Mohon tunggu...
audrey azzahra
audrey azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Zonasi PPDB: Dampaknya Kepada Pemerataan Sekolah

26 Agustus 2023   04:55 Diperbarui: 26 Agustus 2023   04:59 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem zonasi merupakan sistem seleksi penerimaan siswa baru di sekolah negeri yang memprioritaskan penerimaan siswa baru berdasarkan tempat tinggal calon siswa dan jarak rumah calon siswa dengan sekolahnya. Sistem ini mulai berlaku sejak enam tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2017, dan baru efektif pada tahun 2018, seperti yang sudah diterbitkan oleh pemerintah melalui Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018. Sistem PPDB Zonasi merupakan salah satu warisan dari Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud) sebelumnya, yaitu Muhadjir Effendy.

Sesuai pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian 'zonasi' sendiri adalah pemecahan area menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan, perzonaan. Dengan sistem ini, siswa akan mendapatkan keuntungan langsung, yaitu jarak rumah siswa dengan sekolahnya dan juga bertujuan untuk menghilangkan atau menyetarakan paradigma 'sekolah unggul' atau 'sekolah favorit'. Akan tetapi, sistem ini masih dirasa belum bisa dibuktikan mewujudkan pemerataan sekolah berkualitas dan masih terdapat banyak ketidakadilan dan kecurangan dalam sistem penerimaan sekolah melalui sistem zonasi setiap tahun. Bahkan, kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk menghapus sistem tersebut. Sistem ini diwarnai kecurangan setiap tahunnya hingga membuat beberapa sekolah kekurangan murid.

Seperti yang dilansir melalui artikel detik.com, Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim pernah mengungkap salah satu modus kecurangan dalam PPDB zonasi. Calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua. Kemudian, mereka menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kejadian ini sering ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Timur, dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan pemenuhan bangku atau kuota siswa yang terlalu cepat, sehingga calon siswa yang sebenarnya membutuhkan sistem zonasi tidak mendapat bangku di sekolah tersebut.

Selain itu, pemerataan kualitas sekolah sendiri dibuktikan belum merata secara penuh di Indonesia, seperti di wilayah Jepara atau Blitar, dan wilayah-wilayah lain yang jauh dari pusat kota. Sistem zonasi ini tidak menjamin kualitas pendidikan yang baik, dikarenakan pemerataan kualitas sekolah di setiap daerah berbeda-beda.  Sistem penerimaan jalur zonasi juga memenuhi sekitar 50-55% dari penerimaan siswa baru, dan 45-50% lainnya dipenuhi oleh sistem  penerimaan jalur lain, seperti prestasi dan/atau nilai, yang seharusnya menjadi sistem yang lebih adil dan layak bagi calon siswa baru. Akibatnya, tidak semua murid mendapat pendidikan yang berkualitas, walaupun siswa tersebut diterima melalui jalur zonasi.

Salah satu tujuan sistem zonasi ini adalah untuk memeratakan semua sekolah dan menghilangkan paradigma 'sekolah unggul' atau 'sekolah favorit', tetapi tujuan ini dirasa belum terwujud sampai sekarang. Selain dari pemerataan kualitas pendidikan sekolah yang belum merata secara luas dan berbeda-beda di setiap daerah, sistem ini juga tidak sejalan dengan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi yang masih memandang akreditasi sekolah calon mahasiswanya. Tentunya, siswa di sekolah yang dinilai sekolah unggul atau favorit akan mendapatkan peluang lebih besar agar bisa diterima di perguruan tinggi negeri dibandingkan sekolah negeri yang dinilai kurang favorit ataupun sekolah swasta.

Menurut saya, penerapan kebijakan sistem zonasi memerlukan dukungan dari semua pihak agar bisa mencapai tujuan jangka panjang. Ekosistem pendidikan yang baik menjadi tujuan jangka panjang yang ingin dicapai oleh sistem zonasi. Peranan sekolah, masyarakat, orangtua, dan anak pun tidak kalah penting dan menentukan berhasilan pendidikan anak. Selain itu, saya merasa kuota penerimaan siswa juga harus dipertimbangkan lagi, karena dirasa masih kurang atau tidak seimbang dengan jalur penerimaan prestasi/nilai.

Sumber Referensi:

https://www.rumah.com/panduan-properti/sistem-zonasi-38762

https://news.detik.com/pro-kontra/d-6868667/jokowi-pertimbangkan-ppdb-zonasi-dihapus-setuju-atau-tidak

https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/13/ppdb-zonasi-belum-wujudkan-pemerataan-sekolah-berkualitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun