Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cawe-cawe Mr. Presiden: Skandal atau Strategi? (Bagian 2)

5 Februari 2024   10:45 Diperbarui: 5 Februari 2024   10:49 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i0.wp.com/www.murphysmultiverse.com/

Hujan deras mengguyur bumi, membasahi jalanan yang sunyi di tengah malam. Cahaya lampu jalan yang redup hanya menyisakan bayangan samar-samar di sepanjang jalan. Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Hamdi duduk di sudut ruangan, menatap layar ponselnya dengan serius. Suara hujan yang berdentang di atap kafe menciptakan latar belakang yang cocok untuk kegelapan pikirannya yang kian mendalam.

Informasi yang diterimanya dari temannya masih menghantui pikirannya. Para guru besar dari berbagai perguruan tinggi di seluruh negeri telah menegaskan sikap mereka yang tegas terhadap cawe-cawe Mr. Wanomo. Mereka mengecam tindakan Mr. Wanomo yang dinilai telah melanggar segala norma, baik etika, hukum, maupun demokrasi, dengan mendukung anaknya sebagai calon wakil presiden di samping Mr. Purli. Hamdi memandang serius kata-kata tersebut, mencerna setiap kalimat dengan cermat.

Namun, tidak hanya itu yang membuat Hamdi gelisah. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sesuatu yang membuatnya tak bisa lelap dalam tidurnya. Data dan video yang ia miliki tentang dukungan yang diberikan Mr. Wanomo kepada Gigi, putranya, terus bergelut dalam benaknya. Ada benang merah yang mengaitkan informasi itu dengan pernyataan sikap para guru besar tadi. Tapi apa? Itu yang menjadi pertanyaan besar yang kini menghantui Hamdi.

Dengan langkah hati-hati, Hamdi menyeruput kopi hitamnya, mencoba mengusir rasa kantuk yang mulai menghampirinya. Di keheningan malam, pikirannya melayang-layang, berusaha menghubungkan setiap potongan informasi yang ia miliki. Ada teka-teki besar yang harus dipecahkan, dan Hamdi merasa terpanggil untuk menjawabnya.

Kemudian, sebuah ide menyeruak dalam benaknya. Mengapa tidak mencoba menggali lebih dalam? Mengapa tidak mencoba memahami lebih dalam alasan, tujuan, dan dampak dari pernyataan sikap para guru besar tersebut? Ya, itulah langkah yang harus diambilnya. Keesokan harinya, Hamdi akan memulai perjalanan pencarian kebenaran yang mungkin akan mengubah segalanya.

*****

Matahari terbit dengan gemilang, menyinari kota dengan sinar hangatnya. Hamdi berjalan dengan mantap di trotoar yang ramai, menuju kampus tempat Prof. Dr. Budi, salah satu guru besar yang terlibat dalam pernyataan sikap tersebut, mengajar. Di matanya, masih terbayang wajah serius Prof. Budi ketika ia membaca pernyataan sikap itu dalam pikirannya semalam.

Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu jauh, Hamdi tiba di kampus itu. Bangunan megah kampus menantangnya dengan kokohnya. Dengan langkah mantap, Hamdi masuk ke dalam gedung yang dipenuhi dengan kegiatan akademis. Ia menuju ruang dosen tempat Prof. Budi biasanya mengajar.

Dengan hati yang berdebar-debar, Hamdi mengetuk pintu ruangan Prof. Budi. "Silakan masuk," seruan hangat terdengar dari dalam. Hamdi memasuki ruangan dengan hati-hati, menemukan Prof. Budi yang duduk di meja kerjanya, sibuk dengan stapler dan dokumen-dokumen yang tersebar di atasnya.

"Selamat pagi, Prof. Budi. Saya Hamdi, seorang jurnalis dari media XYZ. Saya ingin mewawancarai Anda mengenai pernyataan sikap yang Anda dan para guru besar lainnya keluarkan baru-baru ini," ujar Hamdi dengan sopan.

Prof. Budi mengangkat kepalanya, menatap Hamdi dengan penuh perhatian. "Selamat pagi, Hamdi. Tentu saja, saya siap menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda. Silakan duduk," jawabnya ramah sambil menggeser kursi di sebelahnya agar Hamdi bisa duduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun