Mohon tunggu...
auditya ayu dharmala
auditya ayu dharmala Mohon Tunggu... -

just so so

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Negara Agraris (?)

13 Mei 2014   20:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah gencarnya gempuran produk impor baik dalam berupa bahan makanan pokok seperti beras, bawang putih, daging sapi, garam cabai maupun dalam bentuk sandang maupun papan. Impor merupakan jawaban pilihan pemerintah untuk menekan harga bahan pokok, karena kurangnya pasokan dalam negeri. Tentu saja hal ini merupakan solusi, yang perlu dikhawatirkan ini dianggap menjadi solusi jangka panjang. Sejauh ini belum ada gebrakan untuk memaksimalkan potensi pertanian di Indonesia, di saat negara lain sudah menyadari masing-masing potensi negaranya, Indonesia tetap saja hanya menjadi penonton yang terus bergantung pada impor.

Dengan tetap mengandalkan impor! Lalu, kemana para petani kita? Mungkin mereka mulai mencari mata pencaharian sebagai buruh pabrik atau buruh bangunan karena lahan pertanian yang mulai berkurang dilindas oleh pabrik maupun perumahan. Solusi dari permasalahan ini yang pertama,menurut saya harusnya pemerintah mematangkan pekerjaan Dinas Tata Ruang Kota, kita sebagai negara agraris harus memiliki wilayah paten untuk produksi bahan pangan, yang dimana hal tidak dapat diganggu gugat oleh kepentingan lain misalnya untuk perumahan ataupun membangun fasilitas lain. Agar di setiap provinsi memiliki pemasok lokal bahan makanan agar tidak terdapat kelangkaan bahan pangan, bayangkan saja bahan pangan yang setiap hari dikonsumsi dapat naik turun hargnya bahkan jika mendekati hari besar seperti lebaran. Hal ini membuat frustasi petani, disaat harga naik mereka hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit, tetapi jika merugi siapa peduli? Saat harga naik tentu saja tengkulak yang mendapat bagianbesar.

Yang kedua harusnya ada pemantauan harga jual dan beli oleh petani dan tengkulak oleh dinas yang berwenang, agar petani mengetahui harga resmi jual maupun harga beli tengkulak agar terdapat keseimbangan keuntungan. Yang ketiga harus diubah mindset penduduk Indonesia, bahwa menjadi petani itu keren. Bayangkan saja, setiap anak kecil jika ditanya ingin jadi apa kebanyakan mereka menjawabmenjadi dokter, pilot, abrijarang sekali anak kecil menjawab ingin menjadi petani. Hal ini mencerminkan pekerjaan utama potensi bangsa ini dalam bidang agrarian kurang diminati karena terkesan susah, melarat dan jarang petani kaya raya yang terekspos.

Yang keempat harus ada gerakan yang menjamin kesejahteraan petani, toh mereka sama berjasanya dengan guru, TNI ataupun anggota DPR tetapi mereka tidak pernah dapat perhatian spesial dari pemerintah. Misalnya, pelatihan bibit unggul yang nyata dan terus dipantau, pengenalan bagaimana memasarkan bahan pangan dengan baik, dan bantuan dana atau fasilitas pertanian jika sedang kemarau atau penghujan. Jika petani sejahtera siapa yang menolak untuk menjadi petani?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun