Mohon tunggu...
Aulia Manaf
Aulia Manaf Mohon Tunggu... -

Terlahir di Pasuruan. Seorang pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Maha Tidak Jelas

24 Mei 2017   07:34 Diperbarui: 24 Mei 2017   14:44 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                    Kepalaku benar-benar seperti mau pecah rasanya. Anakku memang terlahir di Rumah Sakit ini dengan sehat. Dia menangis keras ketika keluar dari rahim ibunya. Semua sehat, organ-organ tubuhnya lengkap. Tak ada keraguan, namun hanya satu yang membuat aku menjadi darah tinggi, kenapa alat kelaminnya tidak jelas? Dokter dan perawat yang menolongnya tak henti mengerutkan alis dan menggelengkan kepala. Berjuta tanda tanya bergelayut dalam otakku. Apa yang sebenarnya terjadi pada anakku? “Semua normal kok, Pak. Tinggal nanti beberapa bulan ke depan dipikirkan lagi. Yang penting, jaga anak Bapak dengan baik”. Aku tahu ,Dokter kandungan itu hanya mendinginkan hatiku yang sepanas bara. Tapi sepertinya kata-kata itu tidak mempan.   

            Tak terbayangkan bagaimana perasaan istriku. Mungkin juga terpuruk menghadapi kenyataan pahit ini. Jawaban apa yang akan kami berikan ketika ada sanak saudara yang bertanya , laki-laki apa perempuan anakmu ? Sungguh aku sangat pusing denganfakta yang ganjil ini.  Beberapa hari berlalu, nampaknya istri lumayan sabar menghadapi masalah ini. Meskipun aku juga tidak yakin akan perasaan istriku. Mungkin saja dia menangis meraung-raung ketika aku di luar saat jam kerja. Kami hanya terdiam beberapa hari, hanya istriku pernah berkata bahwa pasti ada saat yang tepat untuk operasi anak kita. Dan kami pun tersenyum garing ketika  bertanya bersamaan, “Enaknya dia kelamin apa?”. Lalu kami kembali diam. Tidak tahu harus berkata apa lagi, karena memikirkan biaya yang pasti tidak sedikit itu. 

            Apakah anakku ganteng atau cantik? Entahlah, kadang ganteng kadang cantik. Masih untung dia masih bisa berlaku normal seperti anak-anak yang lain. Semua berjalan apa adanya, proses perkembangannya juga normal. Sistem metabolismenya juga seperti manusia normal. Mulai sistem pembuangan pipis dan pengeluaran di anus. Hanya bentuk kelaminnya yang tidak jelas. Laki-laki bukan, perempuan bukan. 

            Beberapa bulan berjalan, orang-orang banyak yang masih bertanya, anakmu perempuan atau laki-laki? Aku hanya bisa menjawab laki-laki, atau kadang aku menjawab perempuan. Asal aku nyeplos saja. Toh tidak ada orang yang tidak percaya, lalu serta merta membuka celana anakku. Sampai suatu saat aku menemukan koran bekas tiga hari yang lalu di sebuah warung makan pinggir jalan. Di sana tertulis bahwa : Apa jadinya jika ada jenis kelamin yang tidak diidentifikasi sebagai laki-laki atau perempuan? Faktanya,itulah yang diberlakukan oleh Jerman sekarang . Negara ini menjadi negara Eropa  pertama yang memungkinkan seorang bayi berjenis kelamin ketiga: X. Sebelumnya,kolom jenis kelamin hanya menyediakan pilihan untuk M (male) dan F (female).Kini ditambah satu kategori lagi, yakni X. Penentuan ini didasarkan pada saat ini ribuan bayi di dunia lahir tanpa hitungan kromosom yang jelas, dan memiliki alat kelamin laki-laki, atau perempuan , atau bahkan campuran keduanya atau interseksual. 

      Aku membaca tulisan itu dengan menahan napas. Karena persis seperti yang aku alami saat ini. Kubaca lagi : Sementara,di bawah aturan hukum Jerman, jenis kelamin anak harus didaftarkan dalam waktu satu minggu setelah lahir. Terdapat pengecualian pada beberapa kasus, namun batas waktu terakhir adalah sebelum anak tersebut mencapai usia puber. Sebelum Jerman, sejumlah negara lain sudah duluan menyediakan kolom ‘X’. Australia sejak 2011, Selandia Baru pada tahun 2012. Di Asia Selatan, Bangladeshmenyediakan gender ‘lain-lain’ dalam kartu identitas sejak 2011. Nepal bahkan sudah mengakui jenis kelamin ketiga pada 2007. Bagaimana dengan di Indonesia? 

            Sementara aku hanya termangu mendapati berita-berita yang tersaji di depan mata. Entah,punya anak dengan kelamin X adalah musibah dari ketidakjelasan hidup atau hanya sekedar takdir Tuhan yang sangat merugikan aku. Minimal rugi uang untuk persiapan operasinya kapan-kapan. Aku tak bisa memastikan. Karena rezeki orang tidak ada yang tahu. Mungkin tahun depan anakku harus di operasi ? Lalu ,apakah aku yang akan menentukan kelaminnya? Apakah aku akan menjadi Tuhan? Penentu dari jenis kelamin seorang anak. Ya Tuhan, apakah ini sebuah berkah ? Kau telah memberikan satu kekuasaan kepada hambaMu ini, untuk menjadi penentu masa depan seseorang. Sedangkan di negeri ini masih belum ada,  dan mungkin tidak pernah ada dalam KTP ada tulisan : Jenis kelamin : X. Apa yang bisa dibanggakan dari kelamin yang tidak jelas juntrungannya? Lelaki tidak, betina tidak. Serba repot, serba direndahkan dan akan kena bully “dasar orang geje”. Sungguh hidup kita tidak menarik. Dan tentu saja , aku tidak ingin anakku akan mengalami hal semacam itu. Hidupnya tidak jelas dan serba membingungkan. Mau pakai baju apa ? Model rok perempuan atau memakai tas perempuan tapi berjenggot ? Oh Tuhan, aku tidak bisa membayangkan anakku sendiri dengan penampilan seabsurd itu. Yang ada pasti aku akan pingsan dibuatnya. Aku bertekad secepat mungkin harus memutuskan anakku menjadi lelaki tulen atau perempuan yang feminin.

                                                                        *****

            Mungkin aku harus introspeksi diri , sebagai seorang ibu dari anak yang tidak jelas jenis kelaminnya. Apakah memang ada yang tidak beres dengan diriku ini? Menurut pakar psikologi, segala perasaan seorang ibu saat hamil , akan mempengaruhi jiwa anaknya. Seorang ibu yang sering sedih dan menangis, anaknya akan tumbuh menjadi anak yang cengeng, sedikit-sedikit menangis. Ibu yang selalu happy,akan punya anak yang riang gembira. Lalu apa yang aku rasa ketika perut buncit selama 9 bulan? 

            Kebingungan memang kerap melanda hati ini. Ketika Pilkada menjelang, aku bingung mau pilih siapa. Karena aku sama sekali tidak mengenal para caleg yang fotonya terpampang besar-besar di perempatan dan pertigaan . Ketika anak pertamaku yang ada di TK B diajari hadis untuk malu, ironisnya di TV-TV swasta sedang ada lomba joget ibu-ibu berjilbab berbaju ketat yang dengan hebohnya berjoget tanpa punya rasa malu sama sekali . Aku jadi bingung dengan mereka.  Ku ingat-ingat lagi, beberapa bulan yang lalu ada nenek-nenek yang mencuri pisang dimasukkan penjara, sedangkan para koruptor pencuri uang rakyat tetap melenggang santai dengan gaya hidup hedonisnya.Sementara rakyat kecil tetap hidup menderita lahir batin. 

            Sementara kebingunganku yang lain masih banyak, diantaranya gaji suami yang segitu-segitu juga, tapi harga-harga di pasar terus melonjak-lonjak tanpa bisa di bendung.Setiap hari aku di timpa kebingungan untuk mengatur keuangan keluarga. Mana untuk bayar listrik, air, SPP anak-anak, pulsa, sampai beli elpiji dan beli bedak. Pernah bahkan sering aku tidak beli bedak berhari-hari, hanya demi membeli lauk-pauk untuk makan anak-anak. Apakah perempuan-perempuan seperti aku akan disalahkan ketika tidak berdandan cantik untuk suami yang pulang kerja ? Sungguh naïf orang yang berkata begitu, entah digadaikan kemana sebongkah hati mereka.  

            Ya,perempuan akan selalu dihadapkan pada kebingungan-kebingungan kecil, sampai keheranan yang besar di lingkungan sekitar. Apakah kebingunganku ini yang menjadikan masuk ke alam bawah sadar , kemudian membuat aku melahirkan bayi yang juga kebingungan memilih jati dirinya ? Atau Tuhan telah memberikan takdir– atau lebih tepatnya pilihan yang terbaik ? Tapi menurutku ini semua adalah musibah. Musibah bagiku dan musibah untuk negeri ini yang serba membingungkan.  Semoga ada jalan keluar untuk kegalauan ini. Galau tingkat negara yang lumayan memusingkan kepala. Kuusap kepala anakku , “Jangan bingung ya, Nak. Ibu dan ayahmu akan segera membawamu  ke Rumah Sakit untuk Operasi kelamin. Kau akan segera mendapatkan kepastian hidup. Doakan Ayahmu mendapatkan rezeki tak terduga, supaya kau menderita tidak lama”.

                                                                        *****

          

  Mungkin aku adalah anak yang beruntung, bertemu Tuhan yang menentukan kelaminku. Mereka adalah Ibu dan ayahku yang menentukan aku menjadi lelaki atau perempuan. Dan Ibuku hanya pasrah kepada ayah. Ayahku adalah penentu masa depanku. Karena aku tidak mau menjadi waria. Tidak ada debat antara mereka. “Terserah ayah saja,laki-laki atau perempuan sama saja. Yang penting menjadi anak yang berbakti kepada orangtua , Negara dan agama”. Harapan klasik itu selalu saja terngiang di pendengaran. Sudah bisa kuduga, bahwa ayah pasti menginginkan anak lelaki. Karena kakakku perempuan. Lelaki adalah symbol. Lelaki adalah pemimpin,pejantan, pengayom keluarga dan simbol kekuatan. Tidak ada yang mampu mengubah simbol itu. Meskipun kadang pemimpin negara adalah perempuan. Sering juga yang menjadi pemimpin keluarga dan pencari nafkah adalah perempuan karena istri menjadi TKW dan suami sebagai penjaga rumah. Ternyata simbol tidak selalu benar. Kebanggan lelaki sebagai simbol kadang luntur oleh ulahnya sendiri.Apakah Ayah benar-benar ingin menjadikan aku sebagai pejantan tangguh ? “Maafkan aku, Yah. Mungkin selama kehamilan aku selalu dilanda kebingungan akut. Makanya anak kita juga bingung”, suara ibu lemah di depan ayah.“Sudahlah, anak adalah rezeki kita yang indah”, jawaban ayah kudengar sangat merdu . “Operasi di mana enaknya?”, tanya ibu. “Nanti aku cari dulu informasinya. Atau duit tabungan ini, kita pakai untuk membangun kamar dulu dilantai atas? Operasinya tahun depan saja. Gimana?”. “Apa?”, mata ibu melotot pada lelaki di depannya. “Jangan buang-buang waktu menyiksa anak kita . Mumpung masih belum genap setahun, Yah!”. Kemarahan ibu tak terbendung. “Kenapa jadi ayah yang bingung, sekarang? Ayo, sekarang juga pergilah ke dokter anak ! Cari info tentang operasi ganti kelamin !”. Lelaki itu diam tak berdaya. Kebingungan dan keraguan selalu melanda siapapun tanpa ampun. Sedangkan aku hanya tersenyum menatap mata mereka .

                                                            ***selesai***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun