Mohon tunggu...
Allya Audy Amartya
Allya Audy Amartya Mohon Tunggu... Lainnya - seorang mahasiswa komunikasi

menulis serba-serbi tentang isu kesehatan mental, zen living, hobi dan berbagai fenomena menarik yang ditemui sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Belajar Self Love dari Pengidap Distimia (Buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki)

6 Januari 2021   15:35 Diperbarui: 6 Januari 2021   20:04 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki merupakan buku karya Baek Se Hee yang didalamnya mengisahkan perjuangannya dalam menghadapi distimia. Baek Se Hee mengakui ia selalu merekam percakapan yang terjadi ketika konsultasi dan selalu mendengarkannya kembali sesampainya di rumah. Sehingga buku ini juga disampaikan secara apaadanya yaitu dengan menampilkan percakapan antara Baek Se Hee dengan psikiaternya.

Distimia sendiri merupakan suatu gangguan depresi kronis yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Biasanya gejela yang ditimbulkan tidak separah gangguan depresi pada umumnya, namun terjadi dalam jangka waktu yang lama. Misalnya seperti merasa rendah diri, putus asa, kehilangan minat dalam menjalani aktifitas keseharian, merasa hari-hari yang dijalani adalah hari yang suram, sehingga akan sulit merasa bahagia walaupun disituasi yang membahagiakan. Tentu saja, gejala ini dapat mengganggu keseharian orang tersebut, mungkin dalam hubungan sosialnya, pekerjaannya, produktifitasnya, dan lain sebagainya.

Selama tidak berlebihan, gejala distimia sebenarnya cukup umum dirasakan oleh orang kebanyakan. Utamanya perihal masalah kepercayaan diri juga kecemasan. Sehingga buku ini sangat menginspirasi dan bermanfaat untuk menambah insight mengenai bagaimana sebaiknya kita memandang diri kita sendiri.

"Ketika kita melalakukan evaluasi dan pengawasan terhadap diri kita sendiri atas apa yang kita lakukan, hanya akan membuat kita kelelahan" 

Kita tidak perlu untuk terlalu mengakhawatirkan apa yang dipikirkan oleh orang-orang. Tanamkan dalam diri sendiri bahwa "yang aku lakukan, yang aku miliki, yang aku pilih, merupakan milik aku sendiri, dan aku pula yang bertanggung jawab atas hal tersebut". Tanamkan rasa percaya tersebut sehingga tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

"Saat kita berada di posisi yang menguntungkan, kita tidak menentukan standar tertentu. Namun apabila kita berada diposisi yang dirugikan, kita memberlakukan standar tersebut"

Mungkin beberapa diantara kita memiliki latar belakang dengan privilege, mungkin dengan kecerdasan, paras yang cantik atau tampan, sarana prasana yang mendukung dll. Namun beberapa juga tidak seberuntung itu. Saat berada diposisi tersebut, kecenderungannya seseorang akan menetapkan suatu standar tertentu misalnya untuk memulai sesuatu, atau untuk merasa percaya diri. Tentu saja mindset tersebut tidak membangun. Bandingkan apabila kita dapat melihat suatu hal secara objektif, faktor kepercayaan diri ataupun kesuksesan suatu hal tidak hanya berdasarkan dari standar yang menguntungkan tersebut kok.

"Jadilah apa adanya tanpa perlu menyembunyikan satu sisi dari diri kita" 

Terkadang kita memang merasa kecewa, terkadang orang lain juga tidak mempunyai ketertarikan dengan kita. Tidak perlu menetapkan kaku dan berpatokan atas suatu standar. Bebaskanlah diri kita dengan menjadi apa adanya. Dengan itu kita justru membuka kesempatan untuk mempersilahkan sisi terbaik dari kita untuk bersinar.

"Saat kita kecil dan membaca buku dongeng, hanya ada dua tokoh. Protagonis dan antagonis. Namun ketika kita beranjak dewasa, tokoh yang ada didalam buku menjadi semakin beragam"

Pemikiran ini baik untuk kita terapkan kepada diri kita maupun orang lain. Lihatlah setiap peran melalui kacamata multidimensional. Karena dalam dunia nyata, tidak ada satupun manusia yang diciptakan hanya dengan keburukan atau kekurangan. Pasti selalu ada sisi baik, dan juga alasan tertentu mengapa seseorang melakukan suatu hal.

"Kita bisa menafsirkan ketulusan orang lain dengan cara yang berbeda sesuai dengan rasa percaya diri yang kita miliki" 

Bayangkan apabila kita sedang dipuji orang lain, kita akan merasa senang menerima pujian tersebut apabila kita percaya bahwa pujian tersebut adalah benar. Namun apabila kita merasa hal tersebut tidak benar, tentu saja pujian yang dilontarkan akan lebih terasa seperti sindiran dan menimbulkan prasangka yang buruk.

"Akhir kata, ketika kita dilanda perasaan tidak percaya diri ataupun cemas, cobalah melihat dari sudut pandang yang lain"

Hal teserbut banyak dicerminkan dari bagaimana cara sang psikiater menanggapi pertanyaan dan keluhan Baek Se Hee. Walaupun pertanyaan yang diajukan seringkali melingkar pada suatu keluhan yang sama, kunci untuk keluar dari lingkaran tersebut adalah dengan mencoba memandangnya dari sudut pandang yang lain.  Semoga membantu, dan terima kasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun