Mohon tunggu...
Febrina Tobing
Febrina Tobing Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seadanya aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dapatkah kau untuk sejenak berdiam pada satu titik waktu? Dalam situasi bahagia.. atau terkhianati?

8 Desember 2011   03:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

”Hallo, apa kabarmu”

”Baik” Terdengar sinis. Butuh gak butuh.

Hening, di seberang berharap ditanya balik.

’Sudah lama aku pengen nelpon kau”

”Oh ya?” Surprise pura-pura,”Segitu pentingnya?”

”Penting”

”Buat apa?”

”Itu urusanku”

”Egois!!”

Diam. Lama. Kali di seberang lagi ngorek upil, beri kesempatan.

”Kapan pulang?”

”Pulang? Kapan-kapan ajalah..”

”Bisakah secepatnya? Aku ingin sekali ketemu kau!”

”...... ....... .........” kusebut namamu lengkap dengan margamu.

”Kemana kau selama ini? Baru pulang dari alam mimpi ya, Pak?”

”Di sini ajah”

”Arrrggghhh!!!” Rasanya ingin sekali aku mencabik-cabik tubuhmu, memastikan bahwa masih ada organ bernama hati disitu.

”Kapan kau pulang?”

”Buat apa? Hanya utk menambah luka hatiku? Dgn melihatmu bersanding bersama orang lain, begitu? Alangkah laris dirimu dan alangkah pandir diriku..”

Diam lagi. Aku tau persis bahwa kau tidak akan menyangkal penghianatanmu itu.

”Aku dendam terhadap kaummu!!”

”Dendam? Kau punya ibu kan? Punya saudara perempuan kan?”

”Itu beda!!”

”Helloww kawan... mereka perempuan!”

’Jangan samakan”

”Dasarrr pikun, trus yg kau pacarin sekarang apa? Transgender? Atau wadam? Atauu...”

”Sudah.. sudah... jgn terlalu jauh”

”Buat apa kau telpon aku?”

”Aku rindu padamu, aku pengen denger suaramu” suaramu tiba-tiba mengecil, seperti anak bayi, tapi buatku lebih mirip bisikan syetan, kuntilanak yang kemarin gentayangan di roxy. Cuih. Peh.

”Denger aja sono suara sigumoang”

”Jangan sinis gitu sih, apa kau sudah tak cinta padaku?”

”Cinta? Cinta kau bilang???”

”Hasian..”

”Jangan panggil aku seperti itu, kau tidak berhak”

”Hasian...”

”Ai jugul ma ho”

“Hasian..”

Hening..

Diam. Jarum jam menyadarkanku telah pukul 3 subuh. Bulan sabit yang bertengger di langit Jakarta mulai sirna, terhalau sinar matahari. Malam memang selalu berganti pagi, pagi akan terusir oleh siang, begitu seterusnya.. Dapatkah kau untuk sejenak berdiam pada satu titik waktu? Dalam situasi bahagia.. atau terkhianati?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun