Mohon tunggu...
Aulia Agustin
Aulia Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang penasaran akan cara kerja dunia.

Seorang gadis dengan pemikiran matang dan berpikir lebih dalam mengenai cara kerja dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Kewarganegaraan: Benteng Terakhir Melawan Radikalisasi di Era Digital

4 Januari 2025   21:03 Diperbarui: 4 Januari 2025   21:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Radikalisasi adalah kanker sosial yang merambat dengan cepat, menghancurkan fondasi toleransi dan harmoni yang telah kita bangun dengan susah payah. Di Indonesia, ancaman ini kian mengakar, menyusup ke ruang-ruang privat melalui layar gawai yang tak lepas dari genggaman generasi muda. Bagaimana mungkin bangsa ini bertahan jika kita tidak segera bertindak? Jawabannya terletak pada Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), yang selama ini dipandang sebelah mata.

Pendidikan Kewarganegaraan: Pilar yang Diabaikan

PKn bukan sekadar mata pelajaran usang yang berisi hafalan pasal-pasal dan teori demokrasi. Ia adalah benteng pertahanan yang, jika digunakan dengan benar, dapat melawan arus deras ideologi radikal yang semakin menggila. Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa pendidikan ini sering kali gagal menyentuh inti persoalan.

Generasi muda kita dibiarkan buta terhadap ancaman nyata yang datang dari ideologi ekstrem. Mereka dirampas akalnya melalui propaganda canggih yang memanfaatkan algoritma media sosial. Tanpa PKn yang relevan, generasi ini akan menjadi korban empuk radikalisasi, terjebak dalam jebakan manis yang mengarah pada kehancuran.

Kurikulum yang Gagal Merespons Zaman

Saat ini, kurikulum PKn seperti dinosaurus yang terjebak di era digital. Materinya basi, tidak kontekstual, dan jauh dari realitas yang dihadapi siswa. Apakah menghafal Pancasila cukup untuk menghadapi ancaman global? Tidak. Apakah diskusi abstrak tentang demokrasi bisa melawan cuci otak yang sistematis? Mustahil.

PKn harus menjadi medan tempur yang nyata. Siswa harus diajak untuk mendalami bagaimana propaganda radikal bekerja. Mereka perlu diberi keterampilan untuk mendekonstruksi narasi palsu yang mereka temui setiap hari. Studi kasus tentang kelompok radikal, analisis pola propaganda, dan simulasi interaktif adalah cara untuk menghidupkan kembali relevansi PKn.

Guru: Pahlawan atau Penonton?

Guru adalah garis depan dalam perang melawan radikalisasi. Namun, berapa banyak guru yang benar-benar memahami kompleksitas isu ini? Kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif, menyampaikan materi tanpa emosi, tanpa visi.

Pelatihan bagi guru harus menjadi prioritas nasional. Mereka harus dipersenjatai dengan wawasan mendalam tentang ekstremisme dan cara mendeteksinya sejak dini. Guru bukan hanya pendidik; mereka adalah detektif, mediator, dan inspirator. Tanpa guru yang kompeten, PKn hanya akan menjadi ritual tanpa makna.

Kolaborasi atau Kehancuran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun