SEJARAH ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
 Jika membahas mengenai sejarah munculnya Ilmu Hubungan Internasional, kita tidak mampu melepaskan pembahasan mengenai sejarah sistem negara, hukum internasional serta sejarah diplomatik yang ada. Karena semangat membentuk disiplin ilmu hubungan internasional ini adalah berangkat dari keinginan untuk membuat sebuah sistem negara internasional. Menurut Barat perkembangan ilmu hubungan internasional ini berkembang dari zaman ke zaman. Mulai dari Era Yunani Kuno hingga Perang Dunia I dan seterusnya. Hubungan Internasional di Era Yunani Kuno Seperti yang dikatakan oleh KarenA itu, memahami peristiwa dan kecenderungan dimasa lalu, sangat penting dalam memahami konsep-konsep dalam ilmu ini, terutama bagi para ilmuwan dan tenaga pelajar didalamnya. Terdapat beberapa konsep inti dalam bidang studi hubungan Internasional ini, seperti negara-bangsa, kedaulatan, power of balance, power, kepentingan nasional dll. konsep-konsep tersebut dapat dikembangkan dan terbentuk dari perjalanan sejarah.
Sementara bagi para praktisi, pemahaman berpola seperti ini sangat berguna sebagai pola dan preseden untuk memandu sebuah keputusan dimasa kini. Dalam hal ini Karen menganggap bahwa kajian terhadap sejarah ilmu ini sangatlah penting. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, istilah internasional pertama kali diperkenalkan oleh Jeremy Bentham pada akhir abad ke-18. Selain itu dalam bahasa latin dikenal kata "intergentes" yang digunakan oleh Rijchare Zauce sekitar satu abad sebelumnya. Kedua kata tersebut digunakan dalam salah satu cabang ilmu hukum, yang disebut hukum negara. Yang kemudian berkembang menjadi hukum internasional. Namun sejatinya, istilah hukum internasional sudah dikenal jauh sebelum dikenalkan oleh Jeremy. Karena pada masa Yunani Kuno telah terjadi hubungan antar negara dan negara. Maka istilah hubungan internasional jika dipahami sebagai interaksi antar unit politik atau masyarakat, sejatinya telah ada sejak zaman Yunani Kuno tersebut, sekitar 500 tahun SM. Jika menelaah kepada sejarah yang dituliskan Barat dalam membentuk ilmu hubungan internasional ini, dapat terlihat bahwa mereka tidak mampu secara gamblang berbicara mengenai asal-usul ilmu tersebut. Banyak versi yang kemudian membuat rumit dalam mencari akar sejarah perkembangan ilmu ini. Berbicara mengenai ilmu ini, kita tidak akan terlepas dari aspek sistem negara. Dari aspek sistem negara paling tidak akan berinteraksi langsung pada 5 hal, yaitu keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk itu diperlukan sebuah kerangka ilmu khusus yang mengaturnya. Kelima hal tersebut adalah hal yang cukup fundamental dalam kewajiban sebuah negara.
Negara dan sistem negara merupakan bentuk dasar kehidupan politik modern, namun anggapan bahwa negara dan sistemnya akan selalu hadir adalah salah menurut Barat. Kedua hal tersebut tidaklah hadir karena pemberian Tuhan atau takdir-Nya bahkan bukan dari ketentuan alam. Menurut mereka sistem negara adalah dibentuk oleh masyarakat dan sistem negara merupakan organisasi sosial. Dari pernyataan diatas, dapat terlihat bahwa lewat asal usul dari munculnya sistem negara sebagai landasan berdirinya disiplin ilmu ini diawali dengan pandangan sekular dimana tidak ada peran Tuhan dalam kehidupan bernegara. Hal ini jelas bertentangan dengan sudut pandang Islam, dimana Allah sebagai Tuhan telah menurunkan Al-qur'an sebagai kita suci pedoman bagi seluruh aspek kehidupan. Seperti yang disebutkan oleh Jamil Farooqui : The Qur'an is a book of guidance revealed by Allah (Swt) to the last Prophet Muhammad (Saw) for the wellbeing of humankind. It proclaims fundamental truths that enable between us to comprehend the absolute reality, the world, human existence and the relations among these entities. Hal ini diperjelas oleh seorang tokoh : The Qur'an gives an exposition of universal truths about God, the world, the individual soul, good and evil, life and after death, human origin and destiny, truth and error, space and time, permanence and change.Â
Menurut Barat secara garis sempit, dapat dikatakan bahwa sistem hubungan internasional telah tumbuh sejak era Yunani Kuno. Kaarbo dan Lee Ray menyebut bahwa sistem hubungan internasional tersebut sebagai cikal bakal sistem negara modern, karena beberapa negara-kota saat itu sudah berhubungan satu sama lain, dalam banyak hal mirip seperti hubungan antarnegara di era modern. Seperti halnya dalam buku "Peloponnesian War" karya Thucydides menyatakan bahwa contoh dari hubungan internasional di Era Modern adalah beberapa kota mengorbankan perang satu sama lain, membentuk aliansi, menegoisasikan perjanjian damai dan melakukan hubungan perdagangan. Jika melihat ke era kuno, hubungan internasional dalam bentuk yang sederhana dan dalam arti sempit juga telah berlangsung di daratan China. Karena China pada saat itu terdiri dari berbagai negara otonom yang relatif terpisah satu dan lainnya. Namun perlu menjadi catatan meski hubungan internasional dalam bentuk sederhana telah terjadi dibeberapa negara di dunia, secara literatur pembahasan mengenai hal ini sering dikaitkan dengan sejarah Eropa. Sebab itu jika kita mempertanyakan pada permasalahan hubungan internasional maka hampir selalu diarahkan kepada era Romawi Kuno (200 SM-500 M).Â
Dalam hal ini kejayaan kekaisaran Romawi (200-500 SM) pascaruntuhnya model city-states Yunani Kuno menandai tumbuhnya tata hubungan international baru bersistem imperium. Namun dalam hubungan internasional periode imperium ini tidak banyak aktifitas yang terjadi antara kekaisaran satu dan lainnya, karena faktor teknologi yang belum berkembang pesat seperti sekarang ini. Kemudian belum tercipta pula sistem untuk hak berdaulat, sehingga kekuasaan berpengaruh kepada siapa yang kuat dalam kekaisaran tersebut, karena tidak ada hak bagi suatu kekaisaran untuk hidup sebagai unit politik independen. Sejarah terkait hubungan internasional masih terus berlanjut hingga power kekaisaran Romawi mulai melemah dan ketika itu Eropa masuk kedalam tahap baru sebagai "Abad Pertengahan". Saat itu Eropa diatur oleh unit-unit feudal kecil, kekuasaan kebangsawanan dan sejumlah monarki lainnya yang memiliki ikatan kepada takhta suci Roma. Saat itu gereja Katolik muncul sebagai otoritas keagamaan dan berfungsi untuk mencegah monarki dan independensi. Namun hal ini kemudian menuai protes yang berujung pada perlawanan dari beberapa negara seperti Italia Utara, Firense dan Milan. Mereka mulai mengatur otoritas mereka dan daerah mereka sendiri tanpa ada otoritas yang lebih tinggi lagi. Era ini disebut sebagai abad Renaissance. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan perseteruan antara Katolik dan Protestan yang kemudian pecah menjadi perang yang diklaim terlama dan konflik paling destruktif dalam sejarah Eropa, yaitu Thirty Years War (1618-1648).Â
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa semangat membangun ilmu ini di Barat tidak lepas dari bentuk pencarian kekuasaan, sehingga mereka tidak menemukan konsep yang begitu jelas didalamnya. Hubungan internasional setelah Westphalia Melalui penjelasan sejarah sebelumnya, setelah terjadinya perang panjang di Eropa, muncullah sebuah konsep negara berkedaulatan dari Perdamaian Westphalia yang ditandatangi pada 1648. Perjanjian tersebut dianggap sebagai pemisah antara era Eropa abad pertengahan dan Eropa Modern dimana negara-negara dianggap memiliki hak berdaulat. Hal ini didasari dari pengalaman buruk lewat perang berkepanjangan yag dialami Eropa kala itu, sehingga para sarjana hukum menyimpulkan kebutuhan akan suatu konsep kedaulatan. Setelah munculnya perdamaian tersebut susunan masyrakat internasional tidak lagi berdasarkan pada imperium ataupun gereja melainkan pada negara-negara nasional.Â
Hubungan Internasional setelah Perang Dunia Awal abad ke-20 muncul sejumlah perkembangan yang mengancam kelangsungan sistem hubungan internasional di Eropa. Yang paling utama adalah perkembangan tiga negara di tiga benua yang berbeda. Kemudian setelah itu, pasca melemahnya kekaisaran Ottoman di Turki, timbul beberapa aliansi-aliansi yang akhirnya karena dipicu terbunuhnya putra mahkota Austria (Franz Ferdinad) dan istrinya pada 28 Juni 1914, terjadilah perang besar yang kemudian disebut perang dunia I. Perang tersebut pada akhirnya Pada 11 November 1918 secara de facto, Perang Dunia I dinyatakan berakhir dengan ditandatanginya gencatan senjata dan perjanjian Versailles 1919.Â
Setelah perang ini, salah seorang presiden Amerika bernama Woodrow Wilson memberikan usulan dengan mendirikan Liga Bangsa Bangsa, dengan tujuan agar tidak lagi terjadi peperangan. Namun dengan segala kekurangannya hal tersebut tidak berjalan semestinya. Justru tidakterimaan dan kepuasaan Jerman atas hasil di Perang Dunia I, membuat mereka mengumpulkan kekuatan. Sementara disisi lainnya Rusia berhasil dengan Revolusi Bolshevik 1917 kemudian memperkuat dirinya menjadi Imperium komunisme yang ekspansif. Perkembangan negara-negara selain kedua negara tersebut cukup pesat, baik di Asia maupun Eropa. Akhirnya pecahlah sebuah perang karena sistem hubungan internasional kala itu tak menentu arahnya, yang disebut dengan Perang Dunia II. Berakhirnya perang tersebut kemudian menjadikan terbentuknya sistem hubungan internasional yang baru, mulai dari haluan politik, struktur sosial dan sistem internasional.Â
Demikianlah perjalanan hubungan internasional, yang masih terus berkelanjutan hingga munculnya perang dingin antara Timur-Barat yang secara resmi berakhir pada 19 November 1990. Lalu terdapat banyak sekali dampak yang terjadi bagi hubungan internasional kontemporer setelah perang tersebut. Seperti yang disebut oleh Francis Fukuyama yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya perang ini maka telah terjadi kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal, sehingga masa depan hubungan internasional tidak lagi diwarnai oleh peperangan ideologi. Ia beranggapan bahwa demokrasi liberal adalah titik akhir bentuk kepemerintahan dunia. Berbeda dengan Samuel Huntington, ia beranggapan bahwa setelah perang dingin selesai maka hubungan internasional akan diwarnai dengan bentuk pertarungan baru yang melibatkan beberapa peradaban (The Clash of Civilization). Atau dengan kata lain, perang akan didasari dengan konflik budaya, identitas dan keagamaan.Â
Terakhir isu paling menonjol adalah arah "Globalisasi", menurut Martin Albrow, globalisasi mengacu kepada semua proses dimana orang-orang dari berbagai negara akan disatukan menjadi sebuah masyarakat tunggal,masyarakat global. Jika kita menelaah kepada sejarah Barat dalam merumuskan hubungan internasional ini terdapat bukti bahwa mereka salah dalam memandang hubungan antar manusia dan dunia sebagai tempat hubungan tersebut terjalin. Mereka berpikir sekular dengan menyampingkan campur tangan agama, sehingga segala bentuk solusi yang mereka rencanakan dalam menyongsong kedamaian selalu mengalami ketumpulan. Berbeda dengan Islam, dalam memahami konsep dunia, Islam beranggapan bahwa dunia dibawah kekuasaan Tuhan, tidak ada satu hal pun yang terjadi kecuali atas kehendaknya. Begitupun jika kita mencari solusi atau akar permasalahan, maka tujuan dan jawabannya bukan malah meninggalkan pemiliki dari dunia tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Mohammad Yusof Husain : "The entire world is under His full control. Every object works and functions according to His will, and every event occurs by His order. "