Masih membekas dalam ingatanku, saat kelas 6 SD dimana aku menghadapi Ujian Nasional tanpa dukungan langsung Orangtua di sisiku karena mereka harus bekerja yang jauh, di Arab Saudi.
Sementara aku tinggal dengan tante ku, yang meskipun mendukung ku untuk belajar, tapi rasanya tetap berbeda dan selalu ada yang hilang setiap aku pulang dari sekolah.
Sepi.
Dan kecemasan yang sedikit berlebihan.
Aku takut terjadi sesuatu yang buruk, atau jika mereka tidak menghubungiku lagi.. dan pertanyaan, karena untuk membiayai ku bahkan mereka harus pergi jauh? Ya, aku tahu dan ingin mengerti semua alasan itu, tapi.. sejujurnya aku tidak siap ditinggal saat itu.
Sesuatu yang baru kusadari setelah beberapa tahun berlalu adalah, jika aku menelpon Ibuku, meskipun beliau sudah kembali dan berada dekat denganku, aku selalu ingin menangis. Entah bagaimana ada rasa yang jauh, rasa yang mirip seperti saat dulu aku menelponnya dari Indonesia ke Arab.
Mungkinkah karena kecemasan itu masih ada padaku?
Dan mungkin ceritaku ini hanya sebagian kecil yang dirasakan anak-anak lain yang juga harus ditinggal bekerja oleh Orangtua mereka. Ya, harus. Bukan karena Orangtuaku ingin meninggalkanku, tapi mereka harus melakukannya saat itu. Dan kami, anak-anaknya juga harus mengerti itu.
Tapi.. untuk waktu yang lebih lama, seperti bertahun-tahun lagi? Kupikir aku tidak akan kuat jika harus seperti itu lebih lama.
Dan kira-kira setahun yang lalu, kebetulan aku bertemu dengan seorang anak usia 9 tahun-an. Dia manis, kalem, dan seolah tidak mengalami hal yang tak diduga; saat itu dia ditinggal bekerja oleh Ibunya ke Malaysia, sementara disini dia dilecehkan oleh Ayahnya sendiri. Hal itu baru diketahui belakangan oleh gurunya yang kemudian melaporkan apa yang dialami muridnya ke pihak berwenang. Beruntungnya, tak berapa lama kemudian sang Ayah ditangkap dan dipenjara.Â