Nilai ekonomi karbon, yaitu kebijakan yang memberikan insentif atau disincentif ekonomi terkait dengan emisi gas rumah kaca, seperti pajak karbon, perdagangan emisi, atau pembayaran jasa lingkungan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Tanggapan terhadap Presentasi Prof. Fredolin Tangang
Setelah mendengar paparan Prof. Fredolin Tangang yang berasal dari Sabah ini, saya mendapat wawasan tambahan, sebenarnya teknik elektro sangat dekat dengan kajian perubahan iklim.Â
Di bidang kajian saya misalnya, teknik tegangan tinggi merupakan bagian dari penyaluran energi listrik dalam skala besar dan juga kajian terkai dengan awan dan badai petir. Aktifitas petir juga tidak terlepas dari perubahan iklim dan suhu bumi serta pergerakan tanah.
Kegiatan yang membahas tentang hubungan antara teknik elektro dan perubahan iklim Sebenarnya sangat erat, menarik dan bisa membuka wawasan baru. Selama ini, banyak orang yang menganggap bahwa perubahan iklim adalah isu yang jauh dari bidang keilmuan mereka, termasuk teknik elektro. Namun, kenyataannya tidak demikian.
Paparan Prof. Fredolin Tangang menunjukkan bahwa teknik elektro memiliki hubungan yang erat dengan perubahan iklim. Salah satu contohnya adalah dalam pembangunan saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) untuk penyaluran energi listrik dalam skala besar.
Pembangunan SUTT secara masif, terutama di wilayah hutan belantara, dapat menimbulkan beberapa dampak terhadap perubahan iklim, di antaranya:
1. Deforestasi
Pembangunan SUTT memerlukan akses yang memadai untuk pembangunan menara transmisi. Hal ini sering kali menyebabkan pembukaan hutan, baik untuk pembangunan jalan maupun untuk mendirikan menara transmisi. Deforestasi dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti deforestasi menyebabkan hilangnya hutan, sehingga emisi karbon di atmosfer akan meningkat.Selanjutnya deforestasi bisa menyebabkan perubahan iklim mikro, seperti peningkatan suhu dan perubahan pola hujan. Yang terakhir bisa juga menyebabkan hilangnya habitat dan penurunan keanekaragaman hayati.
2. Fragmentasi Habitat
Pembangunan SUTT dapat menyebabkan fragmentasi habitat, yaitu terpecahnya habitat alami menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Fragmentasi habitat dapat berakibat fatal bagi spesies flora dan fauna, di antaranya menyebabkan penurunan populasi spesies karena terpisahnya habitat dan sumber makanan, serta meningkatkan risiko kepunahan spesies karena populasi yang terfragmentasi lebih rentan terhadap penyakit, predator, dan perubahan lingkungan.
3. Gangguan Aliran Air