Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, bukan hanya berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga berperan penting sebagai landasan etika di dunia perkuliahan. Dengan memadukan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, mahasiswa dapat membangun karakter dan etika yang kokoh dalam proses belajar mengajar. Â Kesadaran moral mahasiswa diharapkan tidak hanya didasarkan pada kesadaran moral untuk mencari kenikmatan atau kesenangan pribadi, dan tidak hanya didasarkan pada ketaatan pada aturan, melainkan kesadaran akan adanya kewajiban moral untuk mewujudkan kehidupan yang bernilai positif dan bernilai luhur, yang tidak lain adalah nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, bukan hanya berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga berperan penting sebagai landasan etika di dunia perkuliahan. Dengan memadukan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, mahasiswa dapat membangun karakter dan etika yang kokoh dalam proses belajar mengajar.Â
Pancasila merupakan ideologi nasional Indonesia yang tersusun dari beberapa sila yang secara konsisten memuat prinsip-prinsip luhur. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," menekankan pentingnya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber moralitas. Sila kedua, "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab," menyatakan bahwa setiap orang harus bertindak dengan integritas dan keadilan. Sila ketiga, "Persatuan Indonesia," menekankan pentingnya satu dalam keberagaman. Pernyataan, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan," menganjurkan kita untuk senantiasa menjunjung tinggi musyawarah dalam pengambilan keputusan. Terakhir pernyataan "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek kehidupan. Menurut (Kaelan, 2002: 110-115) Dalam bukunya Pendidikan Pancasila, Kaelan menjelaskan bahwa Pancasila memiliki dimensi etika universal yang relevan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan tinggi. Ia menguraikan bagaimana setiap sila dapat diterapkan dalam membentuk karakter mahasiswa, seperti menghormati perbedaan (sila kedua) dan menjunjung demokrasi dalam organisasi mahasiswa (sila keempat). Pemikiran memiliki kemampuan untuk menjelaskan jalan yang perlu diperiksa, rambu-rambu yang harus dipersiapkan, berbagai rintangan yang harus diperhatikan, sarana yang sedang digunakan, serta langkah-langkah dan tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, tujuan yang tepat dan harus diikuti ditentukan oleh pilihan. hati nurani yang layak untuk diabaikan atau yang terpanggil dalam hal kualitas atau nilai. Filosofi moral atau etika, adalah pemikiran kritis tentang tindakan baik yang harus dilakukan dan tindakan jahat yang harus dihindari. Sebagai pemikiran kritis, Etika tentu saja tidak hanya memuat daftar tentang tindakan-tindakan yang wajib dilakukan dan tindakan-tindakan yang wajib dihindari, serta tidak berhenti pada pengetahuan tentang norma-norma yang wajib ditaati, melainkan perlu mengetahui lebih mendasar tentang alasan suatu tindakan dinyatakan baik yang wajib dilakukan, dan alasan suatu tindakan dinyatakan jahat yang wajib dihindari (Bertens, 2013: 18-22).Â
Menurut Covey, orang harus memulai dengan akhir dalam pemikirannya. Ini berarti pada saat manusia mulai berpikir, ternyata pemikirannya justru diawali atau didasari oleh tujuan yang pada akhirnya akan dicapai (Covey, 1989: 97-99) , tindakan hanyalah langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan; oleh karena itu, tujuanlah yang seharusnya menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk. Etika Deontologis (misal etika peraturan), jawabannya adalah karena hal tersebut telah ditentukan dalam peraturan. Suatu baik dilakukan, karena wajib dilakukan; dan suatu dikatakan jahat, karena wajib dihindari atau dilarang Ini sesuai dengan Etika Teleologis, yang ditemukan dalam hedonisme dan etika eudaimonisme, yang mengatakan bahwa tindakan baik atau jahat tergantung pada hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai, seperti kenikmatan. Namun, ketika datang ke masalah apa yang seharusnya menjadi tujuan yang harus dicapai, jawabannya tentu saja berbeda-beda dan berbeda-beda tergantung pada subjek yang bersangkutan, sehingga bersifat relatif.
Dalam konteks perkuliahan, Pancasila memberikan kerangka etika yang dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa dalam menjalani kehidupan akademis dan sosial di kampus.
Mengapa Pancasila Penting bagi Etika Landasan di Perguruan Tinggi?
Pendidikan tinggi bukan hanya tentang memberikan/mentransfer ilmu pengetahuan; tetapi juga tentang pengembangan karakter. Pancasila sebagai landasan etimologis cukup relevan dalam konteks ini. Berikut adalah beberapa contoh mengapa Pancasila penting:
1. Membangun Karakter bagi Siswa: Nilai-nilai Pancasila mendukung siswa dalam evaluasi diri dan pengembangan karakter.Â
2. Menumbuhkan Pandangan Toleransi: Pancasila mengajarkan toleransi dan rasa hormat terhadap perbedaan dalam lingkungan multikultural. Hal ini penting untuk menciptakan suasana yang harmonis di mana setiap orang merasa dihormati dan dihargai.
3. Membangun Etika Akademik: Pancasila dapat berfungsi sebagai landasan untuk membangun etika akademik karena mendorong siswa untuk bersikap jujur, benar, dan adil dalam semua kegiatan akademik
4.Menerapkan Nilai Keadilan: Pancasila menerapkan keadilan sosial, yang mendorong siswa untuk mempertimbangkan secara kritis dan masalah sosial yang dapat memperbaiki masyarakat.
Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan dan mendukung siswa dalam proses pendidikan dalam upaya membangun individu-individu yang mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Selain memperoleh kemampuan akademik dan kecerdasan, diharapkan siswa memiliki kesadaran moral dan tanggung jawab. Mereka juga diharapkan memiliki kepekaan hati nurani.
Universitas tidak hanya menawarkan mata kuliah yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa, tetapi mereka juga menawarkan kursus dasar untuk pengembangan kepribadian, yang diharapkan dapat membangun karakter siswa secara keseluruhan. Ini mencakup hal-hal seperti religiusitas, intelektualitas, sosialitas, moralitas, individualitas, dan sosialitas.