Bolehkah Pemberontakan atau kudeta
Apakah orang yang merasa tidak puas dengan penguasa yang ada dapat melakukan pemberontakan atau kudeta untuk menggantikannya? Apakah orang yang merasa berhak atau lebih pantas dapat merebut kekuasaan dari orang lain yang telah memiliki posisi atau jabatan tertentu? Apakah orang yang merasa lebih kuat atau lebih cerdas dapat menguasai orang lain yang lebih lemah atau lebih bodoh?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu melihat apa yang diajarkan Alkitab tentang kekuasaan dan bagaimana kita seharusnya bersikap terhadapnya. Berikut adalah beberapa poin yang dapat kita pelajari dari Alkitab:
Kekuasaan dapat direbut atau diganti oleh Allah
 Kekuasaan yang dimiliki manusia dapat direbut atau diganti oleh Allah. Allah berkuasa untuk mengubah atau mengganti kekuasaan yang dimiliki manusia. Allah dapat memberikan kekuasaan kepada orang lain yang lebih layak atau lebih setia kepada-Nya. Allah juga dapat mencabut kekuasaan dari orang-orang yang melanggar atau menentang-Nya. Allah dapat melakukan hal ini secara langsung atau melalui perantaraan orang-orang atau kejadian-kejadian tertentu. Allah melakukan hal ini untuk menunjukkan keadilan dan kasih-Nya, serta untuk menegakkan kehendak dan rencana-Nya. Daniel 2:21 berkata, "Ia mengubah zaman dan ketetapan, Ia mengangkat raja dan menurunkan raja; Ia memberikan hikmat kepada orang-orang yang berhikmat, dan pengetahuan kepada orang-orang yang berpengertian."
Kekuasaan dapat ditentang atau dikritik
 Kekuasaan yang dimiliki manusia dapat ditentang atau dikritik oleh sesamanya. Allah mengizinkan agar manusia yang tidak memiliki kekuasaan untuk menentang atau mengkritik manusia yang memiliki kekuasaan. Allah menganggap hal ini sebagai bentuk keadilan dan keberanian. Allah mengajarkan agar manusia yang tidak memiliki kekuasaan untuk bersikap jujur, berani, dan tegas kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa yang berbuat tidak adil atau tidak benar. Allah juga mengajarkan agar manusia yang tidak memiliki kekuasaan untuk bersikap waspada, bijaksana, dan berhati-hati kepada pemimpin-pemimpin, nabi-nabi, rasul-rasul, imam-imam, atau hamba-hamba-Nya yang menyimpang atau menyesatkan. Allah memberikan contoh dan dukungan bagi orang-orang yang melakukan hal ini. Kisah Para Rasul 5:29 berkata, "Tetapi Petrus dan rasul-rasul yang lain menjawab: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia."
 Kesimpulan:Â
Dalam refleksi atas apa kata Alkitab terkait kekuasaan, beberapa pokok pemikiran muncul dengan jelas. Pertama-tama, kekuasaan tertinggi dan mutlak adalah milik Allah, Pencipta segala sesuatu, yang memiliki hak sepenuhnya untuk memerintah dan mengatur alam semesta-Nya.
Kemudian, Alkitab menegaskan bahwa kekuasaan manusia adalah pemberian dari Allah. Setiap pemimpin dan penguasa memiliki tanggung jawab moral untuk menjalankan amanat tersebut dengan kebijaksanaan dan keadilan. Dalam konteks ini, kekuasaan manusia bukanlah sekadar hak atau keistimewaan, melainkan amanat dan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah.