Jikalau tambang tambang emas, minyak, gas dan SDA Indonesia ini sudah habis dieksploitasi? Apa lagi yang harus kita Jual? Kalimat retoris ini seakan akan menjadi suatu kenyataan di tengah asyiknya pemerintah ingin memperpanjang kontrak Freeport dan tambang tambang lain yang banyak merugikan daripada menguntungkan. Tetapi sedikit yang sadar bahwa ada “Emas” lain yang belum tereksploitasi dan bisa menjadi harapan penopang perekonomian Indonesia. “Emas” itu bernama Pariwisata. Kita lihat menurut data WTO (World Trade Organization) dalam sektor pariwisata pada tahun 2000 saja wisatawan Asing di dunia mencapai 698 juta orang dan mampu menciptakan pendapatan sebesar USD 476 milyar. Belum lagi ditambah wisatawan dalam negeri masing masing Negara yang jumlahnya lebih besar menjadi penggerak utama dari perekonomian nasional. Bahkan masih menurut data WTO di 28 Negara terjadi pertumbuhan sektor pariwisata sebesar 15 % pertahun. Ini yang menjadikan Industri pariwisata dikategorikan sebagai the world's largest industry .
China sebagai Negara Industry manufaktur terbesar dunia, perlahan tapi pasti mulai menggeser arah ekonomi menuju industri Pariwisata. Ini terlihat dari investasi besar-besaran dalam bidang pariwisata. Negara kecil seperti Singapura saja disamping mampu menjadi jalur perdagangan internasional tetapi sekarang juga mampu menjadi salah satu “surga belanja” dunia. Tidak kalah lagi dengan Thailand yang berani menargetkan di tahun 2012 wisatawan Asing mencapai 30 juta wisatawan. Begitu juga jepang ditengah gempuran ekspor barang barang dari china, dan Korea sejak tahun 2003 mulai menghidupkan kembali pariwisata jepang yang dahulunya pernah menjadi sumber devisa utama.
Banyak pengamat ekonomi berpendapat Era Globalisasi hari ini, telah menggeser pusat perekonomian dari wilayah Eropa dan Amerika bergeser ke wilayah Asia timur dan pasifik. Hal ini juga terjadi pada sektor Pariwisata. Pada tahun 1950an terkonsentrasi di Eropa Barat dan Amerika Utara yang mendatangkan 97% wisatawan dunia. Maka mulai tahun 1999 jumlah ini menurun drastis menjadi 62 %. Karena sisanya telah menyebar ke wilayah Asia timur dan wilayah pasifik. Angka tertinggi di raih oleh China yang mampu mendatangkan 31,29 juta wisatawan asing dengan devisa mencapai USD 16,231 Milyar. Sedangkan Indonesia hanya menduduki peringkat kedelapan mendatangkan sekitar 5,065 juta wisatawan dengan devisa sebesar USD 5.7 Milyar.
Berdasarkan perkiraan WTO mengenai Prospek Pariwisata kedepanya yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020. Angka yang fantastis ini bisa menjadi peluang yang besar bagi Indonesia untuk memaksimalkan potensi pariwisatanya.
Tidak dapat dipungkiri lagi Indonesia mempunyai Potensi Pariwisata yang tidak terbatas. Dari ribuan pulau pulau yang dimiliki Indonesia dari semuanya itu sebagian besar masih merupakan pulau yang belum terjamah. Indonesia punya danau terbesar di dunia yaitu danau toba. Ada Raja Ampat dan Gua raksasa di papua, Ada candi borubudur di jawa, Ada Pulau komodo di kepulauan Nusa tenggara, ribuan pantai-pantai eksotik yang masih belum di eksplorasi. Serta tidak lupa begitu banyak hasil kebudayaan yang kita miliki. Bahkan baru baru ini kita dikejutkan dengan hasil penelitian Prof. Arysio Santos mahaguru ilmu fisika nuklir di Universitas Minas Gerais, di Brazil, dia menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis the Lost Continents Finally Found”. Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah Indonesia. Terlepas dari kontroversi kebenaran tersebut, ini bisa menjadi promosi gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif.
Tetapi hingga kini potensi pariwisata Indonesia masih belum tereksplorasi dengan baik. Indonesia baru terkenal dengan pulau dewata Bali. Tetapi disisi lain, kita ambil contoh kita punya candi Borubudur yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun. Pada tahun 2008 wisatawan asing hanya 200.000 orang. Sedangkan bandingkan dengan Prancis yang memiliki Menara Eiffel yang hanya berumur 300 tahun tetapi pengunjungnya mencapai 70 juta wisatawan asing per tahun yang rata-rata membelanjakan dananya sebesar 1.000 dollar AS sehingga Perancis meraup setidaknya 7 miliar dollar AS per tahun dari sektor pariwisata. Atau Bandingkan dari segi ketenaran air terjun Niagara yang merupakan air terjun terbesar di dunia dibandingkan dengan Danau toba Indonesia yang merupakan Danau terbesar dunia. Ini menunjukan bahwa Indonesia masih belum mampu memaksimalkan potensi Pariwisata yang ada.
Dalam konteks Indonesia hingga hari ini, Pembangunan selalu berorientasi kepada Pemilik Modal/Investor. Dari mulai investasi pertambangan, hutan dll selalu menguntungkan pihak pemilik modal/investor. Sedangkan Warga Lokal sebagai penduduk asli daerah kurang terbedayakan. Untuk itu jangan sampai pembangunan industri pariwisata juga berorientasi kepada pemilik modal/ investor.
Tetapi yang menjadi menarik dalam sektor pariwisata internasional adanya Kecenderungan yang berkembang yaitu pembangunan melahirkan konsep pariwisata yang berkelanjutan dimana membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan tidak mengyampingkan perekonomian masyarakat setempat, lingkungan dan social-budaya. Ini sejalan dengan Konferensi Dunia pada tahun 1995 dalam bidang pariwisata menyepakati piagam pariwisata berkelanjutan.
Salah satu konsep yang lahir adalah konsep community-based Tourism atau biasa dikenal dengan Pariwisata berbasis masyarakat. Definisi Community-based Tourism dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan pariwisata yang dapat didukung secara ekologis Tetapi layak secara ekonomi, juga serta adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. konsep ini merupakan turunan dari konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya dapat langsung dinikmati oleh masyarakat.
Dalam Piagam Tersebut ada 8 Prinsip mengenai Konsep dari Pariwisata Berkelanjutan Yaitu : Pertama, Pembangunan pariwisata harus berdasarkan kriteria keberlanjutan, dapat didukung secara ekologis dalam waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil secara etika dan social bagi masyarakat setempat. Kedua, Pariwisata harus berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dengan lingkungan alam, budaya dan manusia. Ketiga, Pemerintah dan otoritas yang kompeten, dengan partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat setempat harus mengambil tindakan untuk mengintegrasikan perencanaan pariwisata sebagai kontribusi kepada pembangunan berkelanjutan. Keempat, Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan memperkuat bantuan, langsung atau tidak langsung, kepada projek-projek pariwisata yang berkontribusi kepada perbaikan kualitas lingkungan. Kelima, Ruang-ruang dengan lingkungan dan budaya yang rentan saat ini maupun di masa depan harus diberi prioritas khusus dalam hal kerja sama teknis dan bantuan keuangan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan. Keenam, Promosi/dukungan terhadap berbagai bentuk alternatif pariwisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Ketujuh, Pemerintah harus mendukung dan berpartisipasi dalam penciptaan jaringan untuk penelitian, diseminasi informasi dan transfer pengetahuan tentang pariwisata dan teknologi pariwisata berkelanjutan. Kedelapan, Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan memerlukan dukungan dan sistem pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan untuk transformasi sektor, dan pelaksanaan berbagai proyek percontohan dan pengembangan program kerjasama internasiona
Konsep ini akan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. Efek domino yang dapat dihasilkan adalah menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata.
Yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam konsep ini adalah wisatawan lokal yang perannya sangat besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang nantinya diharapkan akan dikunjungi oleh wisatawan asing. Obyek-obyek wisata yang sering dan padat dikunjungi oleh wisatawan lokal akan memperoleh manfaat lebih besar dibandingkan dengan yang jarang dikunjungi wisatawan lokal. Jadi Semakin banyak wisatawan lokal berkunjung , makin terkenal obyek tersebut dan pada akhirnya merupakan promosi untuk menarik datangnya wisatawan asing
Konsep ini sekarang sudah menjadi acuan internasional, yang seharusnya juga dapat di adopsi oleh Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan Daerah daerah yang mempunyai potensi wisata. Seperti yang dilakukan pemerintah China, kita ambil contoh Kota Guilin yang sebelum reformasi ekonomi china merupakan daerah miskin kemudian pasca denxiaoping mencoba mengintegrasikan masryarakat dengan pariwisata. Dengan fokus kepada adventure travel, cultural travel dan eco-tourism yang merupakan konsep yang bisa beriringan dengan alam dan masyarakat. Hasilnya Guilin mampu meningkatkan Perekonomian masyarakatnya melalui pariwisata yang dimilikinya serta menjadi satu dari empat kota rekomendasi WTO dalam tujuan pariwisata China.
Melihat besarnya potensi pariwisata yang dimiliki Indonesia, bukanlah mimpi jika ingin menjadikanya sebagai tujuan pariwisata dunia.
Aulia Rahman
Alumnus Universitas Padjadjaran
Kandidat Master Tourism Management, Guangxi Normal University, Guilin-China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H