Mohon tunggu...
Aufa Ema P
Aufa Ema P Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

27 Tahun Mengabdi: Bukan Masalah Gaji, tetapi Melihat Tawa Anak-Anak sudah Cukup Membayar Peluh Jauhnya Perjalanan

22 November 2023   14:26 Diperbarui: 22 November 2023   14:45 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjalani profesi sebagai Guru, memang tidaklah muda. Ada banyak beban sosial yang harus ditanggung. Seperti halnya yang dialami oleh Ibu Gamiati, 57 tahun. Beliau merupakan guru di suatu TK. Beliau memulai kariernya sebagai guru TK pada tahun 1996. Sepanjang 27 Tahun kariernya menjadi guru, telah banyak yang dilalui. Mulai dari gaji yang tidak seberepa, beliau jalani hingga saat ini. Di tahun '96 an masih jarang guru TK yang lulusan sarjana S1, kebanyakan hanya dari sekolah tinggi kejuruan khusus untuk guru. Ibu Gamiati menjadi salah satu contohnya, beliau tidak memiliki gelar di belakang namanya seperti halnya guru-guru jaman sekarang. Begitupun dengan skill yang beliau miliki, mungkin masih banyak diluaran sana yang memiliki skill yanglebih mumpuni. Namun jika berbicara soal pengalaman, biar waktu yang membuktikan.

Tiap harinya, ibu Gamiati harus menempuh jarak sekitar 21 km, dengan lama perjalanan 37 menit. Ketika diwawancarai beliau mengatakan, "kalau dihitung-hitung ya sepruh gajinya habis untuk membeli bensin saja." Namun dengan kondisi demikian, beliau tidak ingin menyerah atau menyudahi profesinya sebagai guru. Pernah suatu ketika, beliau dalam perjalanan hendak ke sekolah namun sudah sedikit kesiangan dari jam biasanya beliau berangkat. Sehingga untuk mengejar waktu, beliau menambah kecepatan laju motornya. Tidak disangka ketika ingin menyelip bus kuning, tiba-tiba bus tersebut oleng dan akhirnya bu Gamiati harus tersempet dan terjatuh hingga pergelangan tangannya retak dan harus dilakukan operasi.

Mau tidak mau.beliau harus bed-rest selama masa pemulihan pasca operasi. Namun semangat mengajarnya yang tidak pernah luntur, membuat ibu Gamiati merasa tidak enak hati jika harus berlama-lama beristirahat. Beliau merindukan tawa anak didiknya yang sebelumnya setiap hari beliau temui. Oleh karena itu, beliau meminta diantar ke sekolah oleh putranya untuk kembali mengajar seperti biasanya. Meskipun pergerakannya masih terbatas karena masih ada penyangga di lengan tangan kanannya. "Kalau nggak lihat anak-anak, malah makin lama sembuhnya" ucap beliau ketika diwawancarai.

Para siswa yang sedang bermain ketika jam istirahat,  November 2023-Dokumen Pribadi
Para siswa yang sedang bermain ketika jam istirahat,  November 2023-Dokumen Pribadi

Beliau mengatakan, menjadi guru bukanlah profesi yang mudah. Bukan berarti meremehkan profesi yang lain, tetapi pada awalnya beliau juga tidak menduga akan mengabdi menjadi guru TK. Namun seiring berjalannya waktu, beliau merasa sangat menyenangkan menjalani pekerjaannya sebagai guru. Bahkan jauhnya perjalanan juga tidak membuat ibu Gamiati menyerah pada profesinya. Besar kecilnya nominal gaji bukan menjadi tolak ukur bagi bu Gamiati, yang terpenting beliau terus dapat melihat tawa anak-anak calon generasi penerus bangsa dan terus membagikan ilmunya dengan penuh keihklasan dan kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun