Ollaaa sobat milenialku~ ^o^
Pada merasa gak si...kalau di era teknologi yang semakin maju memuat semakin mudahnya "mengakses" informasi dari televisi hingga handphone. Hal ini pada berdampak pada penilaian dan sikap orang terhadap suatu masalah misalnya komentar tentang masalah fisik penampilan dll. Pada wanita stereotype berkulit putih bersih beramut hitam panjang dan lurus. Sedangkan bagi laki-laki standardisasi tubuh yang berotot kekar jantan yang dianggap sebagai "show of strength and masculinity".
Rasa malu fisik/body shame adalah bagian yang sangat kuat dan tersembunyi dari rasa malu. Orang lain melihat tubuh tidak hanya sebagai bagian dari diri kita tetapi juga sebagai "tempat di mana kepriadian membantu kepribadian untuk memiliki pengalaman subjektif manusia yang bermakna."Â
Ketika seorang individu mengalami physical shaming terdapat celah antara "aku" dimana individu tersebut "merasa tubuhnya adalah miliknya" akan merasakan bahwa apa yang ia harapkan dari tubuhnya "harus ada di dalam tubuhnya". Efek seperti diet ketat perilaku obsesif-kompulsif dan gangguan emosional juga dapat menyebabkan gangguan mental seperti gangguan makan dan gangguan metabolisme tubuh serta menarik diri dari lingkungan.
Di masa pandemi Covid19 pemerintah memberlakukan kebijakan keseimbangan sosial dengan mengeluarkan peraturan PSBB tetap di rumah dan bekerja dari rumah yang memantu dalam memutus mata rantai penularan virus. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini membuat semua orang aktif memanfaatkan teknologi seperti jejaring sosial (Instagram, Facebook, Twitter dll). Media sosial dianggap penting di masa pandemi karena di rumah hanya teknologi yang dapat melengkapi dan menjadi sumber informasi untuk dapat berkomunikasi secara tidak langsung.
Dengan bantuan psikoedukasi melalui pemberian kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dengan metode seminar/sosialisasi melalui aplikasi Zoom Meeting dengan metodei tanya jawa dan diskusi yang berlangsung sekitar 2 jam dilanjutkan Konsultasi dengan narasumer melalui media Whatsapp apabila peserta masih membutuhkan.Â
Oleh karena itu kegiatan ini cocok untuk tujuan meningkatkan pemahaman siswa tentang body shaming serta mendorong siswa untuk bercerita dan terbuka tentang pengalaman mereka tentang body shaming. Seminar/sosialisasi tersebut memuat penyebab masalah body shaming dan salah satu penyebab masalah ini adalah penggunaan media juga sikap remaja yang dipengaruhi oleh media. Oleh karena itu upaya pemberian psikoedukasi bagi remaja harus "mempertimbangkan beberapa faktor seperti upaya peningkatan harga diri guna mencapai tugas perkembangan yaitu pencapaian identitas positif tentang diri sendiri". Terutama pada remaja yang tahap perkembangannya terfokus pada penampilan untuk mencapai identitas diri.Â
Tentu saja ketika remaja tidak dapat memenuhi standar teman sebayanya saat ini terutama tentang penampilan mereka berisiko mengalami masalah fisik psikologis dan sosial, diantaranya rentan terhadap rasa malu fisik. Tentu saja ketika remaja melewatinya dapat menimbulkan beragai efek fisik seperti rentan terhadap diet ketat yang mengganggu metabolisme tubuh, kekurangan gizi, dll. Efek psikologis juga dapat terjadi yaitu kurangnya rasa percaya diri, harga diri pribadi, gangguan makan yang mengarah ke depresi. Dampak sosial yang dirasakan adalah menimulkan perasaan malu dan tidak berdaya yang membatasi aktivitas sosial.
Hal ini juga dapat dilakukan pada remaja sehubungan dengan upaya peningkatan penerimaan tubuh melalui gerakan "Say No To Body Shame" sebagai salah satu upaya peningkatan pemahaman terhadap body shaming. Melalui upaya pencegahan ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan remaja tentang body humilation sehingga mereka tumbuh dewasa dengan dapat menerima keadaan penampilan hingga tercapai penerimaan fisik.
Aspek kepribadian sosial meliputi pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik dari segi kekuatan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis memiliki sikap positif dan hormat menghargai diri sendiri dan orang lain. Terjadi perubahan sosial yang memuat remaja lebih dekat dengan teman sebayanya dan kurang dekat dengan orang tua, yaitu untuk menemukan jati dirinya yang mengarahkan mereka untuk membentuk kelompok dan mencapai potensi penuhnya sebagai remaja, mereka cenderung ingin mencoba hal-hal baru baik positif maupun negatif termasuk kenakalan remaja.Â
Remaja menemukan bahwa satu atau lebih bentuk tubuhnya tidak ideal seperti tinggi badan, bentuk tubuh dan warna kulit. Remaja semakin sadar dan mengerti bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan pasti memiliki kelemahan tetapi mereka juga memiliki kelebihan dan siap untuk menggali potensi diri kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan rasa percaya diri. Serta tujuan yang ingin dicapai khususnya dari segi pribadi dan aspek sosial termasuk pemahaman dan penerimaan diri yang obyektif dan konstruktif, baik dari segi kekuatan dan kelemahan, baik kesehatan fisik maupun psikis untuk memiliki sikap dan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.