Mohon tunggu...
Aulia Lutfiasha
Aulia Lutfiasha Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Mahasiswa dan Tenaga Kesehatan

suka makan, suka nyanyi, suka kamu

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kelainan Refraksi Pada Anak Yang Semakin Meningkat di Era Gadget

15 Juni 2024   06:58 Diperbarui: 15 Juni 2024   07:02 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kapanlagi.com

rsabhk.co.id Kelainan refraksi merupakan gangguan penglihatan karena bayangan yang dibiaskan oleh kornea dan lensa mata tidak difokuskan tepat di retina. Secara umum ada 3 kelainan refraksi antara lain mata minus, mata plus dan mata silinder. Kelainan Rekfraksi ada karna pembiasan cahaya yang masuk pada mata tidak jatuh tepat pada retina mata dikarena panjang atau pendek aksial bola mata serta berkaitan dengan biometri tubuh sehingga lebih bersifat bawaan kekuatan fokus kornea atau lensa terlalu kuat atau terlalu lemah. Bentuk kornea yang relatif tidak berbentuk bola/sferis namun lebih berbentuk oval.

Panjang aksial kekuatan fokus kornea dan bentuk kornea adalah hal-hal yang secara umum bersifat bawaan, sementara kekuatan fokus lensa adalah hal dimana kebiasaan juga berperan. Gejala dan tanda yang muncul saat menderita kelainan refraksi mata adalah penglihatan buram. Namun masalahnya pada anak yang masih dalam masa pertumbuhan, dia tidak tahu penglihatan buram itu seperti apa, karena penglihatannya pun masih dalam fase perkembangan.

Data dari program kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan World Health Organization (WHO) yaitu VISION (2020) memperkirakan 153 juta penduduk dunia dengan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi mengalami gangguan visus. Terdapat sedikitnya 13 juta dari 153 juta orang tersebut adalah anak usia 5-15 tahun. (World Health Organization, 2010).

Kelaian refraksi merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di dunia, dan penyebab kebutaan peringkat kedua yang bisa di tangani. Gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi merupakan masalah kesehatan penting pada anak di 12 tahun pertama kehidupannya (Komang Dian Lestari, 2019). Sebanyak 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesia, sepuluh persen diantaranya mengalami kelainan refraksi, namun angka penggunaa kacamata koreksi hingga saat ini masih rendah dari kebutuhan, yaitu 12,5%. Hal ini akan berdampak negatif bila tidak ditangani dengan sungguhsungguh. Perkembagan kecerdasan dan proses pembelajaran anak akan terganggu sehingga dapat mempengaruhi  mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. (Irving et al., 2019).

Status kelaian refraksi dapat dipengaruhi oleh status faktor keturunan, kebiasaan membaca dan aktivitas menggunakan gadget berlebihan. Kelainan refraksi juga menjadi salah satu penyebab utama gangguan penglihatan pada anak.  Di era 4.0 yang terjadi sekarang di dunia, banyak masyarakat yang memilih beralih menuju dunia teknologi digital. Baik orang dewasa hingga anak-anak memanfaatkan teknologi digital sebagai kepentingan pribadi ataupun organisasi. Salah satu teknologi digital yang banyak dimanfaatkan oleh semua kalangan adalah handphone atau smartphone. Di zaman serba teknologi, pengunaan smartphone saat ini sudah menjadi kebutuhan wajib setiap orang (Romaden Marbun, 2021).

Dalam jurnal (Damayanti, Amanda, & Khamaliddin, 2024) Gadget juga sudah sangat familiar dikalangan anak-anak usia dini. Tak bisa dipungkiri, teknologi menjadi satu hal yang sangat erat dengan manusia sekarang ini. Dengan semakin canggihnya teknologi di era sekarang ini, informasi semakin terbuka lebar sehingga manusia bisa berkembang dalam bidang pendidikan, perekonomian, kreativitas, maupun di bidang lainnya. Meskipun gadget memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, penggunaan gadget yang berlebihan memiliki dampak yang tidak bisa disepelekan. Salah satu dampak gadget yang dapat memengaruhi kesehatan mata ialah kelaian refraksi.

Hasil penelitian (Saiyang, Rares, & Supit, 2021) mendapatkan bahwa kelainan refraksi pada anak berupa miopia, hipermetropia, dan astigmatisma yang meningkat bukan hanya di Indonesia. Kelainan refraksi pada anak digolongkan berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan kelainan yang berbeda-beda. Penelitian pada anak dilakukan pada berbagai golongan usia mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Kelainan refraksi dapat pula terjadi berdasarkan aktivitas yang dilakukan anak sehingga perhatian dari keluarga sangat dibutuhkan.

SUMBER :

https://www.rsabhk.co.id/artikel-kesehatan/sayang-mata-anak-usaha-deteksi-dini-kelainan-refraksi-pada-anak

Damayanti, A., Amanda, W. D., & Khamaliddin, A. (2024). Edukasi Kelainan Refraksi Mata Akibat Penggunaan Gadget Berlebihan Pada Anak Usia Dini. Communnity Development Journal , Vol.5 No. 1, 1029-1032.

K, S. I. (2021, April). Tingkat Pengetahuan dan Sikap Orang Tua Terhadap Kelainan Refraksi Pada Anak. Jurnal Indonesia Sosial Sains .

Saiyang, B. A., Rares, L. M., & Supit, W. P. (2021). Kelainan Rekfraksi Pada Anak. Medial Scope Journal (MSI) .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun