Sebetulnya enggak tertarik dengan hunian vertikal. Apa karena masanya sudah lewat, jadi mobilitas kegiatan lebih banyak di luar rumah.
Lebih ke arah membugarkan diri.
Jadi kalau tinggal di tempat yang terlalu tinggi, rasanya lebih rumit. Walaupun barangkali tersedia tempat kebugaran.
Pernah sih, mencoba numpang tidur di hunian vertikal tempat adik dan besan ibunda. Kalau untuk seminggu masih ok lah. Dengan fasilitas yang disediakan masih bisa menarik hati untuk tetap bertahan. Anak-anak sih senang saja. Karena bisa berenang dengan suka-suka. Apalagi kalau huniannya mahal. Luas banget deh. Ada Dapur, ruang tamu, kamar mandi, tiga kamar tidur.
Semua fasilitas sudah tersedia. Mau masuk ke kamar juga ada penjaga khusus. Setiap penghuni harus memakai kartu yang disediakan hunian tempat tinggal . Jadi tidak sembarang orang bisa naik.Â
Rasanya sih dunia hanya milik kita. Enggak ada sapa dari tetangga kiri, kanan. Sepi ... sunyi.Â
Membuang sampah juga di tempat khusus. Jadi ada waktu tertentu yang akan di ambil di tempat tersebut.
Menurut kepala keluarga di rumah yang seorang arsitek, hunian vertikal memang ditujukan untuk para milenial yang gaya hidupnya lebih simpel. Enggak suka ribet. Apalagi Hunian dibangun di lahan yang terbatas karena mahalnya lahan. Apalagi terletak di pusat kota yang mempunyai banyak lapangan kerja. Para karyawan memerlukan tempat tinggal yang lebih dekat dengan tempat kerja.