Di Padang kota tercinta yang terkenang,
Kisah tak terlupakan terpatri di sanubari.
Cuaca ekstrem, gemuruh tak terkendali,
Cerminan dari abai, kolektif yang terdiam.
Hujan deras mengguyur, sungai meluap membanjiri,
Kota Padang terdiam, di bawah langit yang muram.
Di balik jendela, derap hujan menggema,
Mengingatkan akan kelalaian, akan masa lalu yang terabaikan.
Angin kencang melanda, genting-genting berdentang,
Pohon-pohon bergoyang, tanah diguncang kekuatan alam.
Namun, di sela-sela gemuruh, bisu ada keheningan,
Pengingat akan kelalaian, akan kewaspadaan yang terabaikan.
Di tengah kota yang riuh, kehidupan berjalan,
Namun di sudut-sudut gelap, kesadaran muncul melawan.
Cuaca ekstrem menjadi cermin, memantulkan keabaian,
Akan tindakan kolektif, akan kepedulian yang terlupakan.
Padang kota yang tegar, dalam gemuruh dan hening,
Menyimpan kisah lalu, menatap masa depan yang menggema.
Cuaca ekstrem mengingatkan, bahwa kita adalah satu,
Dalam perjalanan menuju kesadaran, dalam jejak yang tertinggal.
Padang, 8 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H