Ini cerita sisa lebaran. Tepatnya, pas lagi kumpul reuni tahunan seangkatan saat masih nyantri di Qudsiyyah. Sebuah Madrasah besar yang ada di tengah kota Kudus
Seorang teman menceritakan, beberapa tahun ke belakang memang terjadi NU-isasi lembaga2 sosial dan terutama pendidikan. Maka, sekolah2 yang berbasis NU dan atau beraliran NU ditambah label NU di antara Sekolah dan nama sekolah. Jadilah kemudian menjadi Sekolah NU anu, Madrasah NU anu, Universitas NU anu dan sebagainya.
Sebagai madrasah yang didirikan oleh salah seorang pendiri NU, KHR Asnawi, seharusnya Qudsiyyah termasuk yang pertama mendapat gelar NU di depan nama madrasah. Namun demikian, cerita yang bersangkutan, para pengurus bersikukuh tidak mau menempeli NU di depannya.
Bagi saya aneh, tapi bagi pengurus madrasah dijawab sederhana. Kalau soal NU ga usah diragukan di madrasah ini. Semua ajaran, tindak tanduk dan perilaku semuanya murni NU. Lha wong pengurusnya dianggap sesepuh NU di tempatnya masing-masing. Belum lagi, kalau ada peringatan hari besar dan upacara resmi saja, bendera NU segede gaban nongkrong di samping bendera merah putih.
Menurut mereka, kalau lembaga Qudsiyyah secara formal dilabeli NU itu jadi lucu. Kenapa? Lha wong Qudsiyyah aja usianya lebih tua dari NU, masa mengikut sama yang lebih muda. Agak terkesan sombong memang. Diketahui, cikal bakal Qudsiyyah ada pada tahun 1917, sedang NU baru lahir tahun 1926.
Selidik punya selidik, ada jawaban lain yang rasanya agak janggal namun lebih masuk akal. Menurut pencerita, ada beberapa pengurus yang khawatir jika ada NU di depan nama madrasah, penyebutan dan arti menjadi berbeda.
"Kalau pakai nama formal 'Madrasah NU Qudsiyyah Kudus’, apa sampeyan ga khawatir lama-lama disingkat MANUQKU?Â
Nah loh....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H