Pengantar
Sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW memperjuangkan ajaran Islam, konsep bersedekah sudah menjadi bagian integral dari kehidupan umat Muslim. Mulai dari bersedekah kepada ibu, berwakaf, hingga memberi dalam keadaan suka dan duka, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari prinsip-prinsip yang diajarkan dalam agama Islam. Sebagai konsekuensinya, seorang Muslim diharapkan untuk selalu siap memberi, baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
Pentingnya bersedekah tidak hanya terbatas pada materi atau harta, namun juga mencakup pengamalan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan sehari-hari. Bahkan, dalam kondisi ketiadaan materi yang sama sekali, sebuah senyuman pun bisa dianggap sebagai bentuk sedekah. Memahami konteks ini, hari-hari seorang Muslim tidak pernah berlalu tanpa kesempatan untuk berbuat kebaikan.
Islam Mengajarkan Bersedekah
Sejalan dengan prinsip Islam tentang pentingnya bersedekah, setiap tindakan kebaikan yang dilakukan oleh seorang Muslim dianggap sebagai bentuk sedekah. Mulai dari memberi senyuman kepada orang lain, memberi rasa senang, hingga memberi makanan kepada hewan, semuanya memiliki nilai sedekah di mata Allah SWT. Bahkan, tindakan sederhana seperti membiarkan burung hinggap di pohon yang kita tanam juga dianggap sebagai bentuk sedekah.
Dengan memahami konsep sedekah secara mendalam, setiap hari menjadi kesempatan bagi seorang Muslim untuk meraih kebaikan dan pahala yang berlipat. Dalam setiap tindakan kebaikan yang dilakukan, baik yang besar maupun yang kecil, tersimpan potensi besar untuk mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Oleh karena itu, bersedekah bukanlah sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk pengabdian dan penghormatan kepada nilai-nilai agama yang mulia.
Sejak Mulai Kapan Anak Diajarkan BersedekahÂ
Dalam menanggapi pertanyaan tentang kapan seorang Muslim mulai belajar bersedekah, kita bisa melihat bagaimana orang tua secara halus dan penuh kasih mengajarkan nilai-nilai ini kepada anak-anak mereka. Bahkan, proses pembelajaran ini dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya.
Sebagai contoh, seorang ibu yang lucu dan penyayang mungkin akan mengajarkan anak yang masih dalam kandungan untuk bersedekah. Mungkin ketika ia pulang dari salat, ia akan berbisik kepada janin yang ada dalam kandungannya, "Anakku, ibu bersedekah untukmu. Meskipun kamu belum lahir, kamu pasti akan mendengar dan merasakan kasih sayang ibumu. Bersedekahlah untuk tetangga, untukmu sendiri, dan untuk anak-anakmu kelak."
Sementara itu, seorang ayah juga bisa mengajarkan anaknya tentang bersedekah dengan cara yang kreatif. Misalnya, ia memberikan sejumlah uang kecil kepada bayinya untuk diserahkan kepada orang yang menyapanya, atau memberikan selembar uang kepada bayinya untuk dimasukkan ke dalam kotak infaq di masjid. Dengan cara ini, tangan kecil sang bayi pun turut berpartisipasi dalam berbagi rezeki kepada fakir miskin.
Dengan pendekatan yang lembut dan penuh cinta seperti ini, nilai-nilai bersedekah dan berbagi akan tertanam dalam diri anak sejak usia dini. Ini adalah langkah awal yang penting dalam membentuk karakter dan kepribadian yang baik, serta mengajarkan anak tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama dan penghargaan terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
Dengan pembiasaan seperti itu, tidaklah mengherankan jika seorang anak Muslim yang belum baligh dengan mudahnya berbagi makanannya dengan teman-temannya, atau dengan tulus menyerahkan apa yang dimilikinya kepada orang lain. Bahkan, kebiasaan yang dibentuk sejak dini ini dapat menjadi fondasi kuat bagi sikap dermawan dan kepedulian anak ketika dewasa nanti.
Meskipun dalam ajaran Islam seorang bayi, balita, atau anak yang belum baligh dan belum memiliki akal belum diwajibkan untuk bersedekah, berinfak, atau berwakaf, bahkan salat pun belum menjadi kewajiban bagi mereka. Namun, kebiasaan yang ditanamkan sejak dini, mulai dari dalam kandungan hingga masa kanak-kanak, untuk berbagi dan peduli kepada sesama, akan membentuk karakter yang kuat dan jiwa yang penuh dengan solidaritas di dalamnya.