Mohon tunggu...
Aulia ulHaque
Aulia ulHaque Mohon Tunggu... Psikolog - Pengajar

Pengajar sekaligus pembelajar. Tertarik pada kajian psikologi, anak, dan sastra & sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gotong Royong Mencegah Stunting

31 Oktober 2023   15:27 Diperbarui: 31 Oktober 2023   15:50 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Pada tahun 2022 prevalensi kasus stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) berada pada angka 21,6%. Meski angka ini telah mengalami penurunan sebanyak 2,8% dari tahun sebelumnya, namun angka ini masih cukup besar bila dilihat dari jumlah total 23 juta anak Indonesia. Oleh sebab itu, penanganan stunting sudah tidak dapat lagi dilakukan secara kuratif saja atau saat anak telah mengalami stunting, tetapi juga perlu dilakukan langkah-langkah preventif yang integratif dan melibatkan berbagai ahli dari disiplin ilmu untuk bergotong royong menangani kasus stunting ini. Para ahli ini dapat berasal dari kedokteran anak, ilmu Kesehatan Masyarakat, psikologi, Kesehatan lingkungan, dan sebagainya. 

Pencegahan stunting pada dasarnya dapat dilakukan sejak awal, tidak hanya pada saat menjadi orang tua bahkan sejak remaja termasuk saat menjadi calon pengantin. Meski pencegahan stunting tidak harus selalu dimulai dari calon pengantin, namun seorang calon pengantin memiliki peran penting dalam mencegah stunting sejak sebelum terjadi kehamilan. Calon pengantin yang memiliki pengetahuan mengenai Kesehatan, gizi dan pengasuhan akan lebih mampu menghasilkan anak yang sehat dan berkualitas. Hal ini dapat mengurangi resiko stunting pada anak yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti pernikahan usia dini, anemia, berat badan lahir rendah, dan jarak kelahiran yang terlalu dekat. Oleh sebab itu penting bagi calon pengantin mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan sebelum  menikah yang disebut dengan prakonsepsi. Prakonsepsi merupakan perawatan sebelum terjadi kehamilan dengan mengidentifikasi dan memodifikasi resiko biomedis, mekanis, dan sosial terhadap kesehatan pasangan usia produktif yang berencana untuk hamil.

Saat pengantin ini telah menjadi orang tua, maka ilmu mengenai kepengasuhan (parenting) menjadi salah satu bekal yang tidak kalah pentingnya dalam mencegah stunting. Di kota-kota besar ketika angka stunting masih ditemukan cukup tinggi, permasalahan utama ternyata tidak hanya disebabkan oleh  faktor gizi dan kesehatan fisik namun juga disebabkan oleh gaya kepengasuhan orang tua. Pengasuhan yang positif terutama saat mendampingi aktivitas makan anak, menjadi salah satu cara jitu untuk mencegah stunting. Saat orang tua memahami dengan baik tahap perkembangan anak, karakteristik dan tugas perkembangan anak di usia tertentu, kemudian mampu mendampingi proses makan anak yang pada dasarnya adalah proses belajar maka orang tua akan lebih memahami hal-hal apa saja yang sebaiknya tidak dilakukan terutama saat mendampingi aktivitas makan anak yang dapat mengganggu proses makan tersebut sehingga berakibat menjadi gangguan perilaku makan. Gangguan pada perilaku makan inilah yang menjadi salah satu penyebab tidak terserapnya gizi secara optimal pada anak dan menimbulkan resiko stunting.

Internalisasi Pengasuhan Balita Kepada Masyarakat (Sumber: Pribadi)
Internalisasi Pengasuhan Balita Kepada Masyarakat (Sumber: Pribadi)

Oleh sebab itulah, agar orang tua memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai kepengasuhan (parenting)  maka peran pemerintah sebagai fasilitator penyedia layanan ini menjadi sangat penting. Beruntung di banyak kota telah  dibentuk kelompok dan forum-forum yang dikawal oleh PKK, DP3A, dan dinas-dinas terkait untuk dapat mendukung para orang tua menambah wawasan dan keterampilan mereka. Salah satunya adalah pemerintah kota Surabaya yang telah membentuk Tim Pendamping Keluarga, Sekolah Orang Tua Hebat, dan focus group discussion di tiap kecamatan untuk membahas kasus-kasus yang ada oleh para tim ahli dari berbagai lintas disiplin ilmu. Tak heran bila angka prevalensi stunting di kota Surabaya pada tahun 2023 merupakan yang terendah se-Indonesia yaitu 4,8%. Hal ini tentu mustahil dicapai tanpa sinergi dan gotong royong yang kuat dari berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, praktisi, dan masyarakat itu sendiri.

Penulis:

Sayidah Aulia ul Haque dan Eko April Ariyanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun