Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Korban kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT pada umumnya di dominasi oleh anak-anak dan perempuan. Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang menyebabkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Kebanyakan para korban tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya sendiri, Â tetapi dari pihak lain, seperti tetangga maupun saudara, yang membantu korban untuk mendapatkan bantuan atau penanganan. Pelaporan biasanya dilakukan setelah kondisi korban cukup parah atau tindak kekerasan yang terjadi telah dilakukan dalam waktu yang lama atau dilakukan berulang-ulang.
Korban kekerasan tidak segera berusaha mendapatkan pertolongan karena mereka ingin mempertahankan rumah tangga dan anak-anaknya. Ada juga rasa tidak berdaya atau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan maupun meminta pertolongan, sehingga mereka cenderung bersikap pasif.
Saat ini, KDRT mulai memperoleh perhatian dari Pemerintah dengan disahkannya Undang-Undang Anti Kekerasan dalam rumah tangga. Adanya Undang Undang tersebut mendorong istri untuk menghentikan kekerasan yang dialaminya. Salah satu cara yang dipilih adalah dengan menempuh jalur perdata (mengakhiri pernikahan) daripada pidana (melaporkan suami kepada pihak terkait). Cara ini dianggap isteri sebagai tindakan yang paling cepat dan aman baginya.
 Keberadaan perangkat hukum seharusnya bisa digunakan semaksimal mungkin untuk membantu mengupayakan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan. Tetapi para penegak hukum sering menganggap masalah KDRT sebagai masalah ringan, sehingga mereka menyarankan pada korban untuk tidak melanjutkan kasusnya ke tahapan selanjutnya, dan menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.
Perempuan yang bertahan dalam suatu lingkungan KDRT dalam waktu lama akan mengalami efek psikologis tersendiri. Kepercayaan diri yang rendah, stres, trauma bahkan mengalami depresi menjadi efek dari tindak kekerasan yang dialaminya. Perempuan yang telah terdiagnosa mayor depresi yang disebabkan kekerasan dalam rumah tangga berjumlah sekitar 60% dari seluruh jumlah korban.
Setelah melihat fenomena di atas, sudah selayaknya kita bersuara untuk para korban, dan menyerukan: "STOP KDRT, sekarang juga!"
Created By : Aulia Kirana dan Agustini