PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN AL QUR'AN DI INDONESIA DAN ARAB SAUDI
Oleh : Aulayani Najwa Putri Permana
Arab Saudi dan Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan masyarakatnya yang bermayoritas sebagai muslim. Sebagai seorang muslim tentunya kita wajib mempelajari Al Qur'an yaitu wahyu terakhir kita dari Nabi Muhammad Saw. Terlebih lagi untuk Arab Saudi yang memang Al Qur'an diturunkan disana. Terdapat banyak sekali metode pembelajaran yang  diterapkan di berbagai negara. Dalam penulisan ini akan menyampaikan persamaan dan perbedaan dari masing masing negara Indonesia dan Arab Saudi dalam menerapkan model pembelajaran Al Qur'an.
Dalam pendidikan saat ini, telah banyak lembaga sekolah yang menerapkan pembelajaran Al Qur'an seperti menghafal surat surat pendek atau pun menghafal 30 juz Al Qur'an kedalam kurikulum pendidikan sekolahnya. Bahkan kurikulum ini dapat menjadi ciri atau daya tarik tersendiri bagi sekolah kepada masyarakat. Tidak sedikit juga sekarang negara negara muslim yang telah menghasilkan banyak pengahafal Al Qur'an atau tahfidz dalam waktu yang singkat dengan dibantu oleh lembaga lembaga pendidikan khusus penghafal Al Qur'an. Dalam lembaga pendidikan seperti ini, masing masing lembaganya memiliki model dan metode pembelajaran yang beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena kemampuan dan target hafalan yang diinginkan oleh sang pengafal juga berbeda beda. Dan juga dapat didasari karena kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut.
Di Indonesia metode pembelajaran yang dipakai di berbagai pesantren memiliki banyak persamaan dimulai dari aspek tahfidznya maupun tahsinnya. Jika terdapat perbedaan, biasanya itu adalah ciri khas dari masing masing pesantren yang di Indonesia. Sementara di Arab Saudi, yang notabene sebagai sumber dari pembelajaran Al Qur'an di masa awal Islam, tentunya memiliki banyak gguru tahfidz yang sudah tidak dapat diragukan lagi keilmuan keilmuannya. Meski pembelajaran Al Qur'an disana hanya berupa perkumpulan kecil setor dan menghafal Al Qur'an secara bersama sama di masjid atau di rumah atau biasa disebut dengan istilah halaqah, namun bidang bidang keilmuan mereka sudah tidak dapat diragukan lagi. Yang berarti keilmuan keilmuan yang telah mereka kuasai telah benar dan tidak terputus tali silsilahnya dari keberkahan Nabi Muhammad Saw.
Model pembelajaran Al Quran di dua negara ini secara metodologis memiliki persamaan yang dapat dilihat dari dua aspek. Yang pertama dari aspek kedisiplinan, artinya dalam hafalan Al Quran saat menyetor, tidak ada toleransi bagi para penghafalnya untuk salah saat pelafalan Al Qur'an. Bahkan sekecil apapun mengucapkan lafal atau huruf dalam Al Qur'an secara salah itu tidak dapat dibenarkan sama sekali karena beda satu huruf saja itu dapat mengakibatkan arti yang berbeda. Jika ada yang lupa atau terbata bata dalam hafaannya maka mereka wajib untuk mengulangi hafalan tersebut.
Di Indonesia secara garis besar ada tiga jenis setoran tahfidz, pertama melihat (bi al nazar) yaitu santri membaca Al Qur'an di depan gurunya dan sang guru melihat gerak bibir santri agar jika terdapat kesalahan sang guru dapat langsung membenarkan pelafalan yang salah tersebut. Kedua tanpa melihat (bi al ghaib) yaitu santri menghafal Al Qur'an dan menyetornya kepada gurunya tanpa melihat atau membuka Al Qur'an. Sang guru harus menyimak dan mengoreksi bacaan sang murid, baik dalam segi kelancaraanya maupun tajwidnya. Yang ketiga qiraah sab'ah yaitu menyetorkan bacaan tujuh imam secara hafalan dan tanpa melihat Al Qur'an kepada sang guru. Namun pada jenis ini biasanya hanya diberikan kepada santri yang mempunyai kelebihan khusus atau daya hafalan yang kuat. Agar hafalan yang sudah ada tidak hilang maka ada dua cara untuk menjaga hafalan tersebut. Pertama menambah hafalan, biasanya santri diwajibkan untuk menambah hafalan mereka, dengan berbagai minimal seperti hanya 5 ayat ataupun ada yang 1 halaman dengan lancar dan selalu memperhatikan pelafalan dan tajwidnya. Kedua mengulang hafalan, jika dikira sudah menguasi surat yang dihafal, para santri dianjurkan untuk mengulang kembali hafalan hafalan itu dengan cara dibaca kembali saat waktu luang maupun dipakai saat sholat. Adapun waktu waktu yang baik untuk dipakai menghafal Al Qur'an yaitu ba'da shubuh dan ba'da maghrib. Waktu waktu ini dipilih karena di dua waktu inilah zikir lebih utama dibandingkan dengan waktu lain. Dan zikir terbaik ialah membaca Al Qur'an.
Sedangkan di Arab Saudi metode atau model pembelajaran Al Qur'an nya beragam dan sifatnya kondisional. Hal ini dikarenakan pembelajaran Al Qur'an di Arab Saudi sifatnya nonformal dan sangat sederhana. Bentuk pembelajarannya secara garis besar dalam bentuk halaqah atau penngajian pengajian kecil yang berada hampir seluruh masjid di Arab Saudi. Halaqah ini didominasi oleh para anak anak dan remaja yang tidak hanya berasal dari masyarakat Arab Saudi itu sendiri, namun banyak juga dari pelajar atau masyarakat Indonesia.Â
Kegiatan halaqah ini tidak hanya diadakn bagi ana anak atau remaja saja, namun bagi irang dewasa maupun orang lanjut usia pun ada dan tersebar di berbagai masjid di Arab Saudi. Pada akhir tahun 2016, Arab Saudi membuka Pusat Tahfidz Al Qur'an "Al Ridwan" yang diperuntukan untuk kelas kategori tunarungu (tuli) di Taif, yang berada sekitar 100 km dari Makkah al Mukarramah. Hal ini membuktikan bahwa Arab Saudi peduli pada kelompok kelompok disabilitas sekalipun.Â
Pusat Tahfidz ini tentunya menarik para orang yang berketidakmampuan mendengar. Bahkan dalam kelas tahfidz Qur'an ini, para disable disediakan pelayanan khusus yaitu disediakan transportasi antar jemput gratis bagi yang tinggal di Taif dan Al Hawaia. Dibentuknya Pusat Tahfidz ini merupakan panggilan tanggung jawab sosial untuk melayani para kelompok disable di masyarakat Arab Saudi. Tujuannya yang tidak lain dan tidak bukan pastinya untuk belajar dan menghafal Al Qur'an dengan baik dan benar.Â
Halaqah halaqah biasanya dilaksankan ba'da Ashar, kare di waktu pagi dipakai untuk sekolah. Sementara untuk mereka yang tidak sekolah pagi, banyak juga yang memilih untuk halaqah pagi. Metode pembelajaran di Arab Saudi yaitu para guru memberikan tugas menghafal kepada murid muridnya. Lalu sang murid itu harus mengulang (muraja'ah) apa yang sudah dihafal di pertemuan selanjutnya, namun harus tetap menghafal ayat ayat baru dan disetorkan kembali kepada gurunnya. Lalu pengecekan muraja'ah biasanya dilakukan oleh guru dengan cara membaca salah satu ayat yang telah dihafal oleh sang murid secara acak lalu sang murid harus melanjutkan ayat tersebut sebagai bukti apakah ia benar hafal atau tidak.