Belakangan ini, masyarakat dikejutkan dengan sejumlah berita brand kecantikan yang diketahui memiliki produk skincare dengan klaim kandungan yang tidak sesuai, atau dikenal sebagai ‘overclaim’. Kasus ini mencuat setelah akun TikTok milik seorang dokter dengan username @dokterdetektif membagikan hasil uji laboratorium terhadap berbagai produk skincare. Dalam unggahannya, meskipun beberapa produk terbukti sesuai klaim, produk yang terbukti overclaim justru menjadi sorotan utama dan menarik perhatian luas.
Overclaim pada produk skincare merujuk pada situasi di mana kandungan bahan aktif dalam suatu produk tidak sesuai dengan yang tertera pada kemasan atau yang diklaim oleh pihak brand. Sebagai contoh, sebuah brand mungkin mengklaim bahwa produknya mengandung 10% niacinamide, tetapi hasil uji laboratorium menunjukkan kandungan sebenarnya hanya 3%. Hal ini menunjukkan bahwa brand tersebut melebih-lebihkan kandungan produknya, yang jelas tidak sesuai dengan kenyataan.
Praktik overclaim ini sangat merugikan konsumen. Banyak konsumen membeli produk berdasarkan klaim manfaat yang dijanjikan, terutama untuk memperoleh hasil maksimal sesuai dengan kandungan dan harga yang ditawarkan. Ketika kandungan produk ternyata tidak sesuai dengan klaimnya, konsumen merasa tertipu dan tidak mendapatkan manfaat seperti yang diharapkan, sehingga menyebabkan kerugian baik secara materi maupun psikologis.
Berikut adalah beberapa produk skincare yang terungkap memiliki klaim kandungan yang tidak sesuai berdasarkan hasil uji laboratorium yang dibagikan oleh @dokterdetektif:
1. Azarine Niacinamide 10% + Dipotassium Glycyrrhizate Glorius Serum: Mengandung hanya 0,45%.
2. Azarine 1% Retinol Smooth and Glowing Serum: Mengandung hanya 0,00096%.
3. Daviena Sleeping Mask Retinol Booster 2% Actosome Retinol: Mengandung hanya 0,03% pure retinol, atau setara dengan 1% actosome retinol.
4. Originote Gluta Bright B3 Serum 10% Niacinamide: Mengandung hanya 4,97%.
5. Forebie Acne Moist Serum mengandung 2% Salicylic Acid dan 5% Niacinamide: Nyatanya hanya Niacinamide 3% dan Salicylic Acid 1%.
Produk skincare di atas merupakan produk yang cukup terkenal dan telah banyak digunakan oleh masyarakat. Kenyataan bahwa kandungan dalam produk-produk tersebut tidak sesuai dengan klaim yang diberikan menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Beberapa orang turut menyampaikan pandangan mereka mengenai isu skincare overclaim, salah satunya adalah Afira melalui unggahannya di platform TikTok dengan akun @afira.sya, di mana ia berkata:
“Dari semua kasus overclaim skincare, gue yakin lo semua juga bisa lihat ya respons brand-nya: mana yang benar-benar peduli sama customer, mana yang justru cuma peduli sama duitnya. Padahal dari kacamata konsumen, nggak semua orang bisa beli skincare itu dengan mudah. Banyak yang juga nabung, rela nyisihin budget tertentu buat beli skincare, termasuk salah satu brand ini. Jujur aja, pas dia bikin klarifikasi—dia juga nggak di-spill sama doktif—gue lumayan kecewa karena gue benar-benar pakai produknya dan, jujur aja, terbantu buat kulit gue. Tapi pas tahu ternyata dia overclaim, ada rasa kayak, ‘Terus gimana yang selama ini gue pakai nggak sesuai sama klaim?’
Dia bikin klarifikasi super detail bahkan sebelum dicek sama doktif. Brand-nya sendiri sampai melampirkan jurnal kayak, ‘Oh, pantesan, walaupun persentasenya nggak sesuai yang diomongin, tapi bisa ngaruh ke banyak orang. Ternyata emang masih efektif nih persentase segitu.’ Itu adalah hal-hal yang menurut gue sebagai customer perlu tahu. Jadi kalau ditanya apakah gue kecewa sama salah satu brand ini? Kecewa. Tapi menurut gue, respons mereka berhak mendapatkan full respect dari gue.”
Dalam videonya, Afira menutup dengan kalimat:
“Jadi jangan tutup mata. Tetap selektif, tetap skeptis, dan gue benar-benar full respect sama Forebie ini. Gue harap ini bisa jadi contoh buat brand-brand owner karena, kalau ada kesalahan, kalian cukup transparan, mengakui, minta maaf, dan berbenah.”
Tak hanya masyarakat, beberapa brand skincare yang terkait pun juga memberikan tanggapan yang berbeda-beda. Perbedaan tanggapan dari brand tersebut kembali menjadi sorotan masyarakat. Sebab, seperti yang dikatakan oleh Afira sebelumnya, apabila suatu brand terbukti melakukan kesalahan, seperti overclaim produk, masyarakat hanya menginginkan brand tersebut mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memperbaiki kesalahan tersebut. Namun, ada juga brand yang tidak menerima ketika dibuktikan bahwa kandungan produknya tidak sesuai dengan apa yang tertera pada kemasan.
Oleh karena itu, kasus ini menjadi pengingat bagi konsumen untuk lebih kritis dalam memilih produk skincare. Melakukan riset dan memverifikasi klaim melalui sumber terpercaya sangatlah penting guna menghindari potensi kerugian. Meskipun konsumen tidak bisa sepenuhnya mengendalikan transparansi brand, mereka dapat mengendalikan diri dengan menjadi lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih produk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H