Mohon tunggu...
Auefadysta W
Auefadysta W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Statistika Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswa Statistika di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

12 Juni 2024   02:21 Diperbarui: 12 Juni 2024   18:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak adalah sarana untuk mendorong atau menghambat mencapai tujuan di luar bidang keuangan negara. Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai yang dipungut oleh pemerintah. Sedangkan Cukai rokok adalah pungutan yang dipungut oleh negara atas rokok dan hasil tembakau lainnya. Dengan begitu, pajak rokok dan cukai rokok merupakan dua hal yang berbeda dalam hal tata cara pemungutannya dan mendepositkan mereka. 

Dalam artian, jika seorang perokok merokok satu batang rokok, maka setiap batang rokok akan dikenakan biaya dua kali. Tujuan pengenaan cukai rokok adalah untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Diharapkan jumlah perokok akan berkurang jika cukai diberlakukan dan jika ada kenaikan cukai rokok maka diharapkan ke depannya dapat mengurangi jumlah perokok. Pajak rokok masuk dalam kategori pajak provinsi yang menjadi penyempurna kebijakan dan peraturan pajak daerah dalam bentuk perluasan objek pajak daerah. Hal ini berarti pajak rokok nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah.

Pajak rokok dan cukai rokok juga dialokasikan untuk dana kesehatan melalui Dana Bagi Hasil Tembakau (DBH-CHT). Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diprioritaskan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional sekurang-kurangnya 50% dari DBH-CHT diterima oleh setiap daerah penghasil tembakau. Penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai bidang pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan mengajak masyarakat peduli tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok itu sendiri. 

Penggunaan pajak rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat oleh provinsi/ kabupaten/kota dilakukan dengan berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan  No.40 Tahun 2016 tentang petunjuk teknis pengunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat. Berdasarkan ketentuan tersebut, penggunaan pajak rokok dapat dipergunakan untuk meningkatkan upaya promotif untuk menurunkan resiko penyakit menular maupun penyakit tidak menular, promosi kesehatan keluarga maupun lingkungan,pengendalian konsumsi rokok, pelayanan kesehatan tingkat pertama dan sebagainya (Susiani, 2018).

Namun, tampaknya penerapan cukai rokok dan kenaikan cukai rokok tidak memberikan dampak yang efektif untuk mengurangi jumlah perokok karena pada kenyataannya, jumlah perokok di Indonesia cenderung menunjukkan peningkatan di setiap tahunnya. Penyakit yang disebabkan oleh rokok menyedot lebih dari 70 persen dana yang dikelola BPJS. Jadi, tidak ada keseimbangan antara cukai rokok yang masuk dengan penyakit yang disebabkan oleh rokok. Hal ini menjadi sebuah ironi dalam kebijakan BPJS Kesehatan karena peningkatan jumlah penderita akibat konsumsi rokok berdampak pada peningkatan beban kesehatan negara. 

Bahkan BPJS Kesehatan juga mengalami defisit anggaran sehingga untuk mengatasi masalah tersebut dikeluarkanlah Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa daerah pemerintah wajib mendukung penyelenggaraan jaminan kesehatan program melalui iuran dari pajak rokok sebagai bagian dari hak masing-masing wilayah/provinsi/kabupaten/kota yang dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat. Dari metode tersebut dapat dilihat bahwa menggali dana cukai rokok untuk menutupi defisit anggaran BPJS artinya pemerintah menghimbau warganya untuk merokok. Dengan begitu, fungsi pajak sebagai reguler dalam pengenaan cukai rokok sudah tidak efektif karena tidak mengurangi jumlah perokok. Dari waktu ke waktu jumlah perokok meningkat meskipun cukai rokok diberlakukan. Oleh karena itu, Pemerintah harus secara bertahap mengurangi penggunaan cukai rokok sebagai penyumbang dana terbesar untuk jaminan kesehatan nasional (Manullang et al., 2023).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun