Mohon tunggu...
Aulia Anggraini
Aulia Anggraini Mohon Tunggu... Model - IR STUDENT

Targib Tarhib :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Power Perspektif Realisme dan Kritik Islam di Dalamnya

21 Oktober 2019   14:43 Diperbarui: 21 Oktober 2019   14:59 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Realisme yang menganggap bahwa tujuan berpoitik yang hanya mencari kekuatan sebagai kunci membuat suatu keputusan agar dapat berkuasa didalam hubungan antar negara telah jauh melenceng dari definisi hubungan antar negara dalam sudut pandang Islam. Menaruh kekuasaan tertinggi pada mereka yang memiliki kekuatan adalah hal yang harus ditolak dari pandangan realisme ini.

Seperti apa yang dikatakan Waltz diatas, bahwa realisme memandang politik sebagai sebuah alat yang berujung pada pencarian kekuatan atas dasar ingin berkuasa dan menguasai negara lainnya. Sedangkan dalam Islam, hubungan antar umat tidaklah bebas baik aturan ataupun nilai, bukan sekedar pencarian kekuasaan, namun memandang kemashlahatan bersama menjadi tujuan utama suatu tindakan dan keputusan.

Kekuasaan tertinggi dalam Islam adalah Kuasa Tuhan Allah Swt. inilah yang kemudian disebut sebagai sistem Teokrasi (Pemerintahan Tuhan). Dimana Allah sebagai Penguasa yang hakiki bagi alam semesta ini dan seluruh aturan yang tercipta harus berdasarkan pada aturan-Nya yang tinggi dan abadi.  Namun pemberian kuasa didunia secara real seperti anggapan realisme tidaklah ditolak seluruhnya, Allah Swt. pun telah memberikan kuasa bagi manusia dalam mengemban amanat sebagai Khalifah dimuka bumi ini, dan memberikan kekuasaan sementara demi terciptanya keteraturan didunia.
   
Selanjutnya, Kepercayaan Barat bahwa sebuah kedamaian dan jalan menujunya adalah dihasilkan oleh manusia yang merumuskan, hal ini harus ditolak karena berbeda dengan Islam yang menganggap segala sumber ilmu, keputusan manusia harus berdasarkan pada aspek Ketuhanan seperti yang telah dikutip dari penjelasan sebelumnya. Allah sebagai Tuhan telah menurunkan Al-qur'an sebagai kita suci pedoman bagi seluruh aspek kehidupan. Seperti yang disebutkan oleh Jamil Farooqui :

The Qur'an is a book of guidance revealed by Allah (Swt) to the last Prophet Muhammad (Saw) for the wellbeing of humankind. It proclaims fundamental truths that enable between us to comprehend the absolute reality, the world, human existence and the relations among these entities.  

Kekuasaan memang adalah hal yang harus ada dalam sebuah kepemimpinan, namun jika memaknai kekuasaan sebagai tujuan utama itu tidaklah sesuai dengan pandangan Islam mengenainya. Karena seorang pemimpin bukan berkuasa untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan dirinya saja atau kelompok tertentu didalam kubunya melainkan ia harus memperhatikan kesejahteraan dan mashlahat umatnya secara menyeluruh.

Dalam hal ini Farabi memberikan prinsip pemimpin yang ideal, seperti anggota badan yang sempurna, pemahaman dan daya hapalan yang baik, memiliki intelektual yang tinggi, pandai mengemukakan pendapat, mencintai pendidikan dan tidak loba dengan makanan, uang ataupun wanita, mencintai kebenaran membenci kebohongan, berjiwa besar untuk kemuliaan, tidak mementingkan kekayaan melainkan kesejahteraan umat, cinta keadilan dan memberantas kezaliman, memilili ketanggapan dalam menyikapi masalah dan menolak serta menghapus tindak kekejian, kemudian memiliki pendirian yang benar dan kuat.

Melalui pandangan Al-Farabi ini dapat terlihat bahwa kekuasaan dalam tujuan pencarian kekuataan tidaklah dibenarkan dan jauh dari cita-cita kedamaian. Hal itu justru akan menjadikan kekuasaan disalahgunakan dan diperebutkan secara tidak sehat, maka Islam telah memberikan konsep kunci dalam memaknai kekuatan dan kekuasan yang memang harus dimiliki oleh seorang pemimpin negara namun bukan merupakan kekuasaan tertinggi yang terlepas dari moral dan agama seperti pendapat Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun