Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Baliho Politik: Media Promosi atau Pencitraan Belaka?

25 Januari 2024   06:55 Diperbarui: 25 Januari 2024   07:02 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar 

Baliho politik, seiring berjalannya waktu, telah menjadi simbol kampanye politik di berbagai tempat di Indonesia. Meskipun seolah menjadi media promosi diri para politikus, pertanyaan mendasar pun muncul: apakah baliho politik ini sungguh memberikan manfaat positif bagi rakyat atau malah menjadi sumber kekecewaan dan ketidakpuasan di tengah masyarakat?

Baru-baru ini, pengalaman pribadi membawa saya berjalan-jalan ke kota Padang, menelusuri keindahan tempat wisata. Namun, kenyataannya di jalan Siti Nurbaya, harapan untuk menikmati alam yang damai terhempas oleh keberadaan baliho dan spanduk politik. Dengan brutal, wajah dan slogan politikus yang akan berlaga di Pilpres 2024 tersebar di sepanjang perjalanan. Rasa terganggu dan kesal menyelinap begitu saja. Saya bertanya, apakah baliho ini benar-benar menghargai konteks sosial dan keindahan kota? Apakah baliho ini mencerminkan visi, misi, dan kinerja politikus yang diwakilinya?

Pandangan ini bukan hanya milik saya. Banyak orang merasakan hal serupa, mengecam baliho politik yang meraja-lela di berbagai daerah di Indonesia. Masyarakat menilai bahwa baliho ini tidak sensitif terhadap situasi krisis pandemi Covid-19, tidak menawarkan solusi nyata, dan hanya menonjolkan ambisi politikus. Kreativitas dan inovasi dalam menyampaikan pesan dan program politikus juga diragukan, sehingga dialog dan diskusi publik terbengkalai.

Pendapat pengamat

Pengamat politik pun memberikan perspektif yang menarik. Baliho politik dapat menciptakan dampak negatif pada citra dan elektabilitas politikus. Alih-alih meningkatkan popularitas, pemasangan baliho bisa menurunkan kepercayaan dan simpati publik, bahkan memicu konflik dan pelanggaran hukum.

Dalam pandangan Dr. Ani Susanti, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, baliho politik di Indonesia seringkali menjadi alat utama dalam membangun citra politik. Namun, efektivitasnya sangat dipertanyakan. "Baliho menjadi simbol visual yang seringkali kurang mendalam dalam menyampaikan program dan gagasan calon politik. Masyarakat perlu lebih terlibat dalam dialog substantif," ungkapnya.

Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Riset dan Pengembangan Komunikasi Politik (LRC-Polcomm), sekitar 70% responden menganggap bahwa baliho politik kurang memberikan pemahaman yang cukup terhadap program dan visi misi politikus. Sebanyak 80% responden juga menyatakan bahwa baliho politik cenderung menciptakan nuansa persaingan yang ketat dan kurangnya kedewasaan politik dalam berkompetisi.

Dari perspektif keberlanjutan lingkungan, Dr. Iwan Santosa, pakar lingkungan hidup, menegaskan bahwa pemasangan baliho politik yang massif dapat berdampak negatif pada lingkungan. "Banyak baliho yang terbuat dari bahan plastik sulit terurai, dan ini dapat mencemari lingkungan setempat. Selain itu, baliho yang terpasang secara berlebihan dapat merusak estetika kota dan mengganggu ekosistem alam," jelasnya.

Perlu perubahan paradigma

Oleh karena itu, perlu ada perubahan paradigma dalam pemasangan baliho politik. Politikus harus lebih bijak dalam memilih media kampanye yang tidak hanya menciptakan visual menarik tetapi juga memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat. Upaya untuk mendorong debat dan dialog publik perlu diintensifkan, sehingga pemilih dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang lebih substansial.

Baliho politik seharusnya tidak hanya menjadi media cetak visual semata, tetapi menjadi pintu gerbang bagi politikus untuk berkomunikasi secara lebih efektif dan mendalam dengan masyarakat. Dengan perubahan ini, diharapkan politikus dapat membangun citra yang lebih positif, meningkatkan elektabilitas, dan memberikan dampak positif pada proses demokrasi di Indonesia. Semua pihak harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun