Setiap anak memiliki keistimewaan tersendiri karena pada dasarnya setiap anak tentu berbeda. Anak yang memiliki kemampuan kognitif dibawah rata-rata normal tidak dapat disebut sebagai penyandang disabilitas atau kelainan cacat, melainkan disebut dengan slow learner atau lamban belajar. Anak slow learner dapat dikategorikan borderline intelligence dengan skor IQ (70-89) dalam skor tes Wechsler Intelligence Scale for Children. Anak slow learner merupakan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal, satu level diatas tunagrahita, tetapi tidak dianggap mengalami keterbelakangan mental. Rendahnya potensi intelektual slow learner ini menyebabkan gangguan konsentrasi, daya ingat buruk, masalah kognitif, dan sosial emosional. Beberapa penelitian menyatakan metode Contextual Teaching and Learning cukup membantu pembelajaran anak slow learner, tetapi guru perlu memperhatikan aspek-aspek lain yang lebih penting untuk menunjang proses pembelajaran anak slow learner itu sendiri.
Karakteristik anak slow learner:
1) Anak membutuhkan waktu lebih lama dan berulang dalam menguasai materi pembelajaran
2) Memiliki daya ingat yang rendah dalam pembelajaran
3) Anak perlu deskripsi menggunakan berbagai cara dan media yang menarik untuk memahami materi pembelajaran
4) Prestasi akademik selalu rendah
5) Sering terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dibandingkan teman seuisanya
6) Lebih senang bergaul dengan anak yang berusia dibawahnya
7) Anak slow learner biasanya menunjukkan emosi yang kurang terkendali
Anak slow learner mengalami permasalahan kognitif yang mempengaruhi kemampuan konsentrasi dan menyebabkan kesulitan dalam mengkoordinasikan kemampuan berpikir, penalaran, dan pemahaman. Secara akademik, anak slow learner lambat dalam menyerap pelajaran terutama pada kemampuan bahasa, angka, dan konsep karena keterbatasan kognitif.