Mohon tunggu...
Audy Kalangi
Audy Kalangi Mohon Tunggu... -

Lahir di Tomohon, tidak pernah di wisuda dalam urusan belajar, mengembangkan diri dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Pendidikan untuk Mereka yang Termarjinalkan

8 Januari 2015   19:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:32 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_345457" align="alignleft" width="300" caption="Pelatihan Public Speaking oleh staf Alacatel-Lucent"][/caption]

[caption id="attachment_345459" align="aligncenter" width="300" caption="Kelas Komputer di Lab komputer sekolah Master"]

1420696025119395282
1420696025119395282
[/caption]

(Belajar Dari Sekolah Master Depok)

Kata revolusi yang dulunya sangat ditakuti untuk diucapkan di Indonesia, saat ini sudah menjadi hal yang lumrah untuk dibicarakan. Menurut KBBI, revolusi adalah perubahan mendasar dalam satu bidang. Dalam konteks yang akan kita bicarakan adalah perubahan mendasar dalam bidang pendidikan bagi kaum marginal atau saya lebih memilih kata yang “termajinalkan”?. Kenapa mereka termarjinalkan? Karena mereka dianggap tidak punya sumber daya atau tidak dianggap, tidak akan menentukan perubahan, tidak terlalu berpengaruh bagi penguasa atau pengusaha. Jadi mereka dimarjinalkan lewat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.

Pendidikan secara universal adalah sebuah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan tanpa menghiraukan suku, jenis kelamin, kepercayaan, dan kemampuan termasuk didalamnya adalah pendidikan bagi kaum marjinal. Dalam kasus Indonesia, semua berhak untuk mendapat pendidikan yang layak sesuai dengan amanat konstitusi. Jadi pendidikan sebagai sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan harus senantiasa berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. Kalau kita berhenti belajar berarti kita sudah mati.

Dalam sekolah-sekolah yang umum saja ada banyak tantangan yang perlu dihadapi baik itu kemampuan guru, fasilitas pembelajaran, dan lain-lain. Bagaimana rasanya ketika kita berada di sekolah yang panggilannya untuk mendidik kaum marginal. Kaum yang dianggap memiliki banyak keterbatasan baik secara ekonomi maupun akses. Ketiadaan surat-surat kewarganegaraan menjadi kendala yang cukup merepotkan bagi penyelenggara pendidikan dalam mengurus surat menyurat dan ijasah. Kehidupan yang keras yang dialami oleh anak-anak jalanan di jalan dan perjuangan mereka untuk bertahan hidup jadi suatu dinamika tersendiri.

Semua anak berhak untuk pendidikan yang lebih baik, pertanyaannya ini tugas siapa? Apakah hanya pemerintah yang kita beri mandat untuk mengurus rakyat Indonesia?. Kalau ini hanya menjadi tugas pemerintah sepertinya kita hanya jadi anak kost di negeri ini, tapi kalau ini menjadi tugas kita semua maka kita adalah pemilik negeri ini. Anak kost tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan keadaan lingkungan kostnya selama itu tidak berpengaruh terhadap dia, tapi anak pemilik rumah (ahli waris) akan memperhatikan apa saja yang terjadi degan kondisi rumahnya. Mereka yang termajinalkan itu juga lahir di bumi pertiwi adalah saudara kita juga. Mental sebagai ahli waris bangsa ini harus ada dalam jiwa kita di dalam melihat kondisi pendidikan di Indonesia.

Belajar dari ConnectEd program yang di laksanakan oleh World Education (WE) dan Sekolah Master Depok yang memberikan layanan pendidikan kepada kaum marginal di terminal Depok.

ConnectEd program adalah program yang di tujukan bagi orang-orang yang kurang beruntung untuk mendapatkan layanan supaya bisa memiliki masa depan yang lebih baik. WE yang bekejasama dengan Alcatel-Lucent foundation memlulai program ini di Sekolah Master Depok sejak April 2012 dengan sasaran program lebih dari seribu anak.

Program ConnectEd memberikan kesempatan bagi karyawan Alcatel-Lucent di dunia untuk dapat berinteraksi langsung dengan para generasi muda yang menjadi sasaran dari program ini. Banyak pemuda di seluruh dunia tidak mampu untuk berbagai alasan untuk mengambil keuntungan dari terjadinya revolusi telekomunikasi yang telah mengubah ekonomi dunia. Berjuta juta generasi muda di belahan bumi ini, khususnya anak perempuan, tetap dikecualikan dari jenis kesempatan pendidikan yang dibutuhkan untuk dapat mencapai hasil pembelajaran yang positif, untuk mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk dunia kerja, dan untuk dapat terhubung dan terlibat dengan dengan masyarakat langsung mereka dan komunitas global. Guna mencapai kestabilan dalam hal kesempatan inilah, program ConnectEd ini diciptakan. ConnectEd program adalah upaya swasta (Alcatel-Lucent) untuk menyapa generasi muda dengan teknologi.

Dalam beberapa dekade pertumbuhan ekonomi, sebagian besar didorong oleh revolusi teknologi komunikasi yang telah bertransformasi di seluruh dunia. Bagaimanapun juga dengan segala pertumbuhan yang dinilai positif, masih banyak orang- orang yang tetap menjadi masyarakat marginal dikarenakan keadaan lingkaran kehidupan mereka.Dengan mempunyai keterampilan, pengetahuan dan dukungan dari jaringan yang dipunyai untuk mendapatkan penghasilan yang baik adalah cara terbaik dari seseorang untuk memperbaiki keadaan hidupnya. Meskipun begitu, keadaan semakin hari semakin sulit bagi kaum muda dikarenakan kesempatan untuk berkompetisi dan memperbaiki kompetensi dalam dunia kerja tidak selalu tersedia bagi mereka.

Tanpa adanya kesempatan untuk memperkaya diri mereka dengan keahlian agar dapat berkompetisi di dunia kerja, banyak dari generasi muda ini “dipaksa” untuk masuk kedalam pekerjaan dengan tingkat gaji yang sangat rendah, tidak stabil dan seringkali berada di dalam keadaan yang membahayakan. Para pemuda ini rentan dari perdagangan manusia, eksploitasi seksual, mengalami kekerasan dan efek negatif dalam hal kesehatan yang disebabkan dari tipe pekerjaan yang mereka lakukan dan juga kemiskinan. Khususnya anak- anak perempuan mereka sangat berisiko dari dampak negatif akibat ketidak setaraan gender.

ConnectEd program terbagi dalam 4 program inti meliputi: Pemantapan pengetahuan ICT (digital), kesiapan dalam dunia kerja, keterlibatan dalam masyarakat dan akses pendidikan. Pemantapan pengetahuan Information, Communication and Technology (ICT ) kegiatannnya berupa pengadaan laboratoriun computer, pelatihan ICT bagi siswa dan tutor. Berdisukusi tentang isu-isu di masyarakat, terlibat dalam kampanye HIV/AIDs dan narkoba, pelatihan kepemimpinan dan advokasi sosial.

Selain itu juga connectEd program mendorong sekolah Master untuk terus berproses untuk sistem pembelajarannya supaya bisa memenuhi kebutuhan siswa yang termarjinalkan ini dengan pembelajaran yang tematik dan berbasis pada kecakapan hidup, seperti kelas salon, kue, bengkel las, desain grafis, fotografi,drama, dan lain-lain. Pelatihan dan magang ke kantor Alcatel-Lucent juga disediakan supaya mereka memiliki pengalaman dalam dunia kerja, seminar dan workshop bagaimana memasuki dunia kerja, teknik wawancara dan juga kelas-kelas wirausaha muda.

Pemberian beasiswa bagi warga belajar yang memiliki kemampuan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, mentoring dan tutorial di kelas oleh karyawan Alcatel-Lucent telah memberi harapan bahwa anak-anak yang termajinalkan ini bisa punya mimpi dan harapan.

Ini bicara tentang memberi kesempatan kepada mereka yang termajinalkan untuk bisa menunjukkan kemampuan dan potensi mereka. Apa yang di lakukan oleh pihak Alcatel-Lucent melalui CSR-nya dan memberi kesempatan kepada karyawannya untuk terlibat dalam program ini adalah benih-benih yang luar biasa untuk membangun kualitas SDM Indonesia yang handal, peduli dan tidak takut untuk menghadapi tantangan zaman.

Cerita-cerita dari anak-anak yang mendapat beasiswa di beberapa perguruan tinggi negri dan swasta di sekitaran Depok dan Bandung serta alumni yang sudah bekerja dan membuka usaha sendiri jadi penyemangat untuk terus begerak. Meskipun sampai saat tulisan ini di tulis Sekolah Master Depok terancam oleh buldoser yang siap menggusurnya dari terminal Depok.

Revolusi ini baru awal untuk kita semua boleh melihat bawa ada harapan buat mereka yang termajinalkan (anak-anak jalanan, pengamen, pengasong, kelas ekonomi bawah) untuk mereka punya mimpi dan harapan. Peran sektor swasta , NGO dan pemerintah sendiri dan semua pihak yang peduli dengan mereka masih terus di harapkan. Ini tanggung jawab semua, banyak yang harus dibenahi, diperbaiki bahkan perlu di revolusi. Setidaknya kita sudah memulai meskipun baru riak kecil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun