Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

EBT, Tambang Ilegal dan Kepemilikan Lahan Super Jumbo

27 Januari 2024   22:33 Diperbarui: 27 Januari 2024   22:34 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Energi baru terbarukan (EBT) adalah energi yang bersumber dari sumber daya alam yang dapat diperbarui, seperti matahari, angin, air, panas bumi, dan biomassa. EBT memiliki banyak manfaat, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan energi yang bersih dan berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, dan beragam, dengan nilai total energi mencapai 3.686 Gigawatt (Gw). Potensi-potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor EBT antara lain tenaga surya, hidro, bioenergi, energi angin, panas bumi, laut, hingga tenaga nuklir2. Indonesia juga memiliki komitmen untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025, dan net zero emission pada tahun 2060.

Namun, pengembangan EBT di Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan dan hambatan, salah satunya adalah praktik tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo oleh individu dan korporasi. Tambang ilegal adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Kepemilikan lahan super jumbo adalah kepemilikan lahan yang melebihi batas maksimal yang ditentukan oleh undang-undang, baik oleh individu maupun korporasi.

Praktik tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo oleh individu dan korporasi dapat menjadi ancaman terhadap pengembangan EBT, karena mengurangi ketersediaan lahan untuk pengembangan EBT, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi EBT yang tinggi, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Lahan-lahan tersebut seringkali diklaim sebagai milik pribadi atau korporasi, baik secara legal maupun ilegal, tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Menimbulkan konflik lahan dan hutan, baik antara pemilik lahan dan masyarakat sekitar, maupun antara pemilik lahan dan pemerintah. Konflik lahan dan hutan dapat mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi dan marginalisasi masyarakat adat, meningkatkan divisi sosial di dalam masyarakat, serta menimbulkan kerusakan lingkungan, kebakaran hutan, dan pencemaran air.

Menghambat investasi dan insentif untuk pengembangan EBT, baik dari sisi pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat sipil. Investasi dan insentif untuk pengembangan EBT seringkali tidak kompetitif dengan tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo, yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi, meskipun merugikan secara sosial dan lingkungan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi ancaman tersebut, antara lain Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo, baik melalui sanksi pidana, perdata, maupun administratif, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, transparan, dan akuntabel, serta melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan masyarakat.

Berikutnya adalah meningkatkan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat atas tanah, hutan, sumber daya alam, dan identitas budaya, sesuai dengan konstitusi dan hukum nasional, serta instrumen internasional, seperti Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Hak-hak masyarakat adat harus dihormati dan dilindungi dari praktik tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo oleh individu dan korporasi.

Yang terakhir adalah meningkatkan dukungan dan fasilitas bagi pengembangan EBT, baik dari sisi pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat sipil, seperti perizinan, pembiayaan, teknologi, infrastruktur, SDM, dan bimbingan. Dukungan dan fasilitas ini harus diberikan secara adil, merata, dan berkelanjutan, serta memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Tambang ilegal dan kepemilikan lahan super jumbo oleh individu dan korporasi adalah ancaman terhadap pengembangan EBT di Indonesia. Pengembangan EBT dapat memberikan manfaat bagi Indonesia, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan energi yang bersih dan berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun