Mohon tunggu...
Aulia Ahadsa
Aulia Ahadsa Mohon Tunggu... Freelancer - Yakin sama Allah

Tidak pernah kau temui manusia yang sempurna sesuai dengan maumu, yang ada hanyalah saling menerima dan memahami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Santri Masuk Desa

9 Maret 2015   11:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

p { margin-bottom: 0.25cm; line-height: 120%; }

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya selama Santri Masuk Desa (SMD).

Kami berangkat dari PPIT Ihsanul Fikri pukul 09.00 setelah mendapat pengarahan dari panitia SMD. Seusai menaikkan barang – barang ke dalam truk kami berangkat dengan suka cita. Kebetulan saya menaiki truk 2 yang tak terlalu dipadati peserta , hanya tiga kelompok saja. Saat tiba di depan galeri di sepanjang jalan Mungkid-Borobudur saya dan beberapa peserta bercerita tentang misteri galeri tersebeut yang sudah beberapa kali digunakan sebagai tempat “uji nyali”. Udara dingin mulai merasuki tubuh saat memasuki kawasan Sawangan , sekitar daerah Ketep Pass. Dari sana kami bisa menatap luas ke bawah dan memandang luasnya Magelang dari atas. Kami juga menyanyikan beberapa agu agar suasana tidak “garing”. Sesekali kami menyambut lambaian tangan dari anak-anak yang baru istirahat di depan sekolah atau orang tua yang sedang menggarap ladang mereka. Hingga tibalah kami ke Pondok Pesantren Merapi-Merbabu yang menjadi camp kami. Pondok itu tidak terlalu besar, namun sangat bersih. Dengan segera kami mencari ruang kosong yang akan kami gunakan untuk tidur. Tak berselang lama adzan dzuhur pun berkumandang , kami segera melakukan sholat dzuhur berjamaah. Ada beberapa warga yang mulai berdatangan , katanya beliau adalah tuan rumah yang akan kami tiinggali nanti.Beliau terlihat begitu ramah dan senang dengan kehadiran kami. Kami terbagi atas tiga dusun , yaitu Windusajan, Panggungan, dan yang paling jauh adalah Pluntungan.Nah, saya mendapat bagian di desa yang terjauh ini. Setelah pukul 14.00 udara yang tadinya sejuh mendadak berubah menjadi luar biasa dinginnya.Ada beberapa peserta yang memilih tidur dan sebagian lainnya memakai baju hangat. Keesokan hrinya kami berangkat sekitar pukul 07.00 seusai melakukan senam dan makan pagi bersama di halaman. Jalan yang kami lalui sangat menakjubkan , diawali dengan turunan , tikungan lalu tanjakkan. Semoga bernilai ibadah.... Perhatian kami terpusat pada ruma sedaerhana yang di depannya tertanam pohon rambutan dan banyak bahan bangunan berserakan di bawahnya. Itulah rumah yang akan kami tinggali selama beberapa hari. Pemilik rumah itu bernama Pak Kipu dan Bu Par yang nampaknya belum mulai melakukan aktfitas, mungkin karena suhu udaranya juga masih dingin. Pak Kipu mengaku hanya sekedar buruh yang serabutan dalam kesehariannya , maka dari itu sebagian dari kami mencari pekerjaan di tempat lain. Hingga tibalah kami ke rumah Pak Rt dan diminta untuk menyiangi rumput di kaki Gunung Merbabu. Tak disangka jalan yang harus kami lalui lebih sulit ketimbang jalan menuju rumah Pak Kipu. Hari berikutnya kamimulai akrab dengan Bu Par. Kami membantu memanen sawi putih di ladangnya. Saya dan beberapa teman pun memasak sayur kubis untuk makan siang. Namun jangan pikir mudah memasak dengan tungku membutuhkan tenaga ekstra,lho...! Pukul 11.00 kami makan siang dengan menu sederhana tersebut dan kembali ke camp pukul 14.00. Langsung saja saya ceritakan hari terakhir di rumah Pak Kipu. Saya membantu memanen cabai dan memberi makan sapi. Saat adzan dzuhur berkumandang , alangkah terkejutnya saya jika hanya ada satu orang yang menjadi muadzin ,sekaligus imam dan makmum. Sungguh miris melihat masyarakat yang tidak mementingkan agama. Kami juga diminta membersihkan masjid yang sudah lama tak digunakan warga, debu tebalmenunjukkan betapa lamanya masjid tersebut tak digunakan.Kami juga menyempatkan untuk takbir di puncak bukit bersama beberapa teman lain. Tiblah saatnya untuk kembali ke Ihsanul Fikri. Kami bingung untuk mengawali acara berpamitan ini. Kadang kami bingung untuk mencari bahan pembicaraan sebelum menyampaikan intinya.

“Bu, hari ini saya akan kembali ke Pesantren. Kami meminta maaf atas semua kekurangan selama kami di sini.'' “Tinggalah sejenak, Nak ! Saya ini tak memiliki anak. Rasanya baru saja kalian datang meramaikan rumah ini , sekarang semuanya akan kembali seperti semula. Sering-sering main ke sini , ya?'' Dengan haru kami meninggalkan rumah sederhana itu. Sungguh SMD penuh kesan ... Masyarakat desa memang memberikan kasih tulus. Keluguan dan kemurnian hati mereka membuat kesan tersendiri....

aulia khisan ahadsa ,senin 9 maret 2015 /11:21:15......lab kom

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun