Mohon tunggu...
Fuad Mahbub Siraj
Fuad Mahbub Siraj Mohon Tunggu... -

Lecturer at Paramadina University\r\nPhilosophy and Religion Department

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Iktibar Dari Islam Hadari di Indonesia

3 Juli 2013   11:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:04 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Agak sulit menemukan arti yang tepat dari kata Hadari. Al-hadârah (bahasa Arab), civilization (Inggris), civilisation (Prancis), diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan peradaban, sivilisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiaperadaban, berasal dari kata adab yang berarti kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. Pada pihak lain al-tsaqâfah, culture (Inggris, Prancis), yang telah menjadi kosakata bahasa Indonesia, kultur, berarti kebudayaan.

Terasa lebih sulit lagi membedakan antara peradaban dengan kebudayaan (civilizaton dengan culture). Beragam pendapat ditemukan tentang hal ini. Di antaranya, sivilisasi lebih umum daripada kultur. Sebaliknya, kultur lebih luas daripada sivilisasi, berarti sivilisasi bagian dari kultur. Bahkan ada pula yang mengatakan kultur adalah karya manusia non batini. Sivilisasi adalah karya manusia yang lahiri.

Namun ada pula pendapat sebaliknya, sivilisasi adalah karya manusia yang batini, sedangkan kultur adalah karya manusia yang lahiri. Berangkat dari perbedaan inilah, ada yang berpendapat, Islam sebagai kebudayaan dan Islam sebagai peradaban. Kendatipun tidak terdapat kesepakatan dalam memahami kedua istilah ini, namun keduanya sama-sama karya manusia. Karena itu kata hadari dalam tulisan ini kita pahami, adalah seluruh karya manusia termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa membedakan dengan tajam antara sivilisasi dengan kultur.

Islam dan Hadari

Islam adalah agama yang ajarannya diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantaraan Jibril. Yang dimaksud wahyu di sini adalah al-Qur’an dan teks Arabnya. Hal ini berarti teks Arab wahyu bukanlah berasal atau pilihan dari Nabi sendiri, melainkan seutuhnya dari Allah, yang disebut dengan Kalam Allah. Oleh karena itu, teks Arab al-Qur’an bila diganti dengan teks Arab sinonimnya atau diubah susunan katanya, atau diterjemahkan ke dalam bahasa lain, maka teks Arab pengganti dan perubahan susunan kata tersebut, juga terjemahannya bukanlah wahyu yang bersifat absolut, melainkan adalah penafsiran dan hasil pemikiran manusia yang bersifat relatif. Dengan kata lain, penafsiran dan terjemahannya itu tidak mengikat manusia, sedangkan wahyu dalam teks Arab itulah yang mengikat manusia.

Berbeda dengan sifat dasar al-Qur’an sebagai sumber pertama dari ajaran Islam, hadis, sebagai sumber kedua bukanlah wahyu dalam arti di atas. Hadis pada umumnya mengandung ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan dan ketetapan-ketetapan Nabi. Beliau terpelihara dari kesalahan dan menjadi ma’shûm. Dengan kata lain, apabila ada ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi yang salah, ia langsung mendapat teguran dari Allah. Kalau tidak mendapat teguran, berarti ucapan, perbuatan dan ketetapan beliau itu benar. Ia (hadis) pada dasarnya berfungsi sebagai penjelas tentang isi al-Qur’an. Adapun hadis yang sama kuatnya dengan al-Qur’an dalam keabsolutan dan kebenaran mutlaknya adalah Hadis Mutawatir, yang jumlahnya sangat sedikit.

Dengan demikian ajaran Islam terdiri dari kelompok ajaran yang bersifat absolut, universal, kekal, tidak berubah dan tidak boleh diubah, sebagai terdapat dalam al-Qur’an dengan teks Arabnya dan Hadis Mutawatir. Jumlah ajaran seperti ini amat sedikit. Selain itu, ada pula kelompok ajaran Islam hasil ijtihad dan kewenangan manusia dalam menjabarkan ajaran-ajaran dasar tersebut. Ajaran Islam kelompok ini bersifat tidak absolut, tetapi relatif, bisa berubah dan bisa diubah bahkan kadang-kadang harus diubah karena tidak cocok lagi dengan zaman.

Jelas kiranya bahwa ajaran Islam tentang hidup kemasyarakatan dan masalah keduniaan datang dalam bentuk prinsip-prinsip pokok saja, maka untuk mengoperasionalkannya diserahkan sepenuhnya kepada akal manusia. Karena itulah ajaran Islam selalu serasi dengan konteks zaman dan kemajuan masa (shâlih li kulli zamân wa makân). Agaknya di sinilah letaknya kerasionalan dan kedinamikaan ajaran Islam tanpa mengenal batas geografis dan etnis. Seandainya ajaran absolut dalam Islamjumlahnya besar dan rinci, maka dinamika masyarakat yang diatur oleh sistem tersebut akan menjadi terikat dan perkembangan masyarakat akan menjadi terhambat.

Berbeda dengan agama lain, Islam sangat mementingkan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahkan ia mendorong pemeluknya supaya mencari ilmu pengetahuan sampai kapan dan di mana pun. Ia juga menempatkan pakar ilmu pengetahuan pada peringkat yang lebih tinggi. Sejarah Islam mencatat, betapa sungguh-sungguhnya umat Islam zaman klasik mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Konon kabarnya Khalifah al-Makmun sendiri berkenan membayar jasa penerjemah dengan emas yang sama beratnya dengan buku yang diterjemahkan. Jasa umat Islamlah yang mengembangkan ilmu dari Yunani bersifat spekulatif, yang dicontohkan bagai sebuah kebun yang subur, penuh dengan bunga-bunga yang indah, tapi sayangnya tidak banyak berbuah, kaya dengan filsafat dan sastra, tapi miskin dengan teknik dan teknologi, menjadi ilmu (sains) yang dilandasi metode Jabir bin Hayyan yang sifatnya empiris eksperimental.

Sikap positif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan ini sepenuhnya diilhami al-Qur’an dan hadis sebagi sumber dorongan. Islam sebagai agama memiliki hubungan simbiotik dngan ilmu pengetahuan dalam kerangka keimanan. Dalam Islam tidak pernah ditemukan pembunuhan terhadap para ilmuwan yang berhasil dalam menemukan hal-hal yang baru dalam ilmu pengetahuan. Bahkan Islam menawarkan pahala bagi umatnya yang berijtihad di bidangnya sekalipun salah.

Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Ia sangat serasi dengan sifat dasar manusia. Manusia diciptakan Allah dinamis dan berilmu pengetahuan (al-Baqarah/2:31). Manusia (Adam dan keturunannya) diciptakan Allah dari tanah bumi ini. Kendatipun keturunan Adam tidak disebut secara eksplisit dari tanah, namun sesuai dengan hasil penelitian sains, unsur kimiawinya sama dengan unsur kimiawi tanah bumi ini. Jadi, manusia adalah manusia mahkluk bumi yang dibekali dengan akal dan ilmu pengetahuan, karena ia akan mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Ini berarti betapapun canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan di alam semesta ini akan dapat dijangkau oleh daya nalar manusia, karena penciptaan manusia dan alam semesta telah diberi keharmonisan indah dan merupakan satu kesatuan yang organik. Menurut Andi Hakim Nasution keadaan ini memungkinkan karena manusia memiliki susunan otak yang paling sempurna dibandingkan dengan otak berbagai jenis makhluk lainnya. Penciptaan manusia memang penuh keunikan. Menurut temuan ilmu pengetahuan seperti yang dijelaskan oleh Prof. B.J. Habibie, cara kerja otak manusia sangat luar biasa, dapat menyimpan, mengembangkan dan mengingat, andaikan ia dibuat bentuk komputer akan dibutuhkan komputer sebesar bola bumi ini.

Islam adalah agama yang menghendaki terwujudnya suatu kehidupan yang sejahtera lahir, batin, dunia dan akhirat. Untuk itu manusia harus berperan aktif dan tidak boleh berpangku tangan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di Barat, sebelumnya, di antaranya berasal dari umat Islam. Mereka mendapatkannya di antaranya, lewat buku-buku ulama Islam zaman klasik yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Hal ini berarti ulama-ulama Islam merupakan perintis dan pelopor berbagai kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi amat disayangkan, pada abad pertengahan Islam, kegiatan ini dalam Islam terhenti, daya kreasi dan kreativitas para ulama Islam menjadi kurang. Mereka lebih berwawasan ke dalam, mereka tidak lagi mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sebelumnya, karena mereka menganggap kegiatan ini tidak penting, tidak relevan dan tidak ada gunanya dalam agama. Akibatnya umat Islam terisolir dari arus ilmu pengetahuan dan teknologi dan akhirnya nafas kegiatan ilmiah menjadi mati.

Suatu hal yang pelu diingat oleh umat Islam generasi sekarang, sekalipun mereka mempunyai agama yang tinggi (ya’lu wa lâ yu’la ‘alaih) dan sempurna, namun untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak cukup hanya dengan berdo’a dan membaca ayat-ayat yang ada dalam al-Qur’an, akan tetapi mesti mempelajari dan melakukan kegiatan sesuai dengan metode yang telah dibakukan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ilmu pengetahuan (science) adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang mematuhi kaidah ilmiah. Teknologi adalah himpunan cara (teknik) untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Ilmu pengetahuan menjawab pertanyaan mengapa (know why), sedangkan teknologi menjawab pertanyaan bagaimana (know how).

Penerapan dari hasil ilmu pengetahuan diperlukan teknologi. Keberhasilan penerapan ini tergantung kepada kecanggihan teknologi yang digunakan. Menurut S. Farid Ruskanda ada beberapa tingkat atau tahap kematangan teknologi.

Pada tahap Fisik-Teknis, sasaran untuk apa teknologi digunakan belum dipertimbangkan. Pada tahap ini hanya yang diperhitungkan bagaimana caranya, apa bahan-bahannya dan bagaimana prosesnya. Sedangkan tentang dampaknya belum lagi dipertanyakan.

Pada tahap Efektif, mulai dipertimbangkan untuk apa teknologi itu, apakah ia dimaksudkan untuk tujuan ekonomis (memberikan nilai tambah) atau untuk tujuan militer (misalnya untuk meracuni musuh), atau untuk tujuan politik. Jadi pada tahap ini, hanya dilihat sejauh mana teknologi dapat mencapai sasarannya.

Pada tahap Efisien, mutu teknologi mulai ditingkatkan sehingga bisa lebih efisien dalam menggunakan bahan baku.

Pada tahap Dampak Manusiawi, sasaran maupun dampak permasalahan diperluas dengan pengaruhnya terhadap manusia sekitarnya. Dampak negatif teknologi harus dihilangkan dan dampak positifnya harus diperluas.

Dari pentahapan-pentahapan di atas dapat dilihat bahwa pada tahap mana teknologi bebas nilai dan pada tahap mana pula ia sarat nilai. Pada tahap Fisis-Teknis terlihat teknologi bebas nilai. Pada tahap Efektif-Efisien motivasi teknologi mulai diperhitungkan, karena itu sistem nilai juga mulai mempengaruhi. Pada tahap Dampak Manusiawi, maka kadar sistem nilai yang terkandung dalam teknologi sangat tergantung pada sistem nilai yang dianut. Adalah baik bila pematangan teknologi sampai tahap ini dilakukan berlandaskan niat untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap manusia dan alam sekitarnya.

Islam tidak hanya mendorong, juga memberikan bimbingan dan tuntunan serta arah mana yang patut, baik dan benar untuk dilakukan dalam pengembangan ilmu khususnya dan seluruh peradaban manusia umumnya. Peradaban yang tidak diisi dengan muatan nilai moral religius (al-Fikr al-Islami) akan membahayakan manusia dan alam semesta.

Hadari yang ingin dikembangkan Islam adalah hadari yang berorientasi pada kebutuhan jasmani dan rohani. Telah disebutkan berorientasi pada jasmani saja, terutama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan membahayakan manusia pelakunya dan manusia lain serta alam semesta. Yang oleh Baigent dicontohkan bagaikan granat hidup di tangan kanak-kanak. Ia (granat hidup) tersebut semakin lama semakin lebih berbahaya lagi. Dalam hal ini perlu juga disimak pesan Einsten pada mahasiswa-mahasiswa yang mengandung nilai etik ilmu pengetahuan dan teknologi. Ungkapnya, “Saya teringat dalam hubungan ini kepada seorang pemuda yang baru saja menikah dengan seorang perempuan yang tidak terlalu menarik, dan pemuda itu saya tanya:”Apakah anda merasa bahagia?”. Dia lalu menjawab:”Jika saya ingin mengatakan yang sebenarnya, maka saya harus berdusta.”

Bentuk-Bentuk Islam Hadari di Indonesia

Telah dikemukakan bahwa agama Islam memberikan dorongan bagi tumbuhnya hadari, termasuk di Indonesia sendiri, yang kedatangannya memang membawa misi perdamaian. Islam sebagai agama, berbeda dengan agama-agama lain, tidak identik dengan satu kebudayaan dan peradaban bangsa tertentu, seperti Arab umpamanya. Kita harus bedakan mana yang budaya Arab dan mana pula yang ajaran Islam. Memang Islam tidak mematika budaya dan peradaban setempat melainkan menghidupkannya terus-menerus dengan memberikan jiwa baru yang sesuai dengan ajaran Islam.

Perlu dipahami bahwa ruang lingkup hadari cukup luas, bahkan dapat dikatakan seluruh aktifitas manusia, termasuk di dalamnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam telah berkembang di Indonesia sejak abad ke-13. Sesuai dengan UUD ’45, Indonesia bukan negara Islam, akan tetapi Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bahkan berpenduduk beragama Islam terbesar di dunia.

Bangsa Indonesia sebagaimana bangsa Timur, adalah bangsa yang cinta damai dan toleransi. Karakter ini telah melekat pada bangsa Indonesia, karena sejak dulunya mereka adalah bangsa yang majemuk, baik dalam suku, bahasa maupun kebudayaan dan peradaban. Dengan karakternya ini, bangsa Indonesia berkembang menjadi bangsa yang mudah menyerap nilai-nilai dari luar tanpa harus meninggalkan nilai-nilai asli mereka.

Sebelum Islam datang ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama-agamabesar di dunia, bahkan telah memlikikepercayaan yang coraknya monotheis, yang menekankan ketentraman batin, keselarasan dan keharmonisan serta menyatu dengan alam. Agama-agama tersebut telah membentuk karakter budaya dan peradaban bangsa. Agama besar dimaksud yakni Hindu dan Budha yang kemudian melahirkan kerajaan, seperti Singosari, Mataram dan Majapahit (Hindu), kerajaan Sriwijaya dan Dinasti Sailendra (Budha). Semua agama tersebut memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk karakter budaya dan peradaban bangsa.

Kedatangan agama Islam secara damai ke Indonesia membawa pengaruh yang amat besar terhadap budaya dan peradaban bangsa sampai saat ini. Agama Islamlah yang berperan dalam membentuk dan membangun kesadaran nasional Indonesia. Keterlibatan umatnya yang demikian intens dalam perjuangan kemerdekaan, ada yang menyimpulkan Islam identik dengan kebangsaan.

Perlu diinformasikan bahwa proses pertumbuhan peradaban manusia terlingkup dalam apa yang disebut dengan continuity of change (perobahan yang terus-menerus). Tidak ada satu bangsa pun yang dapat mengklaim sebagai pencipta peradaban. Semua bangsa ikut memiliki peranan dalam menumbuhkembangkan peradaban dunia.

Sejarah mencatat, peradaban Yunani dan Romawi diambil alih oleh Persia. Dari Persia diambil alih pula oleh Arab muslim. Kemudian setelah berkembang lebih kurang 700 tahun di tangan Arab muslim beralih lagi ke Inggris dan Perancis dengan revolusi-revolusinya, yang melahirkan peradaban modern seperti saat ini.

Perlu ditegaskan bahwa karakter budaya dan peradaban Islam berbeda dengan karakterbudaya dan peradaban non Islam. Peradaban dan budaya Islam sarat dengan ajaran-ajaran akhlak (moral) dan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan peradaban dan budaya non Islam kosong dari nilai-nilai akhlak (moral) dan nilai-nilai kemanusiaan. Karenanya peradaban dan budaya barat dapat membawa bencana umat manusia dan alam semesta.

Harus diakui, walaupun Islam memiliki muatan religius, bukan berarti ia anti peradaban dan budaya. Nurcholish Madjid ada benarnya ketika ia mengatakan, sekalipun antara Islam dengan budaya dan peradaban tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan, dan tidaklah dibenarkan mencampuradukkan antara keduanya. Islam bernilai mutlak tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat. Tetapi budaya dan peradaban, kendatipun berdasarkan Islam dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Peradaban dan budaya harus berdasarkan Islam (agama), namun tidak pernah terjadi sebaliknya. Islam (agama) adalah primer dan peradaban serta budaya adalah sekunder. Dengan kata lain Islam (agama) adalah absolut berlaku untuk setiap ruang dan waktu, sedangkan peradaban dan budaya adalah relatif terbatasi oleh ruang dan waktu.

Demikian halnya perkembangan hadari di Indonesia yang tidak mungkin lagi dipisahkan dengan budaya dan peradaban bangsa Indonesia. Karena Islam hadari di Indonesia telah menyatu dengan keindonesiaan. Secara umum hadari di Indonesia terlihat dalam tiga bentuk:

1.Bentuk hadari lama, budaya dan peradaban asli Indonesia, kemudian dimasuki Islam dan di dalamnya mengandung pesan-pesan Islam.

2.Bentuk baru yang terbawa dari luar Indonesia yang lebih dahulu telah terkait dengan pesan keislaman.

3.Bentuk baru yang sama sekali tidak terkait oleh salah satu.

Dalam bidang kesenian dapat dikemukakan contoh seperti wayang. Ia telah ada sebelum Islam masuk ke Indonesia. Kemudian wayang-wayang itu dimanfaatkan untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Dari wayang budaya lama yang tidak bernafaskan Islam, menjadi hadari yang bernafaskan Islam.

Demikian juga karya Suhaimi dengan judul “Alif” yang menggarap tema taubat. Di dalamnya diceritakan seseorang yang dalam perjalanan hidupnya telah banyak terbawa arus kota besar, sehingga menjauhi ibadah. Dalam pengungkapan tema ini, ia menggunakan simbol-simbol visual yang mengacu kepada kehidupan umat Islam, seperti jubah putih dan tutup kepala berbentuk tarbus bagi penari laki-laki dan kostum yang menutup aurat bagi penari wanita dengan musik pengiringnya, gambus.

Begitu juga dengan seni Ratib Syaman, Rapa’i dan Barodah. Isi keseluruhannya mengandung puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.

Adat istiadat di Sumatera Barat yang berasal dari budaya asli, tidak mengenal Islam sebelumnya. Kemudian dengan kedatangan ajaran Islam, adat asli tersebut diselaraskan dengan ajaran Islam, yang terkenal dengan sebutan: “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK)”, artinya adat istiadat didasarkan kepada agama Islam, dan agama Islam didasarkan kepada kitab Allah (al-Qur’an).

Demikian juga halnya dengan budaya busana baju kurung. Di samping sebagai identitas islami juga sebagai seni busana. Adapun yang paling spektakuler adalah budaya tabuik, ia dibuat sedemikian indah diarak beramai-ramai dan sorenya dibuang ke laut. Budaya tabuik ini, menonjolkan sisi keislaman dan sangat diminati masyarakat.

Kaligrafi Arab menduduki tempat terhormat dalam peradaban Islam di Indonesia. Keberadaannya murni dorongan agama, sebagai sarana ibadah, untuk menciptakan hiasan-hiasan, terutama di tempat ibadah (mesjid, surau, mushalla) dan tempat penting lainnya.

Arsitektur Indonesia yang bernafaskan Islam terlihat pada bangunan mesjid-mesjid, terutama pada bentuk menara dan mimbar yang digunakan. Salah satu contoh mesjid yang berasitektur yang bernafaskan Islam ialah mesjid Istiqlal. Mesjid dengan gaya modern yang menyuarakan cita-cita Islam. Ia dibangun tahun 1961 ide dasarnya dicetuskan oleh Ir. Soekarno, Presiden RI pertama. Dengan perencanaan yang matang dari arsitek Silaban. Mesjid tampak kokoh dalam kesatuan gaya yang kompak yang memberikan kesan monumental. Seluruh struktur bangunan didominir oleh atap kubah setengah bola dengan konstruksi beton. Menara beton tinggi langsing berlapis batu pualam menjadi bagian utuh dari seluruh kompleks bangunan yang bertingkat. Tata ruangan dan hiasan interior mendukung suasana khusyu’ sebagai tempat shalat.

Kelahiran organisasi masa (ormas) Islam dan partai-partai Islam memicu lahirnya perbankkan Islam, seperti Jamiatul Khair (1905), Muhammadiyah (1912), al-Irsyad (1914), Persatuan Islam (1920), NU (1926), Tarbiyah Islamiyah (1930), al-Jamiatul Washliyah, Sarikat Dagang Islam (1905), Masyumi (1942), MIAI (1930) dan lain-lain. Dari usaha-usaha mereka inilah proses berdirinya bank bebas bunga (interest free banking system). Hal ini diawali dengan sebuah perdebatan yang alot tentang riba tidaknya bunga bank konvensional. Masing-masing mereka mengemukakan argumen. Di antara argumen yang mengharamkan bunga bank adalah:

1.Unsur ziyâdah (tambahan) pembayaran atas modal yang dipinjamkan.

2.Tambahan tersebut disyaratkan di dalam akad (perjanjian).

3.Menimbulkan adanya unsur zhulm.

Sebaliknya argumen yang membolehkan bunga bank ialah:


  1. Adanya kesukarelaan kedua belah pihak di dalam akad (perjanjian).
  2. Tidak ada unsur zhulm.
  3. Mengandung manfaat untuk kemaslahatan.

Akhirnya fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) memutuskan secara tegas bahwa bunga bank konvensional adalah riba. Inilah fatwa yang amat menentukan, yang melahirkan bank bebas bunga, seperti Bank Muamalat, Bank Syari’ah di Indonesia serta auransi-asuransi seperti, asuransi takaful dan lain-lain.

Dalam bidang perdagangan, memicu pula lahirnya perdagangan yang bernafaskan Islam seperti, al-Qur’an seluler, kosmetik halal, mengkudu Islam dan lain-lain. Demikian pula dalam bidang pemerintahan, kembali ke surau dan kembali ke nagari, yang isinya diwarnai dengan ajaran Islam.

Dalam sektor transportasi telah melahirkan industri kapal terbang, kapal laut, seperti, PT. IPTN, Karakatau Steel, PT Pandap, PT PAL, Barata Boma Bisma Indra dan lain-lain. Hal ini didukung oleh lembaga-lembaga penelitian seperti BATAN, LAPAN, BPPT, LIPI dan lain-lain. Kemudian melahirkan pula teknologi pelihat malam, optik teleskop, industri otomotif dan lain-lain.

Demikianlah bentuk-bentuk Islam hadari di Indonesia, yang memang penjelasannya hanya dikemukakan secara ringkas, semoga penjelasan ini ada manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun