Mohon tunggu...
El Aufa
El Aufa Mohon Tunggu... -

Focus on Political Communication Research

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

You Will Never Walk Alone, Jokowi

31 Januari 2015   00:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:04 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignnone" width="624" caption="kompas.com"][/caption]

YOU WILL NEVER WALK ALONE, JOKOWI

Refleksi 100 hari Kabinet Kerja ditandai dengan kekecewaan rakyat atas kinerja pemerintah dalam kurun waktu tiga bulan pertama ini. Masyarakat menilai Jokowi-JK gagal mewujudkan ekspektasi rakyat. Mereka juga meragukan kemampuan Jokowi untuk menepati janji-janjinya lima tahun mendatang.

Campur tangan para dedengkot partai pendukung diasumsikan sebagai faktor utama yang mencederai langkah awal pemerintah. Jokowi dianggap tidak mampu berbicara banyak karena dia tidak lebih dari anak politik, namun hanya merupakan boneka politik KMP. KMP di sini tentunya bukanlah Koalisi Merah Putih yang dimotori oleh partai-partai oposisi, melainkan KMP yang dimaksud yaitu Koalisi Mega Paloh yang didalangi oleh beberapa partai pendukungnya. Sehingga, corak dan model pemerintahan “Kabinet Kerja” tidak jauh beda dengan “Kabinet Gotong Royong” lantaran terlalu Megasetris.

Momentum tersebut juga diwarnai dengan penyesalan simpatisan dan relawan Jokowi. Para pendukungnya dari kalangan masyarakat awam hingga kaum terdidik yang dulu habis-habisan mendukung kini justru berbalik haluan dan memilih mengundurkan diri. Mereka menilai Jokowi yang sekarang bukanlah Jokowi yang dahulu. Mereka kecewa dengan mempertanyakan integritas Jokowi yang dianggap tidak mampu menyuarakan hati nuraninya, namun malah menyuarakan kepentingan majikannya.

Bahkan salah satu politisi PDI-P yang berada di garda paling depan saat kampanye kecewa dan mengecam kebijakan-kebijakan Jokowi. Dia mempersepsikan Jokowi sebagai presiden prematur yang belum layak untuk memimpin negara besar. Sejumlah nama dalam nominasi calon menteri hingga pemilihan kandidat yang hendak masuk dalam jajaran kabinet kerja dinilainya tidak yang memiliki kapabilitas di bidangnya. Hal itu menurutnya sangat mengganggu jalannya pemerintahan.

Yang cukup menarik perhatian adalah adanya barisan relawan Salam Dua Jari yang terang-terangan menyatakan kekecewaan dan penyesalannnya lantaran tidak memilih Prabowo-Hatta, namun justru menitipkan suaranya kepada Jokowi-JK. Debat Capres lalu rupanya mengindikasikan realita sebaliknya. Prabowo memang tidak pandai beretorika, tetapi dipercaya mampu mewujudkan harapan rakyat menjadi realita. Sementara Jokowi cuma pintar mengolah kata, namun nihil kinerja.

Penilaian seperti itu sebenarnya sangat disayangkan dan tidak fair sebab masih sangat asumtif dan tidak berdasar. Belum tentu kepemimpinan Prabowo lebih baik ketimbang pemerintahan Jokowi. Lagipula sebelumnya Prabowo belum pernah memimpin birokrasi dan minim pengalaman dalam lobi-lobi politik. Berbeda dengan Jokowi yang telah berpengalaman memimpin rakyat dan tentunya acap kali melakukan sejumlah negosiasi politik mulai dari tingkat bawah.

Sekiranya perlu flash back untuk melihat track record Koalisi Merah Putih. Dari situ akan nampak rekam jejak KMP yang kontroversial terutama pasca Pemilu. Kontroversi dimulai dari serangan koalisi pendukung nomor urut satu tersebut terhadap KPU atas dugaan kecurangan Pemilu yang nyatanya tidak terbukti. Dilanjutkan dengan aksi memalukan pemilihan ketua lembaga legislatif yang secara terang benderang menunjukkan ambisi besar mereka untuk mendominasi parlemen agar kebijakan eksekutif tidak berjalan mulus.  Selanjutnya disahkannya RUU Pilkada dengan maksud biar mereka bisa berkuasa di wilayah dan daerah. Kemudian yang terakhir adalah tersangka korupsi Budi Gunawan yang dinyatakan lulus uji fit and proper test oleh DPR.

Publik tentu masih ingat saat KMP berkomitmen untuk menjadi oposisi yang sehat, yaitu sebagai check and balances bagi pemerintah. Namun nyatanya bertolak belakang, KMP malah merepotkan bahkan tidak jarang merecoki pemerintah. Bisa jadi memang benar tujuan mereka adalah impeachment atau pemakzulan terhadap orang nomor satu Indonesia.

You Will Never Walk Alone

Jokowi dihadapkan pada persoalan yang dilematis dan kritis. Dia berada di tengah-tengah antara dua kubu yang sama-sama memiliki kepentingan kendati berseberangan. Kubu yang ada di belakangnya menuntut untuk memenuhi kepentingannya. Kubu yang berada di hadapannya mengancam untuk mewujudkan ambisinya. Posisi Jokowi benar-benar terancam entah sebagai pegawai partai maupun presiden bangsa.

Jokowi dituntut untuk menentukan langkah jitu supaya mampu keluar dari dua arus besar itu. Karena ketika ada kesalahan sedikit saja, kedua arus itu segera menggulungnya dalam pusaran nadir. Jika dia tidak mau menuruti kata mama papa, tamatlah riwayatnya. Bila dia melakukan kesalahan lagi, pemakzulan bisa menjadi pasti.

Jokowi harus segera sadar bahwa negara ini bukan milik para elit partai yang sedang berkuasa maupun orang-orang berkepentingan lainnya yang sedang mengincar kekuasaan. Bangsa ini adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Jadi yang memiliki hak untuk menikmati kekayaan bangsa bukan hanya pejabat pemerintahan saja, namun juga penduduk tanah air ini yang bahkan hingga kini ada yang belum pernah mencicipi nikmatanya hidup di negeri yang kaya raya ini.

Jokowi membutuhkan kekuatan rakyat untuk mengambil alih hak mereka. Selain itu, Jokowi juga memerlukan dukungan masyarakayt untuk membantunya lepas dari cengkeraman berbagai kepentingan kelompok elit.

Sebenarnya masyarakat masih mayakini Jokowi adalah figur pemimpin pro rakyat. Hanya saja sosok itu meredup sebab kekuatannya tertutup bayang-bayang elit penyokong. Sejatinya rakyat yakin Jokowi memiliki suara hati yang suci, namun belum mampu untuk mengeluarkannya saat ini. Oleh sebab itu, para simpatisan dan relawan harus pantang menyerah mendukung Jokowi, karena menyerah adalah pecundang. Begitu juga dengan rakyat Indonesia harus bangkit membantu Bapak Presiden meyakinkan dirinya untuk berani menyuarakan hati nurani tanpa perlu takut ada pihak yang mengintervesi.

Jokowi mau tidak mau harus mempunyai keberanian menentang pihak yang selalu siap melakukan intervensi dan pihak yang senantiasa siaga untuk melancarkan amunisi. Memang sangat berat untuk melawan kedua arus besar itu. Akan tetapi, jika dia tidak takut mati untuk memihak kepada rakyat dan berani menanggung segala resiko yang akan diterima demi kepentingan wong cilik, dapat dipastikan seluruh warga negara kita juga akan mati-matian membantu Jokowi merevolusi bangsa melalui nawa cita, tri sakti, dan gagasan-gagasan cemerelang Jokowi lainnya. Rakyat tidak mungkin rela membiarkan pemimpinnya terkatung-katung sendiri melawan berbagai gempuran musuh.

Dengan begitu, orang yang mulanya pesimis menjadi optimis, rakyat yang sebelumnya antipati menjadi simpati, masyarakat yang tadinya lawan menjadi kawan. Lakukan itu, Pak Presiden! Yakinlah, You will never Walk Alone, Jokowi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun