setiap motif sarung mengandung makna filosofis yang mendalam, mencerminkan sejarah, kepercayaan, dan kebijaksanaan masyarakat setempat.
Dalam eksplorasi tentang beragam motif sarung Nusantara, kita dapat melihat betapa kaya dan beragamnya warisan budaya Indonesia. Dari Sumatera hingga Jawa, setiap daerah memiliki ciri khasnya sendiri dalam motif dan makna filosofis sarungnya.
Beragam motif batik dan makna filosofinya
Berikut adalah contoh dan uraian dari beberapa motif sarung berbasis teknologi batik di Indonesia. Karena ini kalau ditulis lengkap akan sangat panjang sekali.