Mohon tunggu...
Augmented Yen
Augmented Yen Mohon Tunggu... -

...ini dan itu...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

...Empat Seperempat Sebelum Tamat...

4 Februari 2010   14:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:05 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Empat seperempat sebelum tamat, aku mendengar merah, hitam, padam, entah menyampah. Melongok pada ia, yang mendiamkan pedih merangkak jauh di lipit ketiak waktu. Pelan-pelan mengaduk kantuk yang terantuk-antuk di dinding kepala. Sungguh hari yang bising sebab sibuk mengunting-gunting logika Tuhan.

Empat seperempat sebelum tamat, aku mendengar gaduh hati mendengking ribut. Terengah-engah merebus bonggol nurani hingga nyaris mampus. Menganyam, menjiplak Tuhan, sebelum akhirnya membusuk di area abu-abu. Menuhankan absurditas dengan sungguh-sungguh.

Empat seperempat sebelum tamat, berhenti sajalah sampai di situ, seperti itu. Sebab aku teramat enggan dan malas menghitung-hitung yang tak terhitung, jika yang tak terhitung itu tidak untuk diperhitungkan.

"Berhentilah berjingkat-jingkat mencukil ayat, sebelum berakhir menjadi sesat.
Berhentilah berjungkat-jungkit sakit menggencet fikir, mengangkangi Tuhan.
Kataku, berhentilah."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun